Penulis: Sosuke Natsukawa
ISBN: 9786020671659
Halaman: 200
Cetakan: Pertama- Juli 2023
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9786020671659
Halaman: 200
Cetakan: Pertama- Juli 2023
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp79.000
Rating: 4.25/5
Buku yang duduk saja di rak hanyalah setumpuk kertas. Bila tidak dibuka, buku yang memiliki kuasa besar atau kisah epik hanyalah secarik kertas. Tetapi buku yang dikagumi dan dicintai, dipenuhi pikiran-pikiran manusia, akan dianugerahi jiwa
- The Cat Who Saved Books: Kucing Penyelamat Buku, hal 156)
Kucing belakangan menjadi hewan yang dekat dengan dunia literasi. Mulai dari buku Dewey: The Small-Town Library Cat Who Touched the World (Vicki Myron), Save the Cat: The Last Book on Screenwriting You'll Ever Need (Blake Snyde), Jika Kucing Lenyap dari Dunia (Genki Kawamura), Jika Aku Jadi Kucing (Benny Rhamdani), lalu buku ini.
Belum lama, saya temukan toko buku sebagai bagian dari kisah dalam buku karangan penulis Asia. Di buku Almond besutan Sohn Won-Pyung, dikisahkan ibu tokoh utama memiliki toko buku bekas.
Demikian juga dengan buku ini, kakek tokoh utama cerita, Rintaro meninggal dan mewariskan sebuah toko buku bekas. Kedua orang tua Rintaro sudah meninggal, hingga ia tinggal bersama kakeknya. Sayangnya, sang kakek juga tak berumur panjang.
Toko Buku Natsuki yang ia terima sebagai warisan ternyata bukan toko buku biasa. Selain buku-buku yang dijual menarik, ada kucing bisa bicara yang sering mampir, melalui toko buku tersebut Rintaro bisa menuju ke labirin misterius guna menyelamatkan buku tertentu.
Kucing yang bisa bicara-Tiger, meminta bantuan dari Rintaro untuk menyelamatkan buku-buku. Untuk itu, mereka harus bisa melalui 4 labirin, dimana tiap labirin memiliki tantangan tersendiri.
Labirin pertama-Pemenjara Buku. Rintaro akan berurusan dengan orang yang hobi menyimpan buku. Koleksinya tak kurang dari 50-an ribu judul. Buku yang ada bak dipenjara, tidak bisa dinikmati oleh orang lain.
Duh, jadi merasa tersindir nih. Ada koleksi saya yang memang tidak akan pernah boleh dibaca serta dipinjam orang lain. Silakan melihat dan membaca sambil lalu di tempat, tapi jangan harap bisa membawa pulang untuk dipinjam koleksi Little Women saya.
Kemudian pada labirin kedua-Pencincang Buku, dikisahkan tentang orang yang merasa sudah berhasil menemukan metode cepat untuk bisa mengetahui isi buku, dengan cara "memotong" buku. Sehingga banyak buku bisa dibaca dalam waktu singkat. Ia sering mendengarkan Ode to Joy dari Ludwig van Beethoven, saat memotong-motong buku.
https://www.goodreads.com/ book/show/59747343 |
Teknik membaca cepat yang belakangan gencar dipromosikan, juga dibahas dalam buku ini. Rintaro menyebutkan tidak semua buku bisa dibaca dengan metode membaca cepat, sepertinya halnya musik yang tak bisa didengarkan dengan baik jika diputar dengan metode cepat.
Setuju! Untuk membaca fiksi, tentunya tak bisa dilakukan dengan membaca cepat. Banyak hal-hal menarik yang bisa terlewat, tidak terbaca jika mempergunakan metode membaca cepat.
Dimana keseruan membaca kisah detektif jika sudah tahu siapa pelaku kejahatan dan bagaimana cara kerja penjahat? Menerka-nerka siapa penjahatnya merupakan keseruan tersendiri. Andai penulis memang sengaja membocorkan pelaku dari awal, menebak bagaimana ia bertindak juga menjadi keseruan tersendiri.
Memahami hal baru, tidak bisa dilakukan dengan membaca cepat buku non fiksi. Penjelasan yang penting guna memudahkan memahami buku, bisa terlewatkan. Bisa-bisa malah tak paham apa yang dibaca.
Jika ada yang menyukai membaca dengan metode membaca cepat, silakan saja. Tapi, secara pribadi saya tak menyukai metode ini. Jika sudah memutuskan untuk membaca, maka bacalah dengan cara yang benar, dari awal hingga akhir.
Kisah yang ada pada labirin ketiga-Penjual Buku. Pada labirin ini keduanya bertemu dengan penerbit hanya mau menerbitkan buku yang sesuai dengan selera pasar. Buku-buku yang tidak sesuai tidak akan diterbitkan.
Bagian ini membuat saya teringat pada sebuah drama korea dimana setting kisahnya adalah sebuah penerbitan. Di perusahaan tersebut, mereka akan menerbitkan buku yang dianggap laris, setelah mendapatkan buku yang menjadi best seller, baru mereka menerbitkan buku yang berbobot namun nilai jualnya kurang.
Labirin terakhir, agak berbeda dan tentunya merupakan labirin yang paling berat dibandingkan 3 terdahulu. Rintaro harus berhadapan dengan sosok yang berbeda. Ia bisa saja kehilangan sahabat (walau saya menduga diam-diam dia naksir). Namun seberat apapun, ia yakin bahwa buku-buku akan menyelamatkan dirinya.
Buku yang disayangi akan selalu memiliki jiwa. Jiwa itu akan datang menolong pembacanya pada saat-saat berat-hal 158-
Ah! Beberapa kali saya juga sudah "diselematkan" oleh koleksi buku saya. Tanpa mereka, saya tak akan kuat menghadapi banyak gempuran dalam hidup.
Dalam 4 bab plus prolog dan epilog, pembaca akan disuguhi aneka hal terkait dengan dunia buku. Unik sekali bagian yang menyebutkan bahwa membaca buku banyak memang hal yang bagus, namun tidak cukup hanya dibaca saja. Apa yang dibaca harus diolah, kemudian diterapkan dalam kehidupan.
Padahal, selama ini yang sering digaungkan bahwa membaca buku dapat membuat seseorang menjadi pintar dan bijaksana. Ternyata, jika hanya ilmu yang ada dalam buku hanya dibaca tanpa diterapkan dalam kehidupan, adalah hal yang sia-sia.
Boleh-boleh saja membaca buku, tapi setelah selesai membaca, kau harus menapakkan kaki di dunia-hal 45-
Aneka judul buku serta penulis juga bertebaran, bisa menjadi tambahan referensi bacaan. Terutama karya klasik. Dengan demikian, pembaca juga bisa mendapatkan aneka referensi bacaan serta penambah wawasan terkait buku.
Selain soal buku, penulis juga menyinggung sebaiknya seseorang menjalani kehidupan. Rintaro yang berusaha membuka diri pada bibi jauh, sosok yang jarang ia temui sebelum kakek meninggal. Atau bagaimana ia mulai mau akrab dengan gadis ketua kelas yang belakangan menjadi suka membaca.
https://www.goodreads.com/book/ show/58322877-the-cat-who-saved-books |
Bagaimana beratnya kehidupan, Rintaro beruntung memiliki teman dengan rasa humor tinggi. Karena dengan humor ia bisa merasakanan tekanan yang berkurang walau hanya sedikit.
Seperti yang disebutkan oleh penulis di halaman 23, "Dunia ini mendatangkan bermacam rintangan untuk kita, kita terpaksa menanggung begitu banyak masalah berat. Senjata terbaik kita untuk melawan segala kepedihan dan kesulitan di dunia ini bukanlah logika atas kekerasan. Senjata terbaik kita adalah humor."
Hubungan antara Rintaro dan Tiger merupakan sebuah hubungan yang unik. Selama ini Rintaro tidak memiliki keterikatan dengan hewan. Baginya kucing hanyalah sekedar hewan saja. Hingga suatu saat, Tiger datang menemuinya dan meminta bantuan. Tanpa disadari, Rintaro kerap merindukan kunjungan Tiger.
Dalam buku ini, Rintaro menggambarkan dirinya sebagai seorangHikikomoro. Kata tersebut belakangan sering disebut-sebut sebagai gaya hidup di Jepang. Istilah tersebut diciptakan Tamaki Saito, seorang psikolog Jepang dalam bukunya Social Withdrawal- Adolescence Without End yang terbit pada tahun 1988.
Dalam laman CNN berikut, disebutkan bahwa Hikikomori didiagnosis sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang saat mereka mulai menghindari kehidupan sosial. Tapi, penghindaran yang mereka lakukan cukup parah, yakni dilakukan setidaknya dalam kurun waktu enam bulan.
Secara keseluruhan, buku ini bisa menjadi pilihan bacaan bagi penggila buku serta penyuka kucing. Menambah rasa cinta pada buku bagi yang membacanya. Buku yang menarik. Direkomendasikan untuk mereka yang membutuhkan bacaan ringan.
Jadi pingin menikmati buku Ode to Joy setelah membaca buku ini ^_^.
Sumber Gambar:
https://www.goodreads.com
Sumber video:
https://www.youtube.com
اقرأ أيضا : 4 Acts of Benevolence by Bartholomew Kuma
BalasHapusاقرأ أيضا : 7 Plus Grands Producteurs de Melon Dans Le Monde
اقرأ أيضا : 6 Facts About Dr. Vegapunk from One Piece: A Plethora of Clones!
اقرأ أيضا : Les 7 plus grands producteurs d'ananas dans le monde
اقرأ أيضا : The History Of Everton Football Club's Logo