Selasa, 06 Juni 2017

2017#38: Sisi Lain Seorang Rahwana

Judul: Rahwana
Penulis: Anand Neelakantan
Penerjemah: Desak Nyoman Pusparini, Chandra Citrawati
Penyunting: Shalahuddin Gh
Penyelaras Bahasa: I Wayan Sariana
Pemindai Aksara: Jenny M Indarto
Penggambar Sampul: Imam Bucah
Penata Letak: desain651@gmail.com
ISBN: 978-602-6799–24-1
Halaman:632
Cetakan: Pertama-2017
Penerbit: Javanica
Harga: Rp 124.00
Rating:4.25/5


Rama baik, menolak menjadi raja demi ayahnya.
Rahwana Jahat, dengan licik menculik istri Rama.

Sekian puluh tahun saya dibuat percaya pada pandangan tersebut. Perkenalan saya dengan kisah Ramayana adalah melalui kisah versi RA Kosasih. Dalam kisah tersebut Rama dan Sinta adalah suami-istri yang sedang mengembara di hutan ditemani adik Rama, Laksmana. Dengan kejinya Rahwana menculik Sinta untuk dijadikan istri, dan seterusnya. Berbagai versi cetakan dari banyak penerbit juga mengusung kisah yang sama.

Suatu ketika, karena bosan ketika menghadiri acara arisan keluarga (iya saya tahu seharusnya tidak begitu tapi mau bagaimana lagi kisahnya panjang kenapa saya sampai bosan di sana), iseng saya mengambil sebuah harian yang tergeletak di bawah meja. Siapa tahu membaca bisa mengurangi kebosanan saya, maklum saat itu belum pintar untuk selalu bawa buku. Ternyata pilihan saya tepat!

Sebuah artikel panjang langsung menarik perhatian saya. Artikel tersebut ternyata  laporan perjalanan seorang wartawan menelusuri informasi mengenai Rahwana langsung ke beberapa tempat. Dalam koran tersebut diuraikan banyak hal yang mengusik rasa ingin saya. Disebutkan bahwa pada beberapa tempat, penduduknya justru memuja Rahwana. Menjadikan ia sebagai pahlawan. Kuil Rahwana dibangun di sana.

Lebih lanjut diuraikan juga mengenai Sinta yang diuji kesuciannya dengan cara dibakar. Banyak hal diulas mengenai hal itu. Bagaimana jika Rahwana menculik Sinta justru karena ingin menyelamatkan dirinya? Rahwana justru melakukannya untuk menjaga Sinta dari ikut sengsara di hutan bersama Rama hingga mereka kembali ke istananya. Nah, bedakan dengan yang selama ini tertanam dalam kepala saya. 

Rasa ingin tahu saya sangat terusik. Saat itu saya tidak tahu bagaimana mencari sumber informasi selain perpustakaan sekolah. Sayangnya di sana juga informasi yang saya beroleh sangat standar.

Baru, setelah sekian puluh tahun melalui buku terbitan Javanica, saya mendapat pencerahan. Ada banyak cara untuk menikmati sebuah kisah. Membaca sebuah kisah dari sisi yang berbeda membuat kita mendapatkan banyak kejutan. Pandangan kita mungkin bisa berubah pada tokoh yang selama ini dicap sebagai pahlawan dan penjahat.

Oh ya, saya sangat merekomendasikan siapa pun untuk berbesar hati  dan berpikiran terbuka saat membaca kisah ini. Lupakan kisah Ramayana yang selama ini kita kenal. Abaikan ingatan bahwa tokoh protagonis dalam kisah ini adalah Rama dan Sinta. Sementara peran antagonis adalah Rahwana dan Kumbakarna. Bahkan Wibisana pun memiliki sisi buruk dalam kisah ini. Lupakan segala hal yang pernah kita ketahui mengenai kisah ini. Tak lain agar bisa lebih menikmati kisah ini semata. 

Sebelum membaca kisah ini, sempatkan juga untuk membaca pesan yang diberikan oleh penulis. Karena petunjuk untuk menikmati kisah ada di sana. Di daerah tempat penulis berasal, Kerala, India, kisah Ramayana memiliki persamaan dengan versi yang beredar di Tamil Nadu dan Karnaka. Versi ini menyebutkan bahwa rasa yang dimiliki Rahwana adalah kasih antara ayah ke anak. Suatu hal yang baru bagi saya (ini bukan spoiler ya, karena ada di uraian awal buku). Ternyata ada banyak versi kisah Ramayana!

Setelah membaca pesan penulis, peta lokasi peristiwa dalam buku ini, pembaca akan disuguhi uraian mengenai makna julukan Dasamuka bagi Rahwana. Selanjutnya kisah sebanyak 65 bab ini, mampu membuat rasa penasaran saya terpuaskan! Dikisahkan dari sisi Rahwana, Bhadara sang pelayan serta keduanya. Sekitar 36 bab mengupas peristiwa dari sudut pandang Rahwana, 27 dari sisi Bhadara, dan dua bab yang berisi pandangan keduanya, mampu membuat dahaga saya terobati.

Kisah ini dimulai dengan jeritan hati Rahwana ketika ia kalah perang. Tubuhnya disiksa, tapi ia tetap tegar. Sebagai seorang raja berusia 60 tahun, kekuatannya mungkin tak sebanding dengan tenaga muda Rama, Laksmana dan pasukan keranya. Namun demikianlah seorang ayah, demi anak perempuan, apapun akan ia lakukan untuk melindunginya. Bahkan dari suaminya sendiri.

Aku pantas mendapatkannya? Pantas? Aku baru saja mengorbankan adik kecil untukmu. Aku mungkin akan kehilangan segalanya, tapi aku tetap akan mempertahankanmu. Aku pernah mengabaikanmu skali, dan aku bersumpah itu tak akan terjadi lagi. Kau akan mengerti siapa sebenarnya suamimu saat ayahmu tak bisa lagi menjagamu. Akan tetapi, saat itu terjadi, semua sudah terlambat putriku...
India, to Illustrate The  Ramayana

Betul! Kita akan menemukan sisi lain dari seorang Rahwana dalam buku ini. Meski terkesan kasar, namun sesungguhnya Rahwana memiliki hati yang lembut. Ia begitu mencintai anak perempuanya yang hilang saat masih bayi. Belakangan ia tahu bayi itu sudah menjadi seorang gadis dan diurus oleh raja negara lain, negara yang dianggapnya kurang layak untuk duduk sama rata.

Dengan demikian maka peperangan yang terjadi dalam buku ini bukan dikarenakan penculikan Sinta untuk dijadikan sebagai istri. Namun lebih pada upaya menyelamatkan Sinta.  Mengenai asal mula Sinta, nama yang berarti yang didapat dengan tenggala, pembaca bisa menemukan kisahnya di halaman 288. 

Ayah mana yang tidak bahagia mengetahui putrinya masih hidup. Perihal ia berada dalam asuhan bangsa Dewa adalah hal yang ia harus selesaikan secepatnya. Sang putri harus kembali keasalnya, ke bangsanya sendiri. 

Banyak yang menentang Rahwana ketika berusaha menyelamatkan Sinta. Hanya sang istri yang mendukung, hal ini dikarenakan banyak yang tidak paham siapakah Sinta sebenarnya. Bahkan ibu kandung Rahwana pun mengeluarkan amarahnya karena hal ini. Andai ia tahu bahwa Sinta adalah cucunya mungkin kisahnya akan lain.

Entah bagaimana nasib Rahwana tanpa ada sosok Bhadara. Sebagai sosok yang direndahkan, perannya ternyata tidak bisa dipandang remeh dalam kehidupan Rahwana. Ia yang mengerjakan pekerjaan kasar, tapi ia juga yang melakukan tugas mulia mendidik salah satu anak Rahwana. Saat terakhir pun, Rahwana mengharapkan Bhadara membawanya pergi jauh. Ia bisa meninggal dengan tenang setelah mendengar janji Bhadara akan menuntut balas.

Rahwana bagaikan dua mata uang. Dalam memerintah, Rahwana mampu membuat kerajaannya menjadi makmur. Ia juga bersikap melindungi bagi wanita dan anak-anak saat perang, hanya  saja meski ia memerintahkan untuk tidak membantai rakyat kadang justru orang disekitarnya melakukan hal-hal yang berlawan dengan instruksinya.

Ia juga menentang adanya kasta sementara sang adik berupaya menerapkannya dalam kerajaan. Bagian ini menunjukan bahwa Wibisana yang dipuji-puji dalam versi lain, adalah sosok yang memiliki sifat buruk. 

Dengan caranya sendiri yang unik, Rahwana mencintai anak laki-lakinya yang lahir dari napsu sesatnya semata. Anak yang lahir dari seorang pelayan yang ia perkosa. Walau bagaimana ia tetap mengakui sang anak sebagai darah dagingnya. Bahkan sang permaisuri juga bisa menerima kehadiran anak tersebut. Para saudara tiri juga dibiarkan bermain bersama, mesti ada batasan yang diberlakukan secara samar. 

Bagian yang menggambarkan Rahwana dengan anak-anaknya selalu mampu mengusik rasa haru saya. Sosok jahat Rahwana  berubah menjadi seorang ayah yang begitu mencintai anak-anak. Sosok kasarnya berubah menjadi lembut. Ia tak ragu-ragu menunjukkan rasa sayang dan cintanya pada buah hatinya, siapa pun itu. Sepertinya sosok Rahwana lebih baik dibandingkan salah satu pesohor yang ketika ditanya juri pada suatu ajang mengatakan tidak punya anak.

Salah satu sisi buruk Rahwana adalah kadang ia bersikap seenaknya, atau bicara  kasar hingga melukai perasaan orang sekitar. Padahal ia sudah ditempa sejak kecil untuk mampu mengendalikan amarah, namun sepertinya usaha yang gagal.

Meski banyak bagian yang mengisahkan mengenai pertempuran dan kekerasan sehingga mengusung nuansa suram, tapi ada juga bagian yang mengisahkan tentang kisah cinta Rahwana terhadap Widyawati, atau  Bhadara dengan Mala. Ada juga kisah mengenai kasih sayang seorang ayah pada anak tirinya, saudara tiri dengan beda kasta. Unik.

Pesan moral mengenai menghormati orang tua, terutama ibu juga ada dalam kisah ini. Suatu peristiwa di halaman 226 mengisahkan bagaimana Rahwana bersikap kasar pada sang ibu. Tidak terima, sang ibu mengeluarkan sumpah serapah dan kutukannya, "Dan karena penghinaan kepada orang tuamu, kau akan membayarnya. Aku tak tahu apakah di dunia ini atau di kehidupan berikutnya, tapi yang pasti kau akan membayarnya!

Meski saya bisa mengerti kenapa Rahwana bersikap begitu. Raja mana yang mau dibantah dan dipermalukan di depan khalayak banyak, bahkan oleh ibunya. Tetap saja saya tidak mendukung kelakuan Rahwana. Juga sikap ibunya yang gampang emosi dan mengeluaran sumpah. Ucapan ibu adalah doa maka berbicaralah yang baik, begitu ujar seorang bijak yang saya pernah dengar.

Banyak kalimat penuh filosofi kehidupan dalam buku ini. Kalimat yang saya sukai ada di halaman 50. 
"Amarah adalah perasaan terendah yang menutupi pikiranmu dan bisa membuatmu melakukan hal-hal bodoh. Ketika amarah menguasaimu, engkau menjadi buta. Engkau menanggapi segala hal hanya dengan tubuhmu, tanpa berpikir. Dan itu akan berujung kegagalan. Enyahkan sisi buruk ini dari dirimu." 
Sebenarnya saya tidak tahu harus menuliskan apa setelah membaca buku ini. Rasa hati merasa sedih, air mata berulang kali berupaya untuk keluar dari mata. Pilu. Kadang, sesuatu tidak seperti yang kita lihat. Ada kebaikan yang mengendap dalam diri seorang jahat, namun ada juga kejahatan yang tersembunyi dalam hati seorang baik.

Kisah yang sudah diterjemahkan dalam sembilan bahasa ini sungguh layak dibaca dan dikoleksi. Menjadi pembelajaran agar kita selalu melihat segala hal dari dua sisi.

Ini bukan kisah tentang suami yang ingin menyelamatkan istri.
Juga bukan kisah tentang adik ipar yang membantu menyelamatkan istri kakak .
Namun ini kisah tentang seorang ayah yang ingin menyelamatkan putrinya.
Putri yang tidak mengetahui jati diri sebenarnya.
Menantu yang tak  mengetahui ia berperang melawan mertua sendiri.

Jika begitu, apakah Rahwana bersalah jika menculik Sinta?
Kenapa Rama diam saja ketika Sinta dituntut menguji kesuciannya?

Jawabannya tergantung pada pribadi Anda setelah membaca buku ini.

Sumber Gambar:
1. Buku List of Maps.
2. Buku Rahwana, Penerbit Javanica 
3. FB Penerbit Javanica

-------->

Tertarik membaca kisah Rahwana?
Ayo ikutan acara seru di bawah ini. 

Siapa tahu Anda beruntung.





















3 komentar:

  1. Maaf boleh tau dimana saya bisa membeli buku tersebut?
    Saya juga salah satu "pengagum" Rahwana.
    Jika berkenan tlg balas komen ini, atau bisa hub via wasap/sms di 081331413056
    Terimakasih sebelumnya

    BalasHapus
  2. Pagi....
    sudah saya sampaikan no wa ke penerbut. Mohon maaf lambat menanggapi

    BalasHapus
  3. yang saya bingung apa yang menjadikan orang Hindu tidak marah, bangsa Dewa disebut sebagai manusia biasa yang keji & haus akan kekuasaan, suka berperang dan minta disembah dibuatkan kuil dalam novel ini?

    BalasHapus