Kamis, 09 Maret 2023

2023 #5: Kisah Seputar Teh di Nusantara

Editor: Muhammad Hilmi Faiq
ISBN: 9786232419858
Halaman: 138
Cetakan: Pertama-2021
Penerbit:  Buku Kompas
Rating: 3,5/5

Teh sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat kita. Jika kita menikmati makanan di warteg hingga restoran, maka sering kali mendapatkan es teh tawar atau teh tawar hangat secara gratis. Beberapa youtuber asal Indonesia yang tinggal di luar negeri sering membawa teh dalam kemasan untuk oleh-oleh, karena dianggap rasanya yang khas.

Tak hanya dalam wujud minuman, teh juga sudah diproduksi dalam bentuk beragam. Masker, sabun, panganan, bahkan dalam buku ini disebutkan ada kerupuk dari teh. Hem..., penasaran seperti apa rasanya.

Buku ini merupakan versi cetak dari Jelajah Kompas, lengkapnya bisa dilihat pada laman berikut. Dalam buku ini terdapat lebih dari 25 laporan jurnalistik yang bisa dinikmati.  Mulai Bedak, Gincu, dan Pucuk-pucuk Daun Teh; Hampir Mati karena Tanpa Narasi; Pendekar Teh Pasir Canar; Gending Nyai Ken Sari; Warisan Kehidupan di Perkebunan; dan Kami Juru Bicara Teh. Yang menarik terdapat bagian Sumber Naskah yang menyajikan informasi dari mana bahan tulisan dalam buku ini, bisa dibaca jika ingin menambah wawasan tentang teh.

Pada Pengantar, saya langsung merasa was-was mengkonsumsi teh yang bukan buatan tanah air setelah membaca kalimat berikut, "Ketua Internasional Tea Smallholders (Federasi Petani Teh Internasional/CITS) Rachman Badruddin mengungkapkan teh dari Vietnam, dari Thailand, dan dari berbagai tempat masuk kemari karena memang tidak laku dijual ke Amerika dan Eropa. Tidak bisa dijual ke Amerika karena mereka tidak bersih dari pestisida."


Tak sedikit teman sesama penyuka teh yang memamerkan dengan bangga berbagai teh import dari luar negeri yang dibeli dengan harga mahal. Bukan tak mungkin beberapa dari teh tersebut seperti yang dikatakan oleh Rachmain Badruddin, tidak bebas pestisida. Membuat khawatir jika begitu. Untung saya lebih menyukai teh lokal, minimal lebih tahu bagaimana proses pengolahannya.

Dalam Hampir Mati Karena Tanpa Narasi, dijelaskan bagaimana promosi teh di luar negeri dengan mengusung budaya lokal. Gamelan Sari Oneng Parakan Salak  pada  tahun 1883 dimainkan di Amsterdam, lalu tahun 1893 di World Columbia Exposition di Chicago.  

Promosi teh dengan unik seperti ini seharusnya terus dilakukan.  Ada kisah, narasi dari teh yang diminum. Tak sekedar menjajakan teh semata. Tengok saja kedai kopi ternama, kisah dibalik segelas kopi serta pengalaman berbelanja di sana yang menjadi nilai jual utama.  

Jika saya tidak salah ingat, pernah  ada promosi teh yang dilakukan dengan membuat buku tentang upaya pemilik perusahaan dalam membangun dan mengembangkan usahanya. Teh yang dianggap minuman rakyat berkembang menjadi sebuah usaha yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. 

Pembeli teh produksi perusahaan tersebut, diajak mengalami keseruan tidak hanya menikmati teh semata, namun juga menikmati kisah yang ada dibalik proses teh yang mereka minum.  Sebuah upaya yang perlu dilakukan mengingat keberadaan teh sebagai minuman yang sering dianggap sekedar minuman pelepas dahaga semata.

Untunglah, belakangan dengan bermunculannya kelas meracik teh yang digemari kaum milineal,  keberadaan teh semakin diperhitungkan. Setidaknya, jika kondisi  permintaan akan teh untuk diolah meningkat, jumlah kebun teh yang dialih fungsi tidak semakin bertambah. Minat petani teh untuk tetap bertahan semakin kuat. Dengan demikian, laju perputaran keuangan dari sektor teh meningkat. 

Bagaimana teh hijau yang semula dibuat dalam skala rumahan, menjadi banyak penikmat, bisa ditemukan dalam Anarki Teh Kampung karya  Laksana Agung Saputra, Kristi Dwi Utami, Rini Kustiasih, Haris Firdaus. Dikisahkan juga mengenai teh kampung, yang selalu dijual dalam plastik kresek berwarna merah. Tiap teh memiliki penggemarnya sendiri.

Mereka-mereka yang selalu bersemangat dalam memperjuangakan teh sehingga bisa kembali berjaya, sangat patut diapresiasi. Tidak hanya semangat para buruh teh yang sudah sejak pagi buta sudah bersiap-siap melakukan tugas, namun juga mereka-mereka yang memberikan edukasi tentang bagaimana cara memetik dan mengelola teh dengan baik. Sehingga jumlah teh yang dihasilkan  bisa lebih bak mutunya dan bertambah harga  jual.

Buku yang menarik. Meski  tulisan yang ada umumnya disajikan secara singkat, namun sangat mewakili kondisi saat ini.  Setiap penulis memberikan keunikan tiap artikel yang disajikan. Beberapa gambar dan ilustrasi membuat buku ini semakin layak dikoleksi oleh mereka yang mengaku sebagai penikmat teh.

Selain semakin paham kenapa salah satu minuman teh dalam kemasan selalu mempromosikan bahan baku yang dipakai adalah tiga daun pertama, buku ini juga memberikan gambaran bagaimana kondisi daerah penghasil teh. Baik masyarakat serta perkembangan perekonomian di sana.

Ekspedisi Teh Nusantara sendiri adalah liputan panjang yang dilakukan oleh tim dari harian Kompas sejak akhir Juni hingga awal Agustus 2019. Informasi terkait "emas hijau" diperoleh dengan menyelusuri banyak daerah sejauh 6.384,6 kilometer (dengan berkendara darat). Mulai dari  Bandung, Garut, Cianjur, Sukabumi, Brebes, Tegal, Batang, Pekalongan, Yogyakarta, Karanganyar, Semarang, Surabaya, Malang, Blitar, Lumajang, Banyuwangi, Medan, Simalungun, Pematang Siantar, Solok, Solok Selatan, Pagar Alam, Kabawetan (Kapahiang), dan Bengkulu. 

Tak hanya memandang teh sebagai minuman semata, Tim Ekspedisi Teh Nusantara juga menggali sisi lain seperti kemanusiaan serta kearifan lokal. Tradisi Moci di Tegal, Jawa Tengah sebagai contoh.  Dianggap sebagai simbol kekerabatan di Tegal, sehingga jika ada yang bertamu akan disuguhi teh dalam teko dan gelas dari tanah liat. Teko yang dipergunakan tidak akan dicuci karena masyarakat beranggapan kerak yang ada membuat rasa teh semakin nikmat.

Hal lain yang menjadi ciri khas Moci adalah penggunaan gula batu sebagai pemanis. Belakangan, sudah banyak kedai minuman dan restoran yang menawarkan minuman ala  Moci. Ada sensasi yang ditawarkan dari penggunaan poci dan teh dari tanah liat.

Sungguh, kekayaan budaya kita memang luar biasa ^_^, jadi semakin bersemangat mencicipi dan mengoleksi dus atau bungkus kemasan teh.

Thx Aldo Zirsov Library atas hadiah ulang tahunnya ^_^.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar