Kamis, 15 Mei 2025

2025#6: Emak Yati, Ipah, dan Tutug Oncom

Penulis: Kris Agtrian
ISBN10: 9797753301
ISBN13: 9789797753306
Halaman: 335
Cetakan: Pertama-2022
Penerbit: Indonesia Tera
Harga: Rp 126.000
Rating: 3.25/5

"Enggak ada surga di warung Emak! Ipah ngak sudi!"
hal 86


Saat kecil, Ipah merasakan betapa Emak Yati, nenek dari pihak ibu, sangat mencintai dirinya.  Limpahan mainan yang bisa membuat anak tetangga menangis  tiada henti karena  minta dibelikan orang tua, hanya bukti kecil bagaimana Ipah begitu dicintai Emak Yati.

Namun belakangan, ketika ia dewasa, sikap Emak Yati berubah. Terutama sejak orang tua Ipah berpisah. Ipah bisa tetap tinggal bersama  Emak Yati dengan syarat harus melanjutkan usaha kuliner nasi tutug oncom yang melegenda di Kawung Asih, Tasikmalaya.

Alih-alih menyetujui, Ipah  berontak dengan memilih bekerja sebagai pegawai di toko busana muslim milik Bu Surti-biasa dipanggil Umi. Ia merasa Emak Yati terlalu ikut campur dalam hidupnya. 

Gaji yang ia terima sebenarnya jauh dari mencukupi, namun Ipah seakan ingin menunjukkan bahwa ia bisa hidup tanpa bantuan Emak Yati. Untuk tinggal,  memang ia masih tinggal di rumah Emak Yati, tapi minimal ia sudah mampu membeli makan dan mengurus kebutuhannya sendiri.

Wajar jika Emak Yati yang dikenal memiliki usaha nasi tutug oncom berharap sebagai cucu semata wayang Ipah kelak mau menjadi penerusnya. Penolakan Ipah  memicu pertikaian. Puncaknya ia bahkan menjalin kasih dengan seorang anak pemilik rumah makan supaya Emak Yati merasa kalah.

Hubungan Ipah-Emak Yati menjadi hal yang mendominasi kisah dalam buku ini. Keduanya seakan-akan saling membenci. Namun dengan cara masing-masing menunjukkan kecintaan pada sesama. Ipah yang terlalu gensi untuk mengakui ia membutuhkan Emak Yati, sementara Emak Yati  malu mengakui ia menaruh harapan besar pada Ipah.

Pada akhirnya, Ipah mengetahui alasan kenapa seakan-akan Emak Yati membencinya, tidak mencintai Ipah. Apa yang dilakukan dan dikatakan Ipah selalu salah bagi Emak Yati. Baca ya ^_^, mengandung bawang bagian ini.

Juga terbongkar rahasia kelam yang disembunyikan Emak Yati terkait keluarga calon suaminya. Semua yang dilakukan Emak Yati adalah karena ia begitu mencintai Ipah, walau kadang caranya justru membuat Ipah merasa kesal padanya.

Saat kecil, saya sering mendengar orang berkata pada Eyang Putri saya, bahwa cinta kasih pada cucu bisa melebihi cinta kasih pada anak, Baru ketika saya memiliki anak, saya paham maknanya. Maka, saya mengerti kenapa Emak Yati bersikap begitu pada Ipah. Cinta memang unik.

Sebagai bumbu, penulis juga memberikan beberapa tokoh sebagai pemanis kisah. Ada Nenden dan Honey sahabat Ipah. Honey setiap hari membawakan bekal untuk sang pacar, membuat Ipah ingin ikut mencicipi masakannya. 

Pada akhirnya, Ipah kalah! Untung mereka sempat berdamai sebelum Emak Yati pergi. Jika tidak, tak terbayangkan penyesalan yang Ipah. Bagaimana juga Emak Yati yang mengurus Ipah sejak kecil.

Secara garis besar, buku ini bisa dibaca untuk segala umur, minimal usia remaja mengingat ada bagian Ipah memiliki kekasih hati dan ingin minggat dari rumah.  
Juga terdapat beberapa bagian yang mengisahkan bagaimana Ipah berbicara dengan nada tinggi pada Emak Yati,  hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh mereka yang berusia lebih muda sebagai wujud penghormatan pada yang lebih tua. 

Walau tidak ada adegan syur, namun sebaiknya dibaca oleh mereka yang berusia diatas 17 tahun. Atau dengan didampingi orang tua untuk usia dibawahnya. Setidaknya untuk memberikan pemahaman, bahwa seharusnya Ipah memang tidak berkata tinggi pada Emak Yati meski sedang emosi.

Penulis membuka mata pembaca bahwa tidak ada yang menyayangi diri kita selain keluarga. Mungkin, cara yang dilakukan memang tidak seperti yang diharapkan, tapi pasti ada alasan untuk itu semua. 

Buku ini juga mengajarkan bahwa keluarga tidak selalu harus terikat darah. Bagaimana kedua sahabat Ipah selalu membantu, merupakan bukti.  Demikian juga kekasih Ipah yang mengikuti kemauan orang tua angkatnya, menjadi bukti bakti dan ucapan terima kasih, meski ia tahu bahwa itu salah. 

Hanya dengan melakukan apa yang diminta, ia merasa sudah berbuat sesuatu sebagai ucapan terima kasih atas apa yang selama ini ia terima. Rumit juga kisah percintaan Ipah.

Ide menulis untuk menjadikan makanan, tutug oncom sebagai perajut cerita, merupakan ide yang perlu diacungi jempol, karena secara tak langsung mempromosikan makanan lokal. Pengusaha makanan lokal tentunya akan terbantu secara tidak langsung, karena pembaca buku yang baru mengetahui makanan ini tentunya memiliki keinginan untuk mencicipi.
sumber: https://manisdansedap.com/
menu-sedap/ws.hdks/Nasi-Tutug-Oncom-31480

Dalam https://indonesiakaya.com, disebutkan nasi tutug oncom yang merupakan kuliner khas Tasikmalaya ini terdiri dari nasi dan olahan oncom dengan bumbu kencur yang menjadi ciri khasnya. Kata “tutug” sendiri berasal dari bahasa Sunda yang berarti “tumbuk.” Hal itu juga merepresentasikan bagaimana proses pengolahannya. Dalam pembuatannya, oncom ditumbuk hingga menjadi butiran kasar lalu dijemur di bawah sinar matahari +/- sehari.

Selanjutnya disebutkan bahwa Oncom yang telah kering lalu ditaburi bumbu-bumbu seperti bawang merah, sedikit gula dan garam, bawang putih dan kencur, kemudian dimasak atau dibakar hingga matang. Oncom yang telah dibumbui kemudian disangrai atau dibakar, ditumbuk hingga halus, lalu ditaburkan di atas nasi dan wajib disajikan dalam kondisi hangat.

Pada situs https://manisdansedap.com tertera harga seporsi Nasi Tutug Oncom yang sangatr terjangkau. Sayangnya jangkauan pengiriman hanya seputar Bandung he he he. Kalau tidak, bisa ikutan mencoba saya. 

Kisah yang sederhana namun penuh cinta kasih pada orang terdekat. Menawan.


Sumber Gambar:
https://manisdansedap.com

Senin, 12 Mei 2025

2025 #5: Seri LIFE Natural Library

Begitulah jika saya kehabisan buku untuk dibaca saat semangat sedang tinggi. Buku yang tak lazim menjadi sasaran.  Bagaimana lagi, mau tak mau, faktor U berperan dalam kecepatan saya membaca dan membuat catatan.

Waktu luang yang ada, dimanfaatkan untuk bobok cantik atau melakukan aktivitas fisik guna meningkatkan kebugaran tubuh. Biasanya saya membereskan tanaman atau rak buku. Sudah tak mampu lagi membaca dalam angkot.

Sebenarnya, seri buku ini bisa dikatakan  sering bersliweran di lapak buku daring, atau ditawarkan di lapak yang ada di pasar buku. Hanya saja, jarang yang merasa perlu membaca dari halaman pertama hingga akhir, kemudian membuatkan semacam catatan tentang apa yang dibaca. 

Buku pertama yang saya baca dan memberikan catatan sekedarnya di Goodreads adalah The Land and Wildlife of Tropical Asia. Butuh sekitar 10 hari, atau lebih, saya sudah tak ingat, untuk bisa menuntaskannya. Maklum, ukuran huruf kecil dan kemampuan bahasa saya yang sangat standar.

Penulis: S. Dillon Ripley and the Editors of Time-Life Books
Cetakan: Pertama-1970

Terdapat 8 bagian dalam buku ini. Mulai dari The South-Eastern Realm, In The Great Forest, An Insect Treasure Trove, sampai The Human Invasion. Kovernya langsung membuat saya terpesona, badak bercula  satu.

Bisa dikatakan masa kecil saya dihabiskan dengan memandang rak buku papa yang penuh dengan seri ini. Saya masih ingat, sekali dalam jangka waktu tertentu, ada om yang datang ke rumah dan membawa 1 buku baru dari seri ini (belakangan baru saya tahu kalau lamanya sebulan).

Kedatangannya selalu dinantikan oleh papa. Pernah suatu hari, buku yang dibawa adalah buku yang sudah dimiliki, terbayang betapa kecewanya papa. Si om yang merasa bersalah memberikan buku tersebut sebagai hadiah.

Kedua pria tersebut saling merasa tidak enak hati. Yang satu merasa tidak enak sudah mengecewakan pelanggan yang mengharapkan buku baru, yang lain merasa tidak enak karena harus menerima buku gratis yang harganya lumayan.

Saya? Senang! Karena akhirnya buku tersebut dihadiahkan untuk saya. Wah rasanya bangga sekali punya satu buku yang serupa dengan yang ada di rak buku papa. Saya memperoleh judul South America dengan gambar burung dominasi warna hijau. 

Sayangnya, buku yang ada di antar si om berbahasa Inggris, sementara saya yang masih SD belum paham bahasa tersebut (kala itu belum banyak SD yg memasukan Bahasa Inggris dalam kurikulum). Sekarang sebenarnya juga masih belum canggih hi hi hi.

Namun, senang saja melihat gambar-gambar yang ada. Jika ada sesuatu yang sepertinya menarik, saya akan bertanya tentang informasi terkait gambar tersebut. Kadang saya kurang paham dengan yang dijelaskan, hanya menganggukan kepala saja, malu rasanya mengaku tidak mengerti, padahal tadi ribut bertanya.

Untuk bisa meminjam, butuh ritual ketat. Salah satunya harus mencuci tangan sampai bersih dan dilap kering baru memegang buku ini. Mungkin karena saat itu buku-buku seperti ini merupakan barang yang dianggap eksekutif. Perlu dijaga dengan sangat baik. Untunglah saya berkesempatan membaca eh melihat, tidak sekedar menjadi pajangan di rumah saja.

Kemudian, tak sengaja menemukan versi bahasa Indonesia dalam judul yang tidak ada dalam koleksi papa. Coba membeli 1 dari lapak yang menawarkan harga paling murah, eh ternyata malah mendapat kejutan.
Penulis: James M. Tanner, Gordon Rattray Taylor, Para Editor Pusraka Time-Life
Cetakan: Pertama-1981
Halaman: 199
Penerbit: Tira Pustaka

Buku ini berisikan aneka informasi tentang proses pertumbuhan manusia yang bukan merupakan hal sederhana, penuh liku dan rumit. Jika dicermati dari  berbagai disiplin ilmu, berbagai eksperimen, dan  sejarah keberadaan manusia, merupakan hal yang menarik.

Perhatikan saja, dalam sebuah keluarga, tidak semua perawakan sama. Memang ada yang serupa, namun ada juga yang sama sekali tidak menyerupai. Belum tingkah polahnya, ada yang menyerupai

Ada 8 bagian dalam buku ini. Mulai dari  Tantangan Abad ke-20, Beberapa Ukuran Pertumbuhan, Tahun-tahun yang Penuh Gejolak,  hingga Mengganggu Alam. Sepertinya  tiap buku memang hanya terdiri dari 8 bagian.

Menariknya, pada tiap bagian terdapat esai bergambar terkait dengan isi bagian. Misalnya, pada bagian Dua Bulan Pertama, terdapat  esai bergambar dengan judul Menciptakan Organisme dengan Sel. Dalam Beberapa Ukuran Pertumbuhan,
esai bergambar berjudul Mencari-cari Rahasia Perkembangan.

Pada bagian belakang, saya menemukan stempel. Ternyata buku yang dibeli bisa dikatakan merupakan koleksi atau arsip dari penerbit. Malah jadi mencari informasi tentang keberadaan penerbit ini. Luar biasa juga mampu menerbitkan terjemahan seri ini pada tahun 80-an.

Isi buku ini bisa dikatakan 80% masih baik, cetakannya masih terlihat sangat jelas. Hanya saja memang mulai ada noda kuning di beberapa bagian. Meski demikian, saya harus membuka perlahan karena halaman mulai lepas karena lem sudah tidak berfungsi.  Mengingat usia buku, rasanya wajar. 

Hem..., rasanya perlu juga mencari judul-judul lain guna melengkapi yang sudah ada.

Selasa, 15 April 2025

2025 #4: Mimin Dan Perpustakaan

Judul buku: Perpustakaan Mengantar Mimin Pintar
Penulis: M. Amin Hasan
Perancang kulit: Anggit A.B
Ilustrasi dalam:HR. Sunatha Ujung
Nomor kode penerbit: 12.3991.WJ.1994
Halaman: 32
Cetakan: Kedua-1993
Penerbit: PT Wangsa Jatra Lestari

"Bagaimana  cara kalian belajar?"

"Kami telah mendirikan perpustakaan. Tempatnya di rumah Mimin. Di sanalah tempat kami membaca buku, isi ceritanya menarik. Seperti yang kami ceritakan tadi, Bu" jawab Anas.

"Bagus sekali. Itulah gunanya kalau rajin membaca. Ibu ucapkan selamat atas kerjasama kalian." tutur Ibu Guru Senang.

Seperti biasa, buku menarik ini saya beli dari lapak buku daring langganan. Harganya memang tidak semurah biasanya, mungkin karena kondisinya bisa dikatakan 85% bagus.

Bagian pertama yang menarik perhatian ketika melihat iklan tentang buku ini adalah kata "Perpustakaan" serta tulisan di pojok kanan atas "MILIK NEGARA..." . Artinya ini merupakan salah satu buku dari Proyek/Bagian Proyek Penyediaan Buku Bacaan Anak-anak Sekolah Dasar. pada tahun 1993. Buku yang saya miliki merupakan cetakan kedua, cetakan pertama terbit pada tahun 1993. 

Buku ini mengisahkan tentang seorang anak kelas 2 SD bernama Mimin yang gemar membaca. Pada bagian Kata Pengantar, disebutkan bahwa Mimin  rajin membaca buku perpustakaan sekolah. 

Ia merasa tidak puas dengan buku yang ada di perpustakaan sekolah saja, ia ingin memiliki koleksi buku yang banyak di rumah. Untungnya kedua orang tua Mimin sangat mendukung keinginannya.

Bagian pembuka yang menarik, namun dalam kisah, sama sekali hal tersebut tidak disinggung. Yang ada justru tentang Mimin yang mengadakan perayaan ulang tahun dan mendapatkan berbagai hadiah. Termasuk 11 buku cerita dan 9 majalah anak-anak.

Mulanya Mimin kebingungan akan menyimpan di mana seluruh hadiah buku dan majalah  yang ia terima.  Ayah Mimin kemudian membuatkan semacam tempat penyimpanan buku. 
 Perpustakaan Mengantar Mimin Pintar 
 Halaman 19

Jika melihat ilustrasi yang ada, rak yang dibuat cukup besar. Terlalu besar untuk menyimpan hanya 11 buku dan 9 majalah. Sang ayah menambahkan dengan 5 buku cerita dan anak-anak membeli beberapa buku lagi, supaya rak bisa lebih terisi.

Oh, ya, terlewat sedikit. Mimin memiliki 2 orang sahabat bernama Anas dan Ani. Mereka juga sekelas.  Ketiganya  digambarkan cukup dekat, sehingga untuk merapikan buku dan majalah hadiah ulang tahun Mimin ke rak yang baru dibuatkan ayahnya,  dilakukan bersama-sama. 

Cerita berlanjut dengan ketiganya yang sepakat akan membaca setiap sore. Setelah membaca, mereka akan saling menceritakan isi buku yang dibaca. Dengan demikian, kedua teman yang lain bisa mengetahui apa isi buku tersebut.

Suatu hari, pada pelajaran Bahasa Indonesia, yang kebetulan jatuh pada jam pelajaran terakhir (saya kurang paham kenapa hal ini perlu disampaikan oleh penulis ^_^), mereka diharuskan membuat sebuah cerita pendek yang nanti dibacakan di depan kelas pada pertemuan berikutnya. Cerita yang dianggap menarik, akan mendapatkan hadiah.

Seperti bisa diduga, ketiga tokoh dalam kisah kita ini menjadi juara. Mimin  menjadi juara kedua, sedangkan Anas menjadi juara pertama, Ani menjadi juara ketiga. 

Padahal saya semula menduga Mimin menjadi juara pertama hi hi hi. Maklum, biasanya begitulah sebuah kisah. Jagoan alias tokoh utama akan memenangkan lomba.

Ibu Guru merasa kagum pada ketiganya  karena terlihat tidak mengalami kesulitan ketika mengarang sebuah cerita dibandingkan teman-teman yang lain. Ternyata hal itu dikarenakan ketiga gemar membaca di perpustakaan yang ada di rumah Mimin.

Bagian akhir ini seakan memberikan informasi bahwa membaca buku cerita merupakan hal yang baik untuk dilakukan. Dan diharapkan agar lebih banyak siswa yang memiliki perpustakaan di rumah masing-masing.

Memang tidak ada yang salah dengan membaca buku cerita, tapi umumnya dalam buku sejenis ini, penulis akan menganjurkan untuk membaca buku pengetahuan umum. Hal ini juga senada dengan yang ada pada paragraf awal di Kata Pengantar.

Baiklah, mungkin saya yang terlalu cerewet, tapi untuk buku yang diperuntukan bagi anak SD, tentunya perlu dibuat dengan lebih baik lagi.  Apakah 

Misalnya saja, tata letak dalam buku ini bisa dikatakan kacau balau. Posisi kalimat yang satu dengan yang lain tidak diatur dengan rapi. Paragraf yang satu dengan yang lain tidak diberi jarak sehingga seakan menempel. Kalau bukan paragraf, sebaiknya juga tidak dicetak seperti itu.

Bagian ilustrasinya menarik. Andai saya anak SD, sudah bisa dipastikan saya akan sangat menyukai buku ini.  jadi membayangkan seandainya dibuat dengan berwarna, pasti akan luar biasa sekali.

Pada informasi terkait buku, saya menemukan ada Nomor kode penerbit, yaitu 12.3991.WJ.1994. Tapi tidak ada ISBN, padahal buku ini dicetak pada tahun 1994. Padahal di tanah air, ISBN mulai digunakan sejak tahun 1986.

Ada sebuah bagian dari kisah ini yang justru membuat saya teringat pada zaman SD dulu, tentunya bukan tahun 1994 ^_^. Mimin juga digambarkan sebagai anak yang baik hati. Hal ini terbukti dengan ia membagikan kepada masing-masing sahabatnya 3 buku tulis dari hadiah ulang tahun yang ia terima.

Ketika saya SD dulu, buku tulis merupakan hadiah yang paling umum diberikan karena dianggap paling cocok. Ada juga yang memberikan alat tulis dan lainnya. Tapi sebagian besar teman sekolah akan memberikan hadiah buku tulis.

Saya kurang yakin pada tahun 1994, buku tulis masih merupakan hadiah yang paling banyak diberikan. Banyak pilihan lain yang tersedia, ditambah dengan menjamurnya toko pernak-pernik dengan harga sangat terjangkau saat itu.

Hem..., sepertinya saya perlu cari tahu, apakah saat ini masih ada kegiatan menghadirkan buku-buku sejenis.

Sumber gambar:
Perpustakaan Mengantar Mimin Pintar



Sabtu, 15 Februari 2025

2025#3: Kisah Perpustakaan yang Hilang

Penulis: Rebecca Stead dan Wendy Mass
Penerjemah: Reita Ariyanti
Editor: Vania Adinda
ISBN: 9786020678801
Cetakan: Ketiga-Januari 2025
Halaman: 240
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 69.000
Rating: 3.25/5

 "AMBIL BUKU, TINGGALKAN BUKU. ATAU DUA-DUANYA!"

Demikian isi pengumuman yang terpasang di sebuah perpustakaan mini. Hem..., susah juga pilihannya. Sebagai penggila buku, tentunya saya akan mengambil buku. Jika kebetulan ada buku dobel atau tidak sesuai dengan selera, bisa ditinggalkan sebagai penukar buku yang diambil. 

Jika tidak, ada rasa sungkan untuk mengambil banyak, padahal begitu banyak buku yang menarik untuk dibawa pulang. Namun, setelah beberapa kali meninggalkan buku di area baca umum dan menemukan buku-buku tersebut raib, rasanya enggan untuk meninggalkan lagi. Jadi izinkan saya egois dengan mengambil beberapa buku yang paling menarik perhatian.

https://www.goodreads.com/book/show/
211029403-la-biblioteca-scomparsa
Bagi Evan, pilihannya lebih mudah. Ketika ia melihat ada  perpustakaan kecil  gratis muncul di kotanya-Martinville, dan menemukan  pesan "AMBIL BUKU, TINGGALKAN BUKU. ATAU DUA-DUANYA!" segera ia mengambil 2 buah buku untuk dibawa pulang. Ternyata buku yang ia ambil dahulu merupakan bagian dari koleksi Perpustakaan Martinville. 

Sebenarnya bukan hal aneh jika sebuah perpustakaan mengeluarkan buku dari koleksinya dengan berbagai pertimbangan, kemudian  membagikan pada yang membutuhkan. Masalahnya, perpustakaan tersebut sudah tidak ada lagi, terbakar sejak 20 tahun lalu! Lalu dari mana asalnya buku-buku tersebut?

Evan menemukan nama ayahnya pada kartu peminjam yang ada di belakang salah satu buku. Ia  juga menemukan nama penulis terkenal pada kartu peminjaman buku yang lain. Siapa mengira, kedua buku yang diambil Evan membawanya pada rahasia besar yang terpendam selama 20 tahun.

Dahulu,  memang ada perpustakaan di kota mereka. Sebuah kebakaran yang diduga berasal dari ruang bawah tanah membuat perpustakaan tersebut hangus hingga tidak digunakan lagi. 

Seorang anak magang diintrograsi polisi karena  merupakan orang terakhir yang berada di ruang bawah tanah. Namanya dirahasiakan demi keamanan. Walau tak ada bukti cukup untuk menjadikannya tersangka, banyak penduduk yang beranggapan demikian.


Kisah ini sebenarnya sederhana, tentang sebuah perpustakan yang hancur akibat kebakaran  dan terbengkalai. Tapi karena diceritakan secara bergantian dari sudut pandang para  tokoh, Mortiner, Evan, dan AL, membuat kisah menawarkan nuansa yang berbeda.

Oh, ya baru pada bagian belakang saya tahu bahwa AL bukan nama orang, tapi singkatan dari  Assistant Librarian. Harusnya sadar kenapa tertulis AL bukan Al.

Secara iseng, saya menghitung berapa bab yang menjadi "jatah" masing-masing tokoh. Ternyata Mortiner mendapat 10 bab, AL 14 bab, Evan 15 bab. Ada juga bab yg diberi judul "Semua Orang" di halaman 40, dan Epilog untuk masing-masing tokoh.

Tak hanya soal perpustakaan, bagaimana hubungan ayah-anak juga dikisahkan dalam buku ini.  Juga tentang bagaimana persahabatan membuat seseorang rela berkorban untuk sahabatnya.

Bagian ini, membawa ingatan pada film lawas Ghost, pada adegan ketika Sam Wheat (diperankan oleh Patrick Swayze), tidak bisa melintasi cahaya yang menuju ke surga karena masih ada urusan yang belum selesai di dunia. Jadul ya saya.

Buku yang menarik sebenarnya, hanya saya tidak merasakan "roh kisah" dalam buku ini.  Beberapa bagian yang harusnya mampu menguras emosi, malah terasa hambar.
https://www.goodreads.com/book/show/
222623618-kedi-ve-hayalet

Ada juga bagian dimana  narasi yang disajikan seakan tidak berhubungan satu dengan lainnya. Terdapat juga "bolong" kisah yang berakibat kisah tidak terbangun dengan optimal.

