Penulis: R. Handoyo Suprapto
Editor: Dyas
Pemeriksa aksara: Pratiwi
Tata sampul: Ferdika
Tata isi: Ika Setiyani
Pracetak: Wardi
ISBN: 9786022961734
Halaman: 176
Cetakan: Pertama-2015
Penerbit: LAKSANA
Harga: Rp 30.000
Rating: 3.5/5
Ing Ngarsa Sung Tuladha, ing Madya Mangun Kaarsa, Tut Wuri Handayani
Bisa dikatakan, nyaris seluruh bangsa kita pernah mendengar atau membaca kalimat tersebut. Minimal yang pernah makan sekolahan akan sering membaca kalimat Tut Wuri Handayani. Kalimat tersebut tercetak sebagai bagian dari logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
Pernah mendengar kalimat Witing Tresna Jalaran Saka Kulina juga? Kalimat yang terkait urusan hati ini juga merupakan petuah yang bermakna agar berhati-hati dalam berhubungan dengan orang lain.
Secara garis besar, buku ini memuat informasi tentang nilai-nilai kearifan masyarakat jawa melalui ungkapan-ungkapan bahasanya. Petuah salah satu wujudnya. Petuah-petuah diciptakan oleh para leluhur Jawa guna menjadi semacam pedoman dalam membentuk kepribadian.
Ada dua bagian besar dalam buku ini. Bagian pertama memuat tentang Kitab-kitab dan Falsafah Hidup Orang Jawa. Isinya mengenai beberapa kitab-kitab petuah serta mengenai Orang Jawa dan falsafah hidupnya. Ada delapan kitab yang disebutkan dalam buku ini antara lain Serat Centhini, Serat Pepali, serta Serat Nitisruti.
Bagian mengenai Orang Jawa dan Falsafah Hidupnya berisi mengenai bagaimana orang Jawa menjalani kehidupannya. Secara garis besar ada tiga landasan utama dalam falsafah kehidupan orang Jawa. Falsafah yang berlandasakan pada kesadaran akan ketuhanan, kesadaran kealamsemestaan, serta kesadaran manusia.
Salah satu falsafah kehidupan yang sering diuraikan adalah mengenai lima hal yang perlu dicermati dalam kehidupan seseorang, yaitu kukilo (burung), wanito (perempuan), curigo (wapada), turonggo (kuda) serta wismo (rumah). Hingga saat ini, falsafah tersebut masih dianggap relevan dalam kehidupan sehari-hari. Uraian lebih lengkap ada di halaman22-24.
Meski buku ini sangat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui mengenai petuah warisan leluluhur Jawa, namun ternyata agak susah juga untuk mencari petuah yang dirasakan pas untuk suatu kondisi. Apalagi bagi mereka yang tidak memahami bahasa Jawa.
Hal ini dikarenakan petuah yang ada disusun berdasarkan abjad, mulai dari huruf A hingga huruf Y. Akan lebih memudahkan jika petuah disusun bedasarkan topik/tema, baru disusun berdasarkan abjad. Bagian pertama memuat petuah tentang menimba ilmu misalnya, lalu disusun berdasarkan huruf awal tiap kalimat.
Untuk urusan tata isi, terlihat tidak konsisten dalam hal menguraikan sebuah petuah. Beberapa petuah dicetak ulang baru baru diberikan arti serta penjelasan maknya. Contohnya yang ada di halaman 93 petuah nomor 7, halaman 54 petuah nomor 1, halaman 142 petuah nomor 2 dan sebagainya. Sementara itu, ada bagian yang langsung menyebutkan arti dan penjelasannya. Misalnya pada halaman 97 petuah nomor 15, halaman 169 petuah nomor 11.
Pada salah satu bagian, penulis menyebutkan tentang kitab Primbon Jawa seri Batal Jemur yang terdiri dari sembilan jilid. Kitab tersebut bisa dikatakan sebagai masterpiece orang Jawa. Termuat di dalamnya mengenai sifat-sifat perempuan berdasarkan ciri fisik dan tanggal kelahiran. Hingga saat ini sebagian masyarakat Jawa masih mempergunakannya sebagai rujukan dalam hal pernikahan. Ada baiknya juga jika kitab tersebut diuraikan lebih dalam seperti juga kedelapan kitab yang lain mengingat pemanfaatannya yang cukup tinggi.
Dibandingkan dengan harga jual yang relatif terjangkau, buku ini bisa dianggap merupakan investasi yang istimewa. Dengan membaca, atau membaca ulang seseorang bisa memperoleh pencerahan jiwa. Memiliki versi cetak tentunya lebih bisa memberikan manfaat lebih lama dari pada hanya mengandalkan ingatan dari petuah para sesepuh. Layak dibaca dan dikoleksi oleh kaum muda.
Hadiah dari Dion Yulianto ini membuat saya menunda menuntaskan buku yang sedang dibaca. Plus menyelip daftar tunggu buku yang akan dibaca. Sesekali menjadi tidak teratur ^_^ tak mengapa bagi saya. Apalagi jika dibandingkan dari manfaat yang diperoleh. Membaca buku ini membuat saya seakan mendapat banyak petuah yang menyemangati hidup. Suwun Dion ^_^ jitaq mesra.
Artinya, mohonlah kepada Tuhan jika engkau menderita, dan bersyukurlah jika engkau diberi anugerah-NYA.
Hem.........
