Sabtu, 02 Juli 2022

2022 #17: Kisah Seorang Perawan Desa

Judul asli: Perawan Desa
Penulis: W.R. Supratman
Editor: Bandung Mawardi
ISBN: 9786237245834
Halaman: 100
Penerbit: bukuKatta
Harga: Rp 60.000
Rating: 3/5

"Itu belum seberapa. Orang Belanda kalau dihukum di bui Semarang masih enak. Dapat makanan baik, roti dan kentang, tidur pakai bulzak, bisa belajar ini dan itu sehingga mereka malah senang sekali. Keluar dari bui ada yang bisa dapat diploma. Tetapi, orang Bumiputera, bagaimana? Kalau jadi orang rantai, belum tentu ia tidak mati."

- Perawan Desa, hal 32-

Kereta api-Sneltrein bisa dikatakan merupakan alat transportasi yang sudah ada sejak zaman dahulu. Dengan tarif relatif murah dan jangkauan tempuh yang luas, tak heran jika menjadi pilihan banyak orang. Demikian juga dua orang gadis dalam kisah ini. Sitti Adminah  alias Mince dan Sarlilah alias Sarce memilih kereta api untuk berpergian ke Bandung pada Sabtu, 3 Juni. 

Perjalanan yang semula ditempuh berdua,  menjadi kian ramai  dengan kehadiran  Subagio, Seorang pria yang   menaiki kereta saat mulai melaju. Kebetulan hanya di tempat mereka masih tersedia tempat kosong, maka Subagio meminta izin untuk bergabung.  

Sepanjang jalan, mereka  menghabiskan  waktu dengan berbagai kegiatan, salah satunya mengobrol dan membaca.  Salah topik adalah tentang berita seorang Belanda bernama Van Stelan, pegawai departemen Financien yang mencuri uang milik Gouvernement dalam jumlah lumayan. Ketiganya kemudian berpisah dengan riang gembira dengan janji akan bertemu jika dapat.

Selanjutnya,  buku ini mengisahkan tentang bagaimana kehidupan masyarakat saat itu. Misalnya pada bagian IX, Desa Ciharum, mengisahkan tempat tinggal Sitti Adminah. Demikian juga dengan bagian XI, Paman Tani. 

Bagaimana perbedaan perihal pernikahan antara anak-anak Belanda dengan bangsa kita, juga dibahas dalam buku ini.  Ada juga bagian yang mengisahkan tentang sebuah peristiwa yang nyaris membuat Subagio dihajar penduduk kampung.

Mince yang  mendapat pendidikan HBS di Batavia dan hidup dalam lingkungan pergaulan Eropa, mulai merasakan kebosanan berada di kampung halaman. Tak ada teman yang bisa diajak bercakap-cakap, tak ada undangan pesta yang harus didatangi. Maka ketika Subagio datang untuk menjenguk, disambutnya dengan hati riang.

Apa yang kemudian terjadi antara keduanya, dijelaskan dengan kalimat kiasan dengan sejuta makna, membuat pembaca mengartikannya sendiri. Di situlah gadis dan pemuda itu bersenang-senangan, Bulu Badannya berdiri, atau Perasaan kedua orang muda itu baik dikira-kirakan saja. Mereka berpeluk-pelukan, bercakap-cakap, dan bercium-ciuman."

Kisah ini ditutup dengan hal yang mungkin sudah bisa ditebak oleh pembaca saat ini. Perlu diingat, saat kisah ini dibuat, gaya bercerita seperti yang digunakan oleh penulis berbeda dengan gaya bercerita yang biasa digunakan saat ini. 

Penulisan nama, Siti Adminah dan Sarlilah menjadi Mince dan Sarce, serta pembicaraan perihal  orang Indonesia yang bergaya hidup meniru bangsa Eropa, bisa kita anggap merupakan penjabaran bagaimana kehidupan sosial saat itu.  

Bagi banyak masyarakat ketika, sepertinya ada keinginan untuk meniru kehidupan bangsa Eropa. Dari sekedar nama panggilan, cara berpakaian,hingga bagaimana pandangan mereka tentang kehidupan. Seperti tokoh dalam kisah ini.

Kisah ini juga menampikan sosok penjahat. Ternyata penjahat tersebut sering dikira  sebagai seorang pribumi. Ia telah memakan banyak korban. Seorang Nyai bahkan melaporkannya juga. Hal ini seakan memberikan pesan ketidaksukaan mendalam dari penulis pada Belanda.

Surat kabar Sin Po juga disebut dalam kisah ini. Sebagai salah satu kontributor, sepertinya penulis tak ingin melewatkan kesempatan untuk bisa mempromosikan korannya. Termasuk juga dengan menyelipkan adegan membaca koran dalam kisah ini.

Untuk kover, kereta api dan seorang gadis, sudah sangat mengambarkan kisah yang ada dalam buku ini. Sebelum membaca, andai saya tidak membaca blurd, maka dengan melihat kover, saya akan menebak bahwa ini kisah tentang seorang gadis yang bepergian dengan kereta api.

Pakaian yang dikenakan oleh sang gadis, langsung mengingatkan pada pakaian yang dipakai para pemain di film perjuangan. Pakaian yang digunakan noni-nona Belanda. Sedangkan warna coklat, membuat kesan klasik.

Karena saya membeli saat PO, maka saya termasuk beruntung mendapatkan bonus buku Lagu-lagu Ciptaan W.R. Supratman karangan Mas Yud yang dicetak terbatas, serta sebuah  mini notes eksekutif.

Mungkin saya adalah satu dari sekian banyak orang yang tak tahu tentang novel ini. Mengenai sosok W.R. Supratman yang merupakan seorang jurnalis, sudah banyak orang yang mengetahui. Termasuk perihal bagaimana sang kakak ipar-Willem van Eldik,  membuatnya jadi menyukai musik dan piawai memainkan biola. 

Penerbit ini sempat memberitahu saya bahwa setidaknya tercatat ada  tiga roman karya  W.R. Supratman, yaitu Perawan Desa, Darah Moeda dan Kaoem Fanatiek. Perawan Desa  dicetak sebanyak 2.000 eksemplar, tapi belum sempat diedarkan sudah disita karena dianggap bacaan yang harus dimusnahkan.

Secara keseluruhan, buku ini perlu dibaca oleh mereka yang ingin mengetahui bagaimana kehidupan masyarakat ketika itu. Tepatnya sekitar saat Kongres Pemuda II. Bagi para sastrawan serta mereka yang bekerja dalam dunia penulisan, buku ini bisa menjadi inspirasi. Mereka yang mengagumi sosok W.R. Supratman tentunya akan menyukai buku ini.

Sang penulis, Wage Rudolf Soepratman(sering ditulis W.R. Supratman),  lahir 19 Maret 1903, wafat 17 Agustus 1938 merupakan seorang  guru, wartawan, violinis, dan komponis . Sosok  beliau  dikenal sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia, "Indonesia Raya", serta merupakan anggota dari grup musik jazz Black and White Jazz Band. 
https://holopis.com/

Hari Musik Nasional  ditetapkan berdasarkan tanggal lahir versi pertamanya, 9 Maret.  Beliau mendapat diberikan gelar sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan surat keputusan Presiden RI No.16/SK/1971 tanggal 20 Mei 1971. Melalui Surat Keputusan Presiden RI No.017/TK/1974 tanggal 19 Juni 1974 Presiden RI, beliau mendapat anugerah Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama.

Dikutip dari  https://www.kai.id, sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai ketika pencangkulan pertama jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta) di Desa Kemijen oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr. L.A.J Baron Sloet van de Beele tanggal 17 Juni 1864. Pembangunan dilaksanakan oleh perusahaan swasta Naamlooze Venootschap Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) menggunakan lebar sepur 1435 mm.

Sementara itu, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api negara melalui Staatssporwegen (SS) pada tanggal 8 April 1875. Rute pertama SS meliputi Surabaya-Pasuruan-Malang. Keberhasilan NISM dan SS mendorong investor swasta membangun jalur kereta api seperti Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS), Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), Oost Java Stoomtram Maatschappij (OJS), Pasoeroean Stoomtram Maatschappij (Ps.SM), Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM), Probolinggo Stoomtram Maatschappij (Pb.SM), Modjokerto Stoomtram Maatschappij (MSM), Malang Stoomtram Maatschappij (MS), Madoera Stoomtram Maatschappij (Mad.SM), Deli Spoorweg Maatschappij (DSM).

Selanjutnya, disebutkan juga bahwa saat ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki tujuh anak perusahaan/grup usaha yakni KAI Services (2003), KAI Bandara (2006), KAI Commuter (2008), KAI Wisata (2009), KAI Logistik (2009), KAI Properti (2009), PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (2015). 

Tahun 2022 ini, KAI juga mendapat banyak penghargaan, yang terbaru pada Maret 2022 adalah  Penghargaan untuk Kategori Perlindungan Konsumen di Masa Pandemi  dari  Harian Pagi Tribun Jawa Barat dalam kegiatan   Editor Choice Award.

Buku yang luar biasa!

Sumber Gambar:
https://holopis.com/

---------------------

Seperti yang pernah saya sebutkan, membaca sebuah buku dengan membuat komentar atas buku tersebut merupakan dua hal yang membutuhkan kecepatan berbeda. Saya bisa membaca dengan cepat,membuat komentar juga tak butuh lama. Tapi  mencari foto kover yang menarik, beda lagi urusannnya.

Setelah beberapa hari sebelum sampai kantor, saya sengaja turun di stasiun Pancasila. Niatnya menunggu ada dua kereta yang bersisihan, dengan buku ini berada di antara kereta tersebut. Berhasil! Tapi karena HP saya iseng ikutan mandi hujan, maka harus diopname. Beberapa foto raib! Jangan ditanya bagaimana, begitu faktanya.

Suasana hati langsung kacau, Butuh beberapa hari untuk bersemangat lagi untuk mencari foto. Walau hasilnya tak seperti foto awal. Begitulah saya, kadang suasana hati berpengaruh juga ^_^.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar