Penulis: Zelfeni Wimra
Penyelia naskah: Teguh Afandi
ISBN: 9786020649856
Halaman: 153
Cetakan: Pertama- Januari 2021
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 70.000
Rating: 3,5/5
Setiap liang dalam tubuh mampu memberikan kenikmatan. Buktikan dengan memutarbulu ayam di dalam telinga. Atau mengupil hidung. Bisa juga dengan memasukkan makanan atau minuman yang enak ke dalam liang kerongkongan. Tuhan merahasiakan kenikmatan ke dalam liang-liang itu
~ Ramuan Penangkal Kiamat, Sejumlah Cerita, hal 32~
Beberapa saat yang lalu, saya ketiban buntelan dari salah seorang editor di G. Sebetulnya ia sedang WFH selama pandemi, namun karena akan ada perubahan tata ruang di kantor maka ia terpaksa berangkat ke kantor dengan kereta api pertama.
Di kantor, ia membereskan meja agar barang-barang pribadi atau dokumen terkait pekerjaan tidak tercerai-berai hingga ada tata ruang yang baru. Beberapa buku yang ada di mejanya segera meluncur ke rumah saya. Semoga sering beres-beres ya Mas X.
Sayangnya saya tak mendapatkan pembatas buku. Padahal saya penasaran apakah pembatas buku yang biasanya menjadi sisipan akan dibuat seperti kover atau ada kreasi lagi.
Terdapat sembilan belas kisah dalam buku ini. Angka yang agak aneh menurut saya, biasanya saya menemukan kumpulan cerpen-kumpulan kisah menurut buku ini, dengan jumlah yang cenderung genap. Tak masalah! Yang utama cerita yang disajikan bisa memukau pembaca.
Pembaca akan dimanjakan dengan aneka tema yang unik seperti sejarah, agama, adat, dan kehidupan masyarakat terutama di Minangkabau.
Ada kisah Jamin Tersenyum; Kopiah yang Basah; Mengasah Ludah Murai; Si Mas yang Pendusta; Rentak Kuda Manggani; Rendang Kumbang; Sihir Batu Bata; dan Tuan Alu dan Nyonya Lesung. Tentunya tak ketinggalan Ramuan Penangkal Kiamat yang menjadi judul buku ini.
Ada kalimat yang sangat bagus dalam kisah ini, bahkan menurut saya perlu diingat oleh setiap orang. Pada halaman 68 tertulis,"Amai Tuo sering mengingatkan untuk berhati-hati bila berdoa dengan kata-kata. Doa itu samaran dari perasaan tak berdaya dan kalah. Setiap yang bergerak pada jiwa dan yang bergerak pada tubuh adalah doa."
Seseorang bijak pernah berkata bahwa kata-kata adalah doa. Maka berhati-hatilah dalam mengeluarkan kata-kata, apalagi jika sedang dalam kondisi emosi. Jangan sampai sebuah doa tidak baik terucap.
Pada kisah Rendang Kumbang, pembaca akan menemukan kisah tentang seorang istri yang mendadak begitu cemburu pada sang suami. Terutama ketika melihat ada yang membuatkan teh telur bagi suaminya.
Biasanya, jika sang suami meminta teh telur, maka pada malam hari tempat tidur akan porak-poranda. Jangan-jangan... Untuk menghilangkan kegelisahan hati, ia memohon nasihat dukun pati.
Bagian ini menunjukkan bahwa seorang tokoh yang dianggap pandai, masih memiliki peran dalam kehidupan sosial masyarakat. Pada kisah ini yang dipanggil dukun pati adalah sosok yang dianggap penting.
Selain kisah tersebut, dalam buku ini juga ada kisah yang menceritakan bagaimana peran sosok yang dianggap penting dalam kehidupan bermasyarat. Ada sosok Jumin bin Kahwaini dalam kisah Bila Jumin Tersenyum; Buya Mukaram pada Gantungan Baju Buya; serta Mak Malin pada Mengasak Lidah Murai untuk dijadikan contoh.
Sepertinya sudah lama sekali saya tak mendengar (dalam hal ini membaca) tentang sulfa di halaman 31. Bubuk putih tersebut biasanya ditaburkan pada bagian tubuh yang luka setelah dibersihkan terlebih dahulu. Bagi orang awam bubuk itu dianggap memiliki kemampuan bisa menghentikan darah yang keluar dari luka, serta mencgah infeksi.
Rentang waktu penerbitan antara tahun 2007 hingga 2017. Adapun kisah Rumah Berkucing Lapar serta Ramuan Penangkal Kiamat sama sekali belum pernah dipublikasikan.