Selasa, 23 Mei 2017

2017#35: Kisah Meinar Si Bakul Jamu dan Mandor Sanyoto


Judul asli: Candik Ayu Segaramadu
Penulis: Andri Saptono
Penyunting: Avifah Ve
ISBN: 9786026115911
Halaman: 192
Cetakan: Pertama- April 2017
Penerbit: Senja
Harga: Rp 45.000
Rating: 2.75

Candik ayu-siluet senja, mengisahkan tentang kisah kehidupan  pekerja di pabrik gula dan bagaimana   aktivitas mereka bersinggungan pada banyak hal. Termasuk keberadaan perempuan-perempuan bakul jamu yang sering mendapat cap negatif dari masyarakat.

Sebagai seorang lulusan SMEA ternyata mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah  bagi Meinar. Setelah mencoba mencari tanpa kenal lelah akhirnya ia menjadi bakul jamu. Pilihan menjadi bakul jamu merupakan hal terakhir yang bisa ia lakukan. Bakul jamu yang dimaksud bukanlah jamu ala beras kencur, cabe puyang dan sejenisnya namun suplemen, obat kuat, minuman berenergi dan buah jeruk. Penjualnya tak jarang sengaja berpakaian seronok. Umumnya para pembeli adalah pekerja di pabrik gula. 

Meinar harus pandai menjaga diri dari tangan iseng para lelaki, dampratan pemilik warung makan yang merasa ia adalah saingannya dan pandangan rendah orang lain akan profesinya.  Meskipun berbeda, tapi mau tak mau ia juga harus ikut terkena dampak pandangan miring pada usahanya mencari uang. Jika bukan demi anak semata wayangnya, mungkin ia sudah menyerah ketika mendapat pengalaman buruk dengan salah seorang pekerja.

Dalam perjalanan hidup Meinar, kembali ia ditemukan dengan seseorang dari masa lalunya. Mandor Sanyoto memang sudah menikah tapi siapa yang bisa memendamkan rasa lama yang mendadak muncul tanpa diundang? Dilema melanda Mandor Sanyoto. Ada istri, jabatan dan tanggapan orang akan profesi Meinar. Tapi ada rasa ingin melindungi dan kasih tak sampai yang selalu mengusik ketika ia memandang wajah Meinar.

Lumayan menghibur kisah ini. Pembaca tidak saja disuguhi kisah mengenai bagaimana Mandor Sanyoto dan Meinar berurusan dengan perasaan mereka masing-masing, tapi juga bagaimana kehidupan sosial para pekerja pabrik gula.


Namun ada beberapa hal yang membuat saya bingung. Misalnya mengenai sosok yang bernama Tumini alias Tum. Sebagai orang yang tak memiliki cukup uang, ternyata ada Tum yang menjaga anak Meinar. Mungkin saya tidak membaca dengan teliti tapi saya seingat tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa sejak berpisah Meinar tinggal bertiga bersama kerabat. Jika demikian maka artinya Tum dibayar untuk menjaga anak Meinar. Cukup seimbangkah pendapatan menjadi pedagang jamu dengan pengeluaran untuk membayar Tum? Bukan saya merendahkan profesi seseorang, tapi secara hitungan ekonomi apakah sesuai? Kenapa tidak membuat Tum sebagai saudara sebatang kara yang rela ikut merawat anak Meinar sehingga kisahnya lebih pas.

Apa maksud peristiwa tertinggalnya dompet  Mami Rina di rumah Meinar? Untuk membuktikan bahwa ia orang jujur karena berniat sore hari mengembalikan dompet tersebut ?  Atau sekedar untuk menjadikan alasan agar ada komunikasi selain urusan dagang antara keduanya? Jika tak ada gunanya untuk apa ada dalam kisah?

Saya kurang paham kalimat berikut, "Kamu kan sudah gajian, lalu kamu apakan uang gajimu itu?" tanya Masinis Bambang itu pada   Sugiman yang memang memberikan uang itu pada sugiman, tapi tampaknya harus dengan  diblejeti  Masinis Bambag itu dulu. Apakah tidak bisa dicari kalimat yang lebih tepat agar sesuai makna yang ingin disampaikan

Bagaimana kelanjutan urusan salah seorang pekerja yang bersikap tidak sopan pada Meinar sehingga menimbulkan keributan? Hanya untuk dijadikan bagian guna menunjukkan bahwa Mandor Sanyoto memperhatikan Meinar semata? Bagiannya menguap begitu saja. Kenapa tidak diolah sehingga menjadi bagian yang lebih menarik? Misalnya ia dikeluarkan dari pabrik lalu membalas dendam pada Mandor Sanyoto dengan cara mencuri beberapa peralatan pabrik sehingga Mandor Sanyoto disalahkan. Atau hal lainnya. Sebagai penulis, tentunya Andri Saptono lebih kreatif dari pada saya

Banyak istilah dalam bahasa Jawa yang tidak diberikan keterangannya. Bagi pembaca yang tidak mengerti maknanya, mereka tidak bisa menangkap apa yang dimaksud oleh penulis. tentunya hal ini akan membuat pembaca di daerah Padang misalnya tidak bisa menikmati kisah ini dengan maksimal

Sebagai orang yang tak paham hirarki jabatan pekerja pabrik gula, saya tak paham apa tugas dan kewajiban mandor serta masinis. Kenapa sosok masinis dalam kisah ini digambarkan sebagai orang yang memiliki lumayan banyak uang dibandingkan yang lain. Ucapannya bagaikan sabda yang tak terbantahkan. Apa perlunya mengisahkan perjalanan hidup Masinis Bambang panjang lebar? Lumayan juga dari halaman 139 hingga 145. 
https://www.facebook.com

Kenapa  penulis bisa mengajukan proposal agar produsen minuman kesehatan mau mencantumkan produknya  dalam kisah ini dengan imbalan sejumlah uang. Dari pada menyebutkan merek secara langsung seperti yang ada di halaman 134 tanpa mendapat imbalan apa-apa, kenapa tidak memanfaatkan sebagai salah satu cara mendapatkan keuntungan lebih. Cara ini sudah sering kita lihat dalam berbagai tayangan sinetron dan film layat lebar.

Sepertinya penulis sudah terkena kecenderungan latah yang sering terjadi dalam masyarakat. Menyebut pembalut wanita dengan So***x (mereknya), menyebut pasta gigi dengan Pep****nt. Tanpa menyebut merek, bisa saja  dagangan Meinar disebut sebagai minuman kesehatan saja. 

Awalnya orang tidak akan mengira jika buku ini adalah novel jika melihat kover yang dibuat berkesan batik. Dengan gaya penulisan huruf yang tak biasa, buku ini terlihat sekali mengusung nuansa Jawa. Meski harus saya akui soal isi, saya selalu tak mampu memahami pilihan para juri di Dewan Kesenian di mana pun.

Ide cerita dalam buku ini unik. Hanya saja menurut saya sebagai pembaca,  penulis masih terlampau datar mengeksekusi ide. Sayang sekali ide kisah yang menawan ini tidak digarap dengan lebih dalam. Ada beberapa hal yang masih bisa dikembangkan sehingga menghasilkan greget lebih. 

Ditambah dengan latar belakang penulis sebagai mantan pekerja di pabrik gula, tentunya sangat paham banyak hal terkait situasi dan kondisi di sana. Maka kisah dalam 192 halaman ini bisa saja berkembang menjadi 300 halaman lebih jika diolah dengan lebih seksama. 

Meski demikian, melalui buku ini saya memperoleh tambahan pengetahuan mengenai bagaimana proses pembuatan gula. Mulai dari batang tebu hingga seperti yang dipergunakan sehari-hari. Ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

Lalu Segaramadu itu apa?
Baca saja sendiri ya biar lebih paham he he he.
Biar makin penasaran, nonton ini yuk




Tidak ada komentar:

Posting Komentar