Rabu, 30 Maret 2011

Heidi Versi Penerbit Atria


Penulis: Johana Spyri
Penerjemah: Muthia Darma
Penyunting: Indah Nurchaidan & Jia Effendie
Halaman:396
Penerbit : Atria

Hari ini juga tidak ada kesempatan untuk menguap!”
Sepertinya jika ada Heidi dalam kehidupan kita,
maka tidak akan pernah ada kesempatan untuk menguap!

Heidi adalah nama seorang gadis kecil yang berasal dari Swiss. Sebagai anak yatim piatu, Heidi pada awalnya berada dalam perawatan Bibi Dete. Namun seiring perjalanan waktu, saat berusia 8 tahun ia tinggal bersama Kakek Alm di Pegunungan Alm. 

Semula banyak yang menyangsikan mereka akan dapat hidup rukun, mengingat tabiat keras kakek. Namun ternyata Heidi dan kakek malah hidup berdampingan dengan rukun dan bahagia.

Di Pengunungan Alm, ia menghabiskan waktu dengan menjelajah seluruh pengunungan bersama Peter sahabatnya serta ditemani oleh Little Swan dan Little Bear, dua ekor hewan yang gambarnya selalu ada disetiap lembar buku. Ia juga membuat tempat tidur dari jerami dan memakai karung besar dari sisal untuk dijadikan selimut.

Suatu hari, Bibi Bibi Dete kembali dan membawanya dengan paksa ke Frankfurt. Dengan bujuk rayu akan dapat membawakan roti manis untuk nenek, Haidi dibawa untuk menemani Clara, anak perempuan sakit-sakitan dari keluarga kaya.

Disana Heidi diperlakukan dengan baik. Ia mendapatkan semua yang diinginkan anak perempuan. Clara memperlakukannya sebagai sahabat. Ayah Clara juga sudah memerintahkan agar Heidi diperlakukan sejajar dengan putrinya. 

Walaupun demikian, Heidi sangat merindukan Pegunungan Alm. Berbagai cara sudah dilakukan oleh Clara agar Heidi bisa mengurangi rasa rindu akan pegunungan,namun semuanya sia-sia belaka. dengan berat hati, akhirnya Clara mengijinkan Heidi pulang

Sikap spontanitas Hendi, kadang malah menimbulkan kehebohan. Misalnya saat ia berniat membawa anak kucing untuk diberikan ke Clara. Padahal pengasuhnya sangat takut terhadap kucing. Atau saat ia dengan begitu saja menyimpan roti manis di lemari baju untuk diberikan kepada nenek.

Saat melihat cover buku ini, ingatan saya langsung tertuju pada satu nama Shirley Temple . Seorang artis berbakat yang lahir di Santa Monica, California, Amerika Serikat, pada 23 April 1928 . Dengan ayah George Francis Temple serta Ibunya bernama Gertrude Amelia Krieger, masa kecilnya dihabiskan untuk bermain film. 

Film Haidi sendiri dibuat tahun 1937, jauh sebelum saya berada di dunia ini. Untung, salah satu televisi swasta pernah beberapa kali memutar film ini sebagai rangkaian pemutaran film lawas yang dianggap melegenda, sehingga saya masih bisa menikmatinya.

Khabarnya dibuku asli yang terbit pertama kali, Heidi digambarkan sebagai seorang gadis kecil dengan rambut berwarna gelap dan keriting. Mungkin karena Shirley Temple sukses memerankan tokoh Heidi, maka sosoknya berganti menjadi berambut pirang dan keriting

Mulanya saya mengira buku ini hanya berisikan mengenai uraian pemadangan alam di Pegunungan Alm dimana Heidi hidup bersama kakek, Peter si gembala dan neneknya. Hidup ala Heidi seakan-akan sangat menyenangkan, jauh dari segala masalah kehidupan. 

Heidi yang welas asih dan memiliki sifat lugu mampu mengubah hidup orang-orang disekitarnya serta membuat segala hal dalam kehidupan ini seakan menjadi mudah. Namun ternyata jika ditelaah lebih jauh, banyak pesan moral yang disajikan secara apik.

Bagaimana Heidi, seorang anak perempuan yang baru berusia 8 tahun mampu menahan diri untuk tidak merengek pulang ke pengunungan tercintanya agar dapat mengumpulkan roti manis untuk diberikan kepada nenek Peter patut dicontoh. Ia ingin nenek tidak lagi makan roti yang keras demi kesehatannya. Walau untuk itu ia harus terus meredam rindu di hati.

Atau pelajaran yang di dapat Peter dari sikap cemburunya melihat persahabatan antara Heidi dan Clara. Awalnya ia sangat membenci Clara karena dianggap mencuri Heidi dari dirinya. Banyak sikap permusuhan yang diperlihatkannya. Ia sangat berharap agar Clara segera pergi agar ia bisa bermain dengan Heidi lagi

Petuah Oma yang menyatakan, ”Manusia bijak itu manusia yang memandang masa depan dan mereka akan jauh dari kemalangan” sepertinya cukup mewakili ajaran kebajikan dalam kehidupan yang terkandung dalam buku ini. Dan sepertinya masih relevan untuk dijadikan petuah di masa sekarang.

Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1880. Aneka ragam versi juga sudah beredar dengan luas. Novel ini juga yang menginspirasi dibuatnya sekuel film Heidi. Di Goodreads bisa ditemukan 270 versi. Setelah sekian lama, tetap saja buku ini menarik untuk dibaca. 

Kita akan ikut terbawa menikmati segarnya udara pengunungan, bau harum hamparan rumput yang luas, hangatnya sinar matahari, serta nikmatnya susu kambing yang diperah langsung. Setelah seharian penat dengan rutinitas sehari-hari, buku ini seakan membawa kita berekreasi ke alam bebas.

Jadi penasaran, setelah Alice in wonderland, Heidi, P of the Opera, semuanya kisah klasik yang tidak lekang oleh jaman, Ataria akan menerbitkan apa lagi yah...?

Note :
Judulnya menggoda...? Heidi versi penerbit Atria
Sekedar iseng, saya mencoba membaca Heidi versi Bentang
keduanya mucul hanya dalam selisih hari
Penasaran...penasaran..penasaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar