Senin, 06 September 2021

2021#29: Fourth Pacific Science Congres: Krakatau

Saya memang tidak bisa diam^_^. Rasanya sayang jika ada waktu luang jika tidak dimanfaatkan. Maka  selesai mengikuti upacara 17 Agustus di tv yang lalu, mulai berpikir untuk melakukan sesuatu.

Ada beberapa hal yang bisa saya kerjakan, tapi skala prioritas saya adalah merapikan rak buku. Ini sepertinya masalah para penggila buku secara umum. Tak pernah bisa punya rak buku yang rapi.

Kebetulan ada beberapa dus sumbangan buku titipan beberapa sahabat. Biasanya langsung saya distribusikan pada beberapa sahabat pengelola taman bacaan. Namun karena pandemi, mereka jarang membuka taman bacaannya.

Kondisi ini dimanfaatkan mereka untuk (juga) beres-beres rak serta melakukan renovasi kecil. Padahal saat begini, banyak anak yang membutuhkan bacaan untuk mengisi waktu luang. Dan datang ke taman bacaan merupakan salah satu cara mendapatkan akses membaca dengan mudah dan gratis.

Kembali pada urusan beberes. Karena sementara sumbangan buku ada di saya, maka otomatis perlu cari cara agar bisa tersimpan rapi sampai saat diberikan pada yang berhak. Untung itu, rasanya saya perlu beres-beres supaya ada tempat.

Saat beres-beres, malah menemukan buku unik yang terlewatkan untuk dibaca. Segera sisihkan. Kali ini sudah bertekat teguh, jika rak sudah rapi, minimal 90% baru bisa baca buku yang tadi disisihkan.

Salah satunya buku ini.

Judul asli: Fourth Pacific Science Congres: Krakatau
Halaman: 117

Menilik judulnya, buku ini berisi hasil penelitian terkait   dampak letusan Krakatau. Terbagi dalam tiga bagian yang ditulis oleh orang yang berbeda.

Bagian pertama berjudul The Geology And Volcanism of The Krakatau Group yang ditulis oleh Dr. Ch. E. Stehn. Sedangkan bagian kedua berjudul Krakatau's New Flora, ditulis oleh Dr. W.M Docters Van Leeuwen. Terakhir, karya Dr. K.W. Dammerman berjudul Krakatau New Fauna.

Selain aneka foto, terdapat juga berbagai diagram  dan peta saat krakatau meletus. Misalnya diagram Krakatau Eruption of 1928, yang berisikan  data gempa  yang terjadi pada 1 Maret hingga 20 Juni 1928

Bagi peneliti dan sejarahwan buku ini sangat perlu dibaca untuk mendapat gambaran mengenai bagaimana sesungguhnya efek dari letusan Krakatau. 

Sampulnya dibuat dengan motif ala kulit yang menarik berwarna coklat. Jika ini merupakan semacam buku yang dibagikan pada para peserta yang menghadiri acara kongres, sebuah souvenir yang luar biasa!

Sayangnya buku yang saya miliki (saat ini) berada dalam kondisi mulai dimakan ngengat. Langsung terpikir untuk menghibahkan pada salah satu teman yang memang mengoleksi buku tentang Indonesia. Siapa tahu lebih bermanfaat di sana dari pada sekedar menumpuk di rak saya.

Secara iseng, saat berselancar di dunia maya menemukan http://pacificscience.org. Menarik! mereka yang tertarik pada perkembangan Gunung Krakatau atau yang pemerhati sejarah,  akan suka membaca buku ini.

Krakatau sering juga disebut  Rakata, merupakan  kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini juga diberikan pada satu puncak gunung berapi  yang ada di sana,  Gunung Krakatau.

Gunung tersebut meletus pada  tanggal 26-27 Agustus 1883. Awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. 

Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.

Saat ini kawasan tersebut menjadi cagar alam dengan empat pulau kecil, yaitu Pulau Rakata, Pulau Anak Krakatau, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang (Rakata Kecil). 

Sumber gambar: 
Fourth Pacific Science Congres: Krakatau








2 komentar:

  1. Saya mengenal fenomena letusan Gunung Krakatau ini pas liat film Krakatoa; The Last Days. Karena menonton film ini di tengah keluarga, akhirnya Bapak dan Ibu cerita soal efek dari letusan itu, yang bikin hujan abu, dan sempat mengalami kegelapan walaupun sedang siang hari. Kata Bapak Ibu, fenoman letusan itu berimbas pada ketakutan masyarakat di sekitar Gunung Ciremai. Bayangan kengerian terbayang di benak mereka.

    BalasHapus