Editor: Dyas
Pemeriksa aksara: Pratiwi
Tata sampul: Ferdika
Tata isi: Ika Setiyani
Pracetak: Wardi
ISBN: 9786022961734
Halaman: 176
Cetakan: Pertama-2015
Penerbit: LAKSANA
Harga: Rp 30.000
Rating: 3.5/5
Ing Ngarsa Sung Tuladha, ing Madya Mangun Kaarsa, Tut Wuri Handayani
Bisa dikatakan, nyaris seluruh bangsa kita pernah mendengar atau membaca kalimat tersebut. Minimal yang pernah makan sekolahan akan sering membaca kalimat Tut Wuri Handayani. Kalimat tersebut tercetak sebagai bagian dari logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
Pernah mendengar kalimat Witing Tresna Jalaran Saka Kulina juga? Kalimat yang terkait urusan hati ini juga merupakan petuah yang bermakna agar berhati-hati dalam berhubungan dengan orang lain.
Secara garis besar, buku ini memuat informasi tentang nilai-nilai kearifan masyarakat jawa melalui ungkapan-ungkapan bahasanya. Petuah salah satu wujudnya. Petuah-petuah diciptakan oleh para leluhur Jawa guna menjadi semacam pedoman dalam membentuk kepribadian.
Ada dua bagian besar dalam buku ini. Bagian pertama memuat tentang Kitab-kitab dan Falsafah Hidup Orang Jawa. Isinya mengenai beberapa kitab-kitab petuah serta mengenai Orang Jawa dan falsafah hidupnya. Ada delapan kitab yang disebutkan dalam buku ini antara lain Serat Centhini, Serat Pepali, serta Serat Nitisruti.
Bagian mengenai Orang Jawa dan Falsafah Hidupnya berisi mengenai bagaimana orang Jawa menjalani kehidupannya. Secara garis besar ada tiga landasan utama dalam falsafah kehidupan orang Jawa. Falsafah yang berlandasakan pada kesadaran akan ketuhanan, kesadaran kealamsemestaan, serta kesadaran manusia.
Salah satu falsafah kehidupan yang sering diuraikan adalah mengenai lima hal yang perlu dicermati dalam kehidupan seseorang, yaitu kukilo (burung), wanito (perempuan), curigo (wapada), turonggo (kuda) serta wismo (rumah). Hingga saat ini, falsafah tersebut masih dianggap relevan dalam kehidupan sehari-hari. Uraian lebih lengkap ada di halaman22-24.
Meski buku ini sangat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui mengenai petuah warisan leluluhur Jawa, namun ternyata agak susah juga untuk mencari petuah yang dirasakan pas untuk suatu kondisi. Apalagi bagi mereka yang tidak memahami bahasa Jawa.
Hal ini dikarenakan petuah yang ada disusun berdasarkan abjad, mulai dari huruf A hingga huruf Y. Akan lebih memudahkan jika petuah disusun bedasarkan topik/tema, baru disusun berdasarkan abjad. Bagian pertama memuat petuah tentang menimba ilmu misalnya, lalu disusun berdasarkan huruf awal tiap kalimat.
Untuk urusan tata isi, terlihat tidak konsisten dalam hal menguraikan sebuah petuah. Beberapa petuah dicetak ulang baru baru diberikan arti serta penjelasan maknya. Contohnya yang ada di halaman 93 petuah nomor 7, halaman 54 petuah nomor 1, halaman 142 petuah nomor 2 dan sebagainya. Sementara itu, ada bagian yang langsung menyebutkan arti dan penjelasannya. Misalnya pada halaman 97 petuah nomor 15, halaman 169 petuah nomor 11.
Pada salah satu bagian, penulis menyebutkan tentang kitab Primbon Jawa seri Batal Jemur yang terdiri dari sembilan jilid. Kitab tersebut bisa dikatakan sebagai masterpiece orang Jawa. Termuat di dalamnya mengenai sifat-sifat perempuan berdasarkan ciri fisik dan tanggal kelahiran. Hingga saat ini sebagian masyarakat Jawa masih mempergunakannya sebagai rujukan dalam hal pernikahan. Ada baiknya juga jika kitab tersebut diuraikan lebih dalam seperti juga kedelapan kitab yang lain mengingat pemanfaatannya yang cukup tinggi.
Dibandingkan dengan harga jual yang relatif terjangkau, buku ini bisa dianggap merupakan investasi yang istimewa. Dengan membaca, atau membaca ulang seseorang bisa memperoleh pencerahan jiwa. Memiliki versi cetak tentunya lebih bisa memberikan manfaat lebih lama dari pada hanya mengandalkan ingatan dari petuah para sesepuh. Layak dibaca dan dikoleksi oleh kaum muda.
Hadiah dari Dion Yulianto ini membuat saya menunda menuntaskan buku yang sedang dibaca. Plus menyelip daftar tunggu buku yang akan dibaca. Sesekali menjadi tidak teratur ^_^ tak mengapa bagi saya. Apalagi jika dibandingkan dari manfaat yang diperoleh. Membaca buku ini membuat saya seakan mendapat banyak petuah yang menyemangati hidup. Suwun Dion ^_^ jitaq mesra.
Secara iseng, saya ambil buku ini dan membuka sembarang halaman. Anggap saja sebagai bahan renungan hari ini. Petuah yang saya baca ada di halaman 64, petuah nomor 5.
Gusti Iku Sambaten Naliko Sira Lagi Nandhang Kasangsaran, Pujinen Yen Sira Lagi Nampa Kanugrahaning Gusti
Artinya, mohonlah kepada Tuhan jika engkau menderita, dan bersyukurlah jika engkau diberi anugerah-NYA.
Hem.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar