Jumat, 16 Januari 2015

2015 # 15: Dongeng-dongeng dari Pulau Roti


Dikumpulkan oleh: D. Manafe
Halaman: 32
Gambar kulit dan dalam: Dachlan Djazh
Terbitan: 1-1969
Penerbit: P.N Balai Pustaka

Dongeng-dongeng dari Pulau Roti (dikenal juga dengan Pulau Rote) yang disusun oleh D. Manafe ini memuat beberapa kisah yang dikenal oleh maysrakat Pulau Roti. Kisah-kisah tersebut  (dalam ejaan baru) adalah Manusia Jadi Merpati, Manusia Jadi Bintang, Kera dan Kura-kura sebanyak 3 kisah, Manusia Jadi Kera, Manusia jadi Tikus, Asalnya Lembu Bergelambir, Sebabnya Gagak Berbulu Hitam, serta Kail Ajaib.

Kisah "Manusia Jadi Merpati" mengisahkan tentang dunia pada zaman dahulu kala. Dulu, langit dan bumi  berdekatan.  Melalui sebuah tangga kayu manusia dari bumi dapat naik ke langit sementara manusia dari langit bisa turun ke bumi.

Suatu waktu seorang nenek menyuruh kedua cucunya mengambil api di bumi. Karena kedua cucunya kurang berpengalaman mereka malah membuat kekacauan. Bukannya berhasil membawa bara yang mereka temukan di rumah salah satu penduduk bumi mereka malah membuat tangga kayu hangus terbakar. Kedua cucu tersebut menjadi takut dan bersembunyi di hutan.

Perempuan tua tersebut menjadi marah setelah tahu perbuatan kedua cucunya yang membuat tangga kayu terbakar. Ia bergegas mencari dan memanggil kedua cucunya. Keduanya ketakutan hingga tak berani muncul. Hal tersebut membuat sang nenek kian marah hingga mengeluarkan sumpah bagi kedua cucunya.

Setelah menyumpahi, langit terangkat ke atas semakin tinggi. Kedua cucu tersebut berubah menjadi merpati lalu terbang menuju langit, sayangnya sebelum mereka sampai, langit kembali terangkat. Akhirnya kedua burung merpati itu kembali ke bumi.

"Manusia Jadi Kera" mengisahkan tentang seorang nenek yang tinggal bersama cucunya di tepi hutan.  Setiap hari ini bekerja memetik buah kapas di ladang orang. Malamnya ia mengolah buah kapas yang diterimanya lalu ditenun hingga menjadi sebuah sarung untuk dijual.
 
Suatu ketika saat ia sedang asyik memintal benang, cucunya merengek minta makan. Diberikannya nasi dalam batok pada sang cucu. Rupanya sang cucu tidak menyukai. Sang cucu ingin makan jagung goreng. Karena tak ada persediaan maka sang nenek tidak bisa menyediakan jagung goreng. Tak mau tahu sang cucu terus merengek hingga berguling-guling di tanah. 

Kesabaran sang nenek habis. Diambilnya irus lalu dipukulnya kepala sang cucu dengan irus tersebut. Seketika itu juga sang cucu berubah menjadi kera dan melompat pergi ke dalam hutan. Irus adalah alat dapur yang fungsinya untuk mengaduk dan mengambil sayuran yang sedang diolah.

Berdasarkan kisah ini, maka para orang tua di Pulau Roti dilarang memukul kepala anak dengan irus. Walau secara akal sehat memukul kepala anak dengan alasan apapun sangat tidak dibenarkan karena berbahaya bagi fisik dan jiwa sang anak.

Satu lagi kisah yang berisi tentang kepercayaan masyarakat setempat ada pada kisah "Manusia Menjadi Tikus" Karena memukul kepala kedua cucu dengan busur kapas maka keduanya berubah menjadi tikus. Sejak itu para orang tua jika sedang marah dilarang memukul kepala dengan busur kapas.

Dari kisah yang ada dalam buku ini semuanya terkait dengan hewan. Manusia yang berubah menjadi hewan, hewan yang jahil,serta  tingkah bolah hewan. Bahkan kepercayaan mengenai pantangan yang berlaku di Pulau Roti juga dikaitkan dengan berubah hewan. 

Secara keseluruhan kisah-kisahnya menarik. Penulisan dengan gaya dan ejaan lama tidak membuat kisahnya menjadi sulit dipahami. Pesan moral yang disampaikan juga sangat jelas.

Ilustrasi yang ada dalam buku membuat pembaca kian menikmati kisah. Dengan melihat ilustrasi yang berukuran satu halaman penuh, pembaca kian larut dalam keasyikan membaca kisah. Kesan yang terlihat dari gambar juga masih bisa diterima dalam kehidupan saat ini. 

Sayangnya saya tidak bisa melihat kover asli buku ini karena kondisinya sudah tidak ada kover namun diganti dengan sampul. Hal ini terjadi karena kondisi buku yang harus terus dirawat.Mungkin kover aslinay sudah tidak layak lagi.

Dalam wikipedia disebutkan bahwa Kepulauan Rote merupakan satu wilayah kabupaten, yakni Kapubaten Rote Ndao di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.  Merupakan kabupaten paling selatan di Republik Indonesia.  Ibukota kabupaten ini terletak di Baa. Kabupaten Rote Ndao memiliki luas wilayah 1.731 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 76.352 jiwa (Th. 2000).  Terdapat 8 kecamatan di kabupaten ini, yakni Kec. Rote Timur; Kec. Pantai Baru; Kec. Rote Tengah; Kec. Rote Selatan; Kec. Busalangga; Kec. Rote Barat Daya; Kec. Rote Barat Laut dan Kec. Rote Barat.

Pada mulanya sebelum masa penjajahan, nama pulau ini disebut Kale (nama Pulau Rote dulu). Masyarakat Rote lainnya menyebut pulau ini dengan nama “Lolo Deo Do Tenu Hatu” yang artinya Pulau yang Gelap. Ada juga yang menyebut “Nes Do Male” yang artinya Pulau yang Layu/Kering (Otta, 1990:10) dan ada juga yang menyebut dengann “Lino Do Nes” yang berarti Pulau yang Sunyi (Naladay, 1988:14). 

Nama Pulau Rote dalam dokumen Portugis pada abad ke-16 dan ke-17 tercantum berbagai nama. Pulau itu dikenal dengan nama “Rotes”. Dalam peta Belanda, mula-mula pulau ini disebut “Rotthe”, yang oleh ahli peta kemudian dikutip secara salah menjadi “Rotto”. Namun dalam salah satu peta dari awal abad ke-17, pulau ini disebut dengan nama pribumi “Noessa Dahena” (Nusa Dahena) yang berasal dari dialek Rote bagian timur secara harafiah berarti ‘Pulau Manusia’.

Pada pertengahan abad ke-17, Persatuan Dagang Hindia Belanda dalam dokumen-dokumennya menggunakan nama “Rotti” dengan tiga ejaan yang berbeda yaitu “Rotti”, “Rotty”, dan “Rotij”. Sebutan resmi ini terus dipergunakan sampai pada abad ke-20 dan diubah menjadi “Roti”. (http://melkylalay.blogspot.com/2013/10/sejarah-rote.html)

Sumber gambar:
https://ayahaan.files.wordpress.com/2010/06/pulau-rote.jpg


1 komentar:

  1. Cerita ini perlu dipoulerkan melalui literasi nasional,sbg khasanah yg memperkaya wawasan nusantara

    BalasHapus