Saya coba mencari tahu target pembaca dan penulis buku ini.Siapa  tahu, karena diperuntukan bagi anak-anak atau remaja, ada bagian yang dibuat menyesuaikan dengan pemikiran mereka. Sehingga ketika dibaca oleh orang dewasa berkesan datar. 

Pada Goodreads, ditemukan bahwa buku ini mendapat penghargaan  Mythopoeic Fantasy Award Nominee for Children's Literature (2024), Pennsylvania Young Readers' Choice Award Nominee for Grades 3-6 (2025), Vermont Golden Dome Book Award Nominee (2025). Pantas, buku ini memang lebih cocok dibaca atau dijadikan bahan dongeng untuk anak-anak.

Misalnya tentang banyak yang melakukan komplain pada ayah Evan karena tikus yang diusirkan kembali ke rumah. Menuruh beliau, tikus-tikus itu dibawa dan dilepas di hutan terdekat. Entah bagaimana, mereka bisa menemukan jalan pulang. Mengingatkan tentang sebuah kisah klasik bukan?

Pada blurd, pembaca sudah diberikan bocoran bahwa ada hantu dan kucing yang menjadi tokoh dalam kisah. Apakah kucing juga merupakan hantu? Atau salah seorang pegawai? Silakan cari tahu sendiri dalam buku ini.


Jika dicermati, ini buku kesekian yang mengusung kucing sebagai salah satu tokoh dalam kisah. Mungkinkah sedang ada tren baru? Jika diingat, buku pertama dengan tokoh kucing yang saya baca adalah Dewey: Kucing Perpustakaan Kota Kecil yang Bikin Dunia Jatuh Hati karya  Vicki Myron dan Bret Witter yang diterbitkan pertama kali di tanah air  oleh Penerbit Serambi pada tahun 2009.

Kalimat favorit saya dalam buku ini adalah:
Kadang, kita terlalu percaya pada isi buku sehingga beranggapan bahwa kehidupan akan seindah kisah dalam buku. 

Ada sahabat saya yang begitu tergila-gila pada sebuah buku motivasi. Segala langkah yang diajarkan diikuti, namun ternyata hasilnya tak seperti yang dijanjikan dalam buku. Ia lupa, ada faktor tak terlihat yang berbeda pada tiap orang. 

Buku tersebut hanya memberikan saran dan arahan, hasilnya tiap orang tidak akan sama. Mungkin ia termasuk dalam  golongan yang tidak bisa mendapatkan hasil sesempurna yang ditawarkan buku. 

Bukan salah penulisnya juga. Karena begitulah kehidupan ini, tak ada yang pasti 100%.  Kecuali, kematian yang kelak akan menjemput.

Menarik untuk dijadikan hadiah bagi anak-anak.

Sumber Gambar:
https://www.goodreads.com

Selasa, 21 Januari 2025

2025#2: Odd and Frost Giant

Penulis: Neil Gaiman 
Ilustrasi: Brett Helquist 
ISBN-10: 0061671738
ISBN-13: 9780061671739
Halaman:128
Cetakan:Pertama-November 2009
Penerbit:HarperCollins;
Rating: 3.5/5

"Nothing's going on," said the fox brightly. "Just a few talking animals. Nothing to worry about. Happens every day. We'll be out of your hair first thing in the morning."
-hal 29-

Odd adalah seorang bocah 12 tahun yang tak jauh berbeda dengan yang lainnya. Ayahnya seorang penebang kayu yang tenggelam saat Viking melakukan serangan. Ibu yang sudah memiliki keluarga baru bisa dikatakan abai akan keberadaannya. Ia benar-benar sendiri.

Pada suatu musim dingin, ia pergi ke hutan. Rencananya Odd akan tinggal di  gubuk berburu milik sang ayah. Seekor rubah mendatanginya seolah-olah meminta bantuan.  Tak terduga, ia dimita membantu seekor beruang yang mengalami kesulitan.  Dari rubah, beruang, terakhir burung rajawali, ada tuga binatang yang sekarang selalu berada dekatnya.

Siapa mengira ternyata ketiga binatang tersebut bukanlah binatang biasa. Ketiganya adalah para dewa menurut mitologi  Nordik, Loki, Odin dan Thor. Ketiganya terpaksa meninggalkan Asgard setelah mengalami perseteruan dengan "The Frost Giant". 

https://www.goodreads.com/book/
show/53344706-odd-ve-ayaz-devleri















Kebaikan hati Odd membuatnya tersentuh untuk membantu ketiga dewa yang berubah wujud. Bersama mereka menempuh perjalanan menuju Asgard. Sampainya di sana, ternyata hanya Odd yang bisa memasuki Asgard untuk bertemu dengan "The Frost Giant". Nasib ketiganya tergantung bagaimana usaha Odd membereskan masalah.

Usut punya usut, ternyata "The Frost Giant" melakukan berbagai upaya untuk mengusir ketiganya karena sakit hati akibat perbuatan ketiga dewa tersebut pada adiknya. Dipikir-pikir, kalau saya, bisa saja saya berbuat hal yang sama. Siapa yang tidak sakit hati jika ditipu?

Bukan hal mudah untuk bisa membujuk "The Frost Giant" agar mau kembali ke dunianya dan membebaskan ketiga dewa. Selama ini di Asgard terdapat tembok yang membatasnya dengan dunia raksaksa. Jika tembok runtuh, maka raksaksa dengan mudah memasuki Asgard.


Akhir kisah, tentunya bisa ditebak. Odd berhasil menyelesakan masalah yang menimpa para dewa. Sebagai hadiah,  ia diperkenankan meminum air dari Sumur Mimir. Ia juga bisa berkumpul kembali dengan ibunya kembali. 

Kejutan! Saat ia kembali, penampilannya sudah tidak seperti anak berusia 12 tahun. Entah karena ia meminum air dari Sumur Mimir, atau waktu di Asgard berbeda dengan yang berlaku di bumi. Tapi bagaimana penampilan Odd, seorang ibu akan selalu mengenali anaknya.
https://www.goodreads.com/book
/show/12998921

Kisah ini memberikan pesan moral pada anak-anak agar teguh memegang janjinya. Jika sudah berjanji, maka harus dipenuhi jangan sampai ingkar jika tidak ingin mendapatkan kesusahan. 

Menolong adalah sebuah perbuatan yang mulia, apalagi jika dilakukan dengan tulus tanpa mengharapkan balas jasa.  Kita tidak pernah tahu balasan yang diterima dari perbuatan yang kita lakukan. 

Odd hanya ingin menolong hewan yang ternyata adalah para dewa, Ia mendapat kesempatan minum air Sumur Mimir, sumur pengetahuan. Tidak semua orang bisa meminum air dari sumur tersebut, tidak juga para dewa. Sungguh beruntungnya Odd.

Dalam kisah ini juga disebut-sebut tentang bagaimana menarik dan cantiknya Dewi Freya.  Sosok sang dewi memang dikenal memiliki wajah yang paling cantik di seluruh valhalla-tempat para pejuang pilihan yang gugur tinggal bersama Odin di Asgrad.

Buku yang saya baca merupakan hibah dari seseorang yang spesial he he he. Karena harus pindah kost yang sudah ditinggali selama 10 tahun lebih, maka ia memutuskan membagikan buku-buku koleksinya, tentunya saya menerima semua kiriman dengan bahagia.

https://www.goodreads.com/book/
show/7903710-odd-i-lodowi-olbrzym
i











Ternyata ketika melakukan pengecekan di Goodreads, ratingnya lumayan juga. Memang karya Neil Gaiman selalu menawan. Kisah ini juga sudah diterjemahkan dalam aneka bahasa. Untuk ilustrasi, saya paling suka versi bahasa Polish. 

Entah kenapa ketika pertama kali melihat buku ini, yang terbayang adalah buku berjudul The Golden Compass, dari  Philip Pullman. Versi kover film jika saya tidak salah ingat, menampilkan seorang anak (tapi perempuan) yang sedang menunggangi seekor binatang berbulu putih.

Saya sempat merasa kesal, bagaimana bisa anak usia 12 tahun dianggap mampu menyelamatkan dewa. Tapi ketika teringat kisah ini diperuntukan untuk anak-anak, baiklah! Kita terima saja kondisinya begitu.

Ketika kisah ini sampai pada bagian yang menyebutkan bahwa ketiga binatang sebenarnya adalah para dewam otomatis jadi teringat cergam berseri Valhalla karya Peter Madsen yang diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan pada tahun 1993. 

Menghibur.

Selasa, 14 Januari 2025

2025#1: Salon Jiwa

Penulis: Shan Patricia
Editor: Ika Yuliana Kurniasih
Ilustrator: Abdul M
ISBN: 9786238728053
Cetakan: Pertama-Desember 2024
Halaman: 416
Penerbit: Falcon Publishing
Harga: Rp 119.000
Rating: 4/5
Kata orang, hanya perlu sebuah pertanyaan yang tepat, maka segala hal bisa  terungkap. 
Salon Asmaraloka bisa dikatakan sebuah salon yang unik. Bukan karena perlengkapan yang serba mewah, atau beragam perawatan yang ditawarkan, tapi ada hal yang lebih spesial lagi. Pelanggan yang mengalami berbagai masalah, bisa menemukan solusi, minimal  kedamaian setelah berkunjung ke sana.

Dengan memberikan pelayanan secara maksimal dengan tulus, serta mengajak pelanggan mengobrol, kemudian memberikan pertanyaan yang tepat, maka pelanggan akan menceritakan semua keluh-kesah tentang masalah yang mereka hadapi tanpa merasa sungkan.

Sebutlah Ayudya yang mengalami alopecia areata-penyakit autoimun yang menyebabkan kerontokan rambut. Sebagai seorang beauty influcer tentunya ia diharapkan memiliki penampilan yang menarik. Guna mengatasi kepalanya yang plontos, ia memakai wig. 

Berbagai upaya  dilakukan oleh Ayudya untuk meraih kesuksesan. Memang kesuksesan berhasil diraih namun, ia merasa bukan menjadi dirinya. Ditambah klonflik dengan orang tua. Melalui Salon Asmaraloka, ia menemukan jadi dirinya. Menjadi seorang beauty influcer  tanpa perlu menutupi kondisinya sebagai penderita alopecia areata.

Hubungan Iko  dengan Ibunya memang tidak sehat. Ibu Arnis menganggap anak bungsunya sebagai penyebab kematian suaminya. Ditambah  dengan gaya hidup Hikikomori-menarik diri dari kehidupan sosial dan mengisolasi diri di rumah selama waktu yang lama, yang dipilih Iko. Sudah 20 tahun Iko berdiam di kamarnya. 

Padahal. Iko hanya butuh didengar saja. Entah  berapa kali ia menyampaikan sesuatu, alih-alih mendengarkan Ibu Arnis justru menjadikannya sebagai pihak yang salah. Tak ketinggalan membandingkan dengan kakak perempuannya yang bisa dianggap sebagai sosok anak idaman. 

Bisa juga cara Iko menyampaikan keinginannya salah karena ia tak tahu bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan ibunya. Dengan keegoisan masing-masing keduanya merasa sebagai pihak yang benar.

Apakah cerita dalam buku ini bisa disebut sebagai cerita berbingkai?  Seingat saya, cerita  berbingkai adalah cerita yang terdiri dari satu cerita utama dimana dalam cerita tersebut terdapat beberapa cerita terkait yang disisipkan. 

Cerita utama dalam buku ini  bisa kita asumsikan sebagai cerita Marissa dalam mengelola Salon Asmaraloka. Sementara kisah sisipan adalah kisah para pelanggan salon yang ditolong Marissa.

Sayangnya, semangat menolong Marissa berbanding balik dengan jumlah pendapat yang masuk. Berbagai masalah keuangan membayangi salon. Dari gaji pegawai yang harus dibayarkan setengah terlebih dahulu, hingga pembayaran listrik yang terpaksa mempergunakan uang pribadi, hanyalah sebagian kecil masalah.
"Tapi, Bu, cerita-cerita pengunjung 'kan kagak bayarin gaji Tina sama Markus."
-hal 47-
Begitulah. Sebagai pembaca, saya juga merasa gemas pada Marissa. Terlalu bersemangat menolong sampai melupakan kewajiban pada staf salon. Sempat juga saya merasa setuju dengan apa yang disampaikan oleh salah satu tokoh, terlalu fokus menolong pelanggan tapi melupakan staf.

Pada bagian akhir terungkap alasan kenapa Marissa begitu bersikeras ingin memiliki salon sejak kecil. Termasuk siapa sosok yang sering ia kunjungi di Lembaga Pemasyarakatan.

Tidak bermaksud spoiler, tapi bagian yang mengisahkan bagaimana Marissa bisa bertemu dengan sosok yang ia cari selama 22 tahun, membuat saya gemas. Kenapa dibuat ala sinetron warga +62? Harusnya bisa diperhalus. 

Misalnya ternyata sosok yang dicari oleh Marissa adalah karyawan salah satu pelanggannya. Atau bisa juga ternyata ada pelanggan yang tahu tentang sosok yang dicari Marissa dan membantu mempertemukan keduanya. Pilihan lagi, ternyata  saudara dari salah satu pelanggan. Intinya dibuat agak sulit jangan kebetulan semata.

Tapi..., kemudian saya merenung. Kadang, dalam kehidupan ini  banyak kejadian yang seperti kebetulan terjadi, seakan tak masuk akal, tapi terjadi. Jadi, mari kita anggap saja memang begitulah jalan yang harus dilalui oleh Marissa untuk bisa menemukan apa yang ia cari selama sekian puluh tahun.

Sesuai judul, kisah ini mengambil setting salon. Sayangnya, unsur "salon" kurang terasa dalam kisah ini. Misalnya, ketika sedang melakukan creambath, ditambah keterangan tentang krim yang dipakai dan manfaatnya. 

Shanen menambahkan unsur kucing sebagai sarana. Kecintaannya pada kucing membuat ia memberikan peranan penting dalam kisah ini. Anggapan kucing belang tiga membawa rezeki, juga dijadikan bagian dalam kisah.

Selain mengisahkan tentang para pelanggan, jika diperhatikan dengan lebih seksama, buku ini memberikan informasi bahwa usaha apa saja yang digeluti, tanpa promosi yang menarik, terutama melalui media sosial, jumlah pelanggan yang bisa diperoleh tak akan berarti banyak.

Keengganan Marissa mempromosikan salon melalui sosial media, terbukti nyaris membuat salon gulung tikar. Siapa juga yang mau mendetangi salon di tempat tak mentereng seperti itu. Belum lagi tampilan luar salon yang tidak mengundang minat untuk disambangi.

Layanan terbaik yang ditawarkan tak akan mampu menarik pelanggan jika tidak ada yang tahu. Untunglah pada akhirnya Marissa mau berkompromi dengan keadaan.  Bahkan melalui sosial media pula upaya Marissa mencari seseorang bisa terlaksana. 

Kita bisa mendapatkan pembelajaran, bahwa sosial media jika dipergunakan dengan bijak dapat menjadi alat untuk membantu seseorang. Ibarat dua sisi uang, semuanya tergantung bagaimana pemanfaatannya.

Salon kembali bangkit dengan aneka pelanggan. Marissa juga menemukan kebahagiaan. Dan Hara, salahs atu pelanggan yang juga dibantunya, menemukan tempat untuk menyalurkan kegemarannya secara positif.

Oh ya, saya agak lupa. Apakah ada uraian singkat tentang alopecia areata dan Hikikomori. Mungkin saja kedua istilah tersebut sudah cukup dimengerti maknanya oleh banyak pembaca. Namun tak ada salahnya memberikan informasi agar terdapat kesamaan persepsi.

Begitulah kisah ini berakhir.  Cerita ala penerbit satu ini selalu memberikan akhir yang membahagiakan. Tidak salah memang, siapa juga yang suka dengan akhir yang menyedihkan he he he.

Buku ini diberi judul Salon Jiwa, padahal nama salon dalam kisah adalah Salon Asmaraloka. Jika tidak salah mengartikan, Asmaraloka bisa berarti alam cinta kasih. Diharapkan para pelanggan salon bisa mendapatkan cinta kasih dalam kehidupan setelah berkunjung ke salon. 

Salon  memiliki fungsi untuk melakukan perawatan dan mempercantik bagian tubuh. Salon Jiwa, bisa kita asumsikan, melakukan "perawatan" pada jiwa para pelanggannya. Tidak hanya badan, jiwa juga perlu dirawat bukan?

Ada satu kalimat yang saya suka dalam buku ini, ada di halaman 221.
"Tidak semua gelas yang pecah memiliki kepingan utuh  untuk bisa dipersatukan kembali. Kadang-kadang tibalah waktunya kita merelakan suatu keadaan yang takkan menjadi seperti semula."

Jadi, berdamailah dengan keadaan karena kita tidak bisa mengembalikan keadaan seperti semula 100% jika sudah mengalami suatu kejadian. 

Oh, ya walau kenal dengan penulis, saya tetap membeli buku ini melalu jalur resmi. Jika kita mendukung sahabat atau kerabat yang sedang merintis menjadi penulis, upaya yang kita lakukan adalah mulai dari hal sederhana, beli bukunya jangan minta gratisan. 




Selasa, 31 Desember 2024

2024#22: Kisah Tiga keluarga dan Teh

Penulis: Artie Ahmad
Penyunting: Ariel Seraphino
Ilustrasi Sampul: Abdul M.
ISBN: 9786026714961 
Halaman:216
Cetakan: Pertama-Juni 2024
Penerbit: Falcon Publishing
Harga: Rp 75.000
Rating: 4/5

Daun-daun teh  terlihat basah karena embun. Kabut pagi ini turun, cuaca menjadi sangat dingin. Menuju tengah hari, matahari mulai bersinar lebih terik.
-hal 92-

Teh merupakan komoditi yang dihasilkan di desa tempat tinggal para tokoh dalam buku ini. Sebuah desa perkebunan teh yang sejuk dan jauh dari kota. Teh jua yang menjadi penghubung para tokoh utama dalam buku ini,  Samhadi, Burnomo, dan Raslan 

Bagi penduduk desa, Samhadi-Juragan Sam,  merupakan sosok yang murah hati. Tidak saja karena sering memberikan sembako, ia juga membantu buruh yang mengalami masalah keuangan. Misalnya dengan pinjaman lunak dengan pembayaran potong upah. 

Namun citranya hancur ketika Lurah Pambudi mengakui keburukan yang dia lakukan atas tekanan Juragan Sam. Penduduk percaya pada pengakuan Lurah Pambudi, karena selain Juragan Sam yang menjaminnya saat pemilihan dahulu, beliau juga masih tergolong pamannya. Penduduk yang semula memuja, berbalik menjadikannya sebagai tokoh yang jahat.  
"Gampang itu, bisa jadi lurah kamu tahun ini. Tapi tentu ada syaratnya."

"Apa itu, Paklik?"

"Setiap aku meminta tolong apa pun kepadamu, kamu tidak boleh menolak."

Berbekal pendidikan teh  tingkat internasional,   Burnomo  dikenal sebagai pakar teh yang mumpuni.    Kali ini,  ia membawa anak dan istrinya untuk tinggal di desa dan mengembangkan  industri teh.  Salah satunya dengan membeli perkebunan teh milik Koh Akong.

Urusan pembelian perkebunan Koh Akong membuat Burnomo harus bersiteru dengan Juragan Sam. Sebenarnya secara hukum ia menang. Proses jual-beli berlangsung dengan lancar, sertifikat juga  sudah ditangan. 

Hanya saja, Juragan Sam seakan  tidak rela jika harus mengaku kalah. Ia memprovokasi penduduk agar menolak bekerja di perkebunan Burnomo. Bukan Burnomo  namanya jika ia merasa gentar.

Tokoh ketiga, Raslan,  merupakan buruh teh yang tak pernah mengeluh. Ia merasa kehidupannya memang sudah begitu adanya.  Yang penting gaji yang ia serahkan pada istrinya, Sri,  dapat mencukupi semua kebutuhan walau seadanya.  Mau bagaimana lagi, upahnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. 

Ketika  sepatu anak pertamanya  sudah tidak bisa dibetulkan lagi, ketika istrinya bercerita bahwa ia sama sekali tidak pernah dibelikan emas, baru ia menyadari betapa susah hidup keluargnya. Selama ini, Raslan merasa sembako dari Juragan Sam sudah sangat membantu kehidupan keluarganya. Ternyata tidak. Hidup ternyata tidak seperti yang ia kira.
 
Raslan juga mengira Burnomo akan tetap sama seperti zaman mereka kecil, ia kembali salah. Burnomo malah mengatakan ia tak mengenal Raslan ketika suatu sore Raslan mengunjungi rumahnya.

Raslan memang merupakan buruh pada perkebunan teh milik Juragan Sam.  Banyak hal terkait juragan Sam yang ia ketahui tapi disimpan rapat-rapat.  
 Ia juga teman kecil Burnomo.  Tak terhitung juga berbagai kenangan masa kecil dengan Burnomo yang bisa ia jadikan topik ketika berada di warung kopi. Tapi Raslan memilih untuk diam ketika orang ramai membicarakan Juragan Sam dan Burnomo.

Tiga keluarga dengan latar belakang  dan kisah kehidupan yang berbeda satu dengan lain namun terhubung karena urusan teh. 

Melalui sosok Juragan Sam, pembaca diingatkan untuk selalu mawas diri. Kekuasaan dan kekayaan bisa membuat orang terlena sehinga tak sadar apa yang dilakukan. Apa lagi jika dipergunakan untuk hal-hal yang kurang baik.  Bukan nama baik yang ia tinggalkan, namun kebencian orang pada dirinya.

Raslan membuat pembaca untuk menghargai diri. Hidup sederhana dan selalu bersyukur memang baik, namun bukan berarti tidak memiliki keinginan untuk bisa memiliki kehidupan lebih baik lagi. Tak ada salahnya berkeinginan untuk punya banyak uang, asal diperoleh dengan cara yang halal.

Ketika Raslan melakukan hal yang tak pernah terbayangkan seumur hidup, jelas ia salah. Bahkan walau perbuatan itu dilakukan atas nama kasih sayang anak. Untung, hati nuraninya masih membuatnya sadar.

Burnomo memang seorang pekerja keras. Keuletannya menjadikan ia sebagai seorang pakar teh yang sukses. Hanya saja, ia lupa ada seorang perempuan yang selalu mendukung dan mendoakannya hingga ia makin berkibar. Entah kenapa, ia tak bisa mencintai istrinya seperti ia mencintai teh.

Penyesalan memang akan muncul belakangan. Sekarang, Burnomo harus hidup dengan menyesali perbuatannya dan hidup dalam kenangan pahit akan anak dan istrinya. Mengembalikan cincin kesayangan sang istri, tak akan mengubah apa pun.

Kisah dalam buku diakhiri dengan adegan yang menyentuh. Begitulah, setelah sekian lama perasaan pembaca diobrak-abrik dengan aneka hal, Jeng Artie seakan menghentikan waktu agar para membaca bisa merenungi peristiwa yang baru para tokoh alami.

Karena selama ini mengetahui Jeng Artie jago melukis, saya berharap ada ilustrasi karyanya dalam buku ini. Namanya harapan, tak harus terkabul kan. Jangankan karya Jeng Artie, karya  pembuat ilustrasi sampul juga tak ada dalam buku ini.

Tapi ilustrasi kover sempat menipu saya. Rumah bertingkat tiga saya asumsikan adalah rumah tempat  tinggal para tokoh, yaitu 3 keluarga, sesuai judul.  Karena ada 3 keluarga, bisa saja mereka tinggal dalam sebuah rumah bertingkat 3, tiap tingkat untuk 1 keluarga. Ternyata melesat jauh hi hi hi.

Oh, ya. Dalam buku ini beberapa kali disebutkan tentang  teh goreng.  Sepertinya teh goreng juga menjadi usaha rumahan warga desa, banyak juga yang menyukainya. Bahkan untuk mensiasati harga kopi yang dirasa kian mahal, Sri menggunakan banyak teh goreng saat merebus, rasa pahitnya akan menyerupai kopi.

Mendadak jadi ingat beberapa tempat yang dikenal karena teh. Misalnya Kampung Patehan yang berada di wilayah Dalam Beteng Kraton Yogyakarta. Kampung tersebut merupakan komplek rumah abdidalem Kraton Yogyakarta yang berprofesi sebagai abdidalem penyaji minuman teh untuk kepentingan Sultan dan tamu-tamu keraton.

Sudah minum teh hari ini?