Selasa, 24 September 2019

2019 # 28: Kisah Petualang Buck Si Pemberani


















Judul asli: The Call of The Wild- Panggilan Alam Liar
Penulis: Jack London
Alih bahasa: Eko Indriantanto
ISBN: 9786020332918
Halaman: 160
Cetakan: Kedua-September 2019
Penerbit: PT Gramedia Pustaka
Harga: Rp 50.000
Rating: 3.5/6

Ia telah membunuh manusia, bangsa paling mulia di antara semuanya, dan ia membunuh mesti ada hukum tongkat pemukul dan taring. Ia mengendus mayat-mayat  itu dengan penuh keinginantahuan. Mereka mati dengan mudahnya.

 ~ The Call of The Wild, Halaman 153

Salah satu hal yang paling membuat saya bersemangat ketika harus menyambangi sahabat penerbit adalah oleh-oleh berupa buntalan buku terbitan terbaru. Nyaris tak ada lagi yang bisa membuat mata saya berbinar-binar bahagia, senyum merekah, pipi merona selain buku-buku.

Buntelan yang saya terima antara lain buku ini. Pernah  mendengar dan membaca sinopsisnya, baru kali ini berkesempatan menikmatinya.  Lagi-lagi dugaan saya mengenai isi sebuah buku salah. Kadang saya memang terlalu sok tahu he he he.

Kisah ini merupakan karangan dari Jack London ketika demam emas Klondyke melanda pada tahun 1897.  Banyak  manusia yang tergoda dengan warna kuning kemilau emas, dampaknya menjalar pada banyak hal. Salah satunya kehidupan seekor anjing bernama  Buck. Ayahnya merupakan seekor anjing St Bernard sementara ibunya adalah anjing gembala Scorch.

Atas dasar  memenuhi kebutuhan  keluarga, seorang pembantu tukang kebun membuatnya terhempas dari kehidupan mapan penuh kenikmatan di rumah Hakim  Miller di Santa Clara Valey.  

Mengetahui harga pasar yang  tinggi, maka ia menculik dan menjual Buck. Sekarang Buck bukan lagi seekor anjing rumahan, ia  tak lagi bertugas menjaga cucu-cucu Hakim Miller sambil bermain, ia adalah anjing penarik kereta salju yang harus berjuang demi mempertahankan hidupnya.

Banyak hal yang ia pelajari, tidak saja karena pengalaman namun juga karena insting hewan liar dalam dirinya mulai bangkit. Ia bahkan mulai berani menyerang pimpinan anjing dalam rombongan setelah tak tahan mendapat perlakuan semena-mena. Dengan gagah berani  ia memulai pertarungan  demi membela harga diri.

Pembaca akan mendapatkan banyak pesan kehidupan yang dikemas dalam kisah ini.  Misalnya adegan tentang salah seekor anjing yang tak rela tempatnya digantikan walau sakit. Anjing yang sudah menempati suatu posisi  ketika menarik kereta tak akan rela tempatnya diganti, walau ia sudah sekarat. Dedikasi seperti ini patut diacungi jempol.

Bagaimana Buck bertahan merupakan hal yang luar biasa. Ia mempelajari situasi dengan menjadi pengamat yang cerdik. Jika memang dibutuhkan ia akan menjadi sosok yang garang. Akhir kisah, Buck justru menjadi pemimpin sebuah gerombolan yang luar biasa.

Andai seseorang bisa berusaha secara optimal dengan mengeluarkan segala kemampuannya dan menekan segala kekurangan, maka tak akan butuh waktu lama untuk menjadi sukses. Pantang menyerah adalah kunci.

Selain itu, Buck juga mengenal makna persahabatan. Tidak saja dari sesama anjing penarik kereta namun juga dari manusia. Ketika nyawanya diselamatkan seorang manusia, Buck menemukan “cinta sejatinya” ia menganggap sosok itu sebagai tuan barunya. Apa lagi perlakuannya sungguh berbeda dengan perlakuan orang-orang yang memelihara ia sejak ia meninggalkan rumah Hakim Miller.

Dahulu orang tua saya memelihara anjing, terutama jenis Herder dan Pekingese. Maka saya paham sekali bagaimana Buck begitu setia pada tuan barunya. Begitu setianya sehingga ketika kehilangan tuannya ia merasa linglung. 

Pembalasan sakit hatinya mungkin kelihatan kejam, tapi begitulah seekor anjing. Cara Buck membalaskan kematian tuannya merupakan wujud cinta serta balas budi atas segala yang dilakukannya sang tuan.  Mungkin mirip dengan kisah kesetiaan seekor anjing bernama Hichiko.

Secara iseng (dasar kurang kerjaan), saya menelusuri rak buku kelas 800 dan menemukan buku  semacam kumpulan karya Jack London di rak 823.9.  Dan kisah ini dalam buku tersebut menjadi sesuatu yang berbeda.

Gambaran saya mengenai  beberapa sosok, nyaris sama dengan gambar yang ada dalam buku tersebut. kelebihan utama buku ini adalah ilustarsi yang disajikan. Buck seperti yang saya perkirakan, walau pada awalnya begitu memandang kover terbitan tanah air saya jadi teringat pada sebuah film anak-anak.

Pada beberapa bagian, pembaca mungkin akan meneteskan air mata, ikut terharus membaca kisah ini. Salah satu kekuatan kisah ini adalah kemampuan menulis untuk menciptakan adegan yang membuat pembaca merasa terharu. Pembaca seakan ikut menjadi bagian dari kisah. Berada di sana bersama Buck.

Kisah ini bisa dianggap sebagai  fabel karena mengusung hewan, dalam hal ini seekor anjing sebagai tokoh utama. Buku yang layak dibaca untuk semua umur. Andai bisa, saya ingin sekali memaksa para remaja untuk membaca kisah ini. Agar mereka bisa memetik pelajaran mengenai kehidupan.

Sang penulis kisah, Jack London terlahir dengan nama John Griffith London.  Lahir  di San Francisco pada 1876.  Ketika demam emas melanda pada tahun 1897-1898 ia juga ikut mencoba keberuntungan.  Walau tak berhasil menemukan emas, ia justru mendapat kesuksesan melalui hal lain.


Sekembalinya dari sana, ia mendapatkan ide untuk menulius pengalamannya  selama mencari emas.  Salah satunya kisah ini. Gaya penulisannya yang naturalis sering kali keras, menjurus brutal. Meski demikian, sudah lebih dari 50 buku yang dihasilkan dan diterjemahkan dalam banyak bahasa.

Meski sukses dan terkenal, namun Jack London tak merasakan kebahagian dalam hidup. pada tahun 1916 ia meninggal bunuh diri pada usia muda, 40 tahun. Sungguh sayang,kerugian besar bagi dunia sastra.

Sumber Gambar:
Buku Jack London Three Novels















 .       

1 komentar: