Penulis: Teguh Affandi
Editor: Mirna Yulianti
ISBN: 9786020661964
Halaman: 149
Cetakan: Pertama-Mei 2021
Penerbit: PT Gramedia Pustaka
Harga: Rp 75.000
Rating: 4/5
Api membesar. Suara emprit bersuitan, suara ayam berkokok ketakutan. Sesaat sebelum Kiai Toha sadar bahwa belum disaksikannya Tuhan keluar dari rumah Melly. Bila demikian, sama saja dia memerintahkan membakar Tuhan. Dia lari ke depan. Dengan surban serta gerakan tangan seadanya, Kiai Toha berusaha memadamkan api. Andung mencegah, karena takut orang suci itu jatuh mati dalam kobaran.
- Arum Manis, hal 93-
Buku Arum Manis: Cerita Bukan tentang Cerita Kita merupakan buku perdana dari Mas Teguh, begitu saya bisa menyapa sang penulis. Setelah menempuh "kehamilan" selama 10 tahun, akhirnya "anak pertama" Mas Teguh lahir juga. Kami, para sahabat mendukung dengan cara sederhana, membeli buku versi original buku ini.
Pada halaman awal, pembaca akan menemukan kutipan dari tokoh Patrick Star. Yups! Patrick yang ada dalam serial Spongebob Squarepants. Jangan biarkan hatimu berjalan menjauh, kecuali pikiranmu memiliki kaki dan mengikutinya, begitu katanya. Sepertinya penulis sangat mencintai dan terinspirasi oleh tokoh bintang laut itu.
Kata pengantar dengan judul Duice et Utile sepanjang lebih dari 5 halaman dari Budi Darma, menyambut pembaca menikmati kisah dalam buku ini. Sungguh beruntung, seorang Budi Darma masih sempat menyempatkan waktu untuk memberikan kata pengantar bagi karya perdana. Kata pengantar tersebut ditulis tahun 2019, sebelum beliau wafat.
Setelah itu, pembaca akan menemukan aneka kisah yang secara keseluruhan terbagi dalam tiga bagian utama. Bagian pertama, Saya, berisikan tujuh kisah. Mulai dari Tembok Apartemen yang Bicara; Arum Manis; dan Aroma Kenanga.
Sementara bagian kedua diberi judul Anda, dimana terdapat delapan kisah dalam bagian tersebut. Hujan Mawar di Lempuyangan; Naga dalam Mulut Kartika; Perjamuan Serigala; hingga Kematian Calon Pengarang.
Sedangkan bagian terakhir berjudul Dia, memuat tujuh, Radian dan Kulkus Barunya; Olfaktori; Angin Tak Dapat Membaca; dan Pohon Pu Tao Tua. Sebagai tambahan informasi, pada bagian akhir terdapat Riwayat Publikasi, serta informasi Tentang Penulis.
Rasanya tak perlu meragukan kepiawaian seorang Teguh dalam meracik kata. Seiring waktu, keterampilannya meningkat, terasah dengan berbagai tempaan, yaitu tugas sebagai editor. Panjangnya riwayat publikasi karya merupakan bukti tak terbantahkan.
Setelah membaca kisah Tembok Apartemen yang Bicara, ungkapan yang pas adalah, kecepatan gosip melebihi kecepatan cahaya. Aroma Dapur Tetangga, membuat saya tertawa karena teringat kisah seseorang. Ia lupa rumah yang berhempit membuat suara sekecil apapun bisa didengar tetangga, termasuk suara erangan nikmat saat memadu kasih.
Peristiwa di Kedai Kopi memberikan pesan agar tidak sembarangan menyalahkan hujan sebagai penyebab bersemainya kembali cinta. Bukan salah hujan, tapi salahkan dirimu yang bertindak bodoh!
Jemini dan Tuan Busu Klaten, mengajarkan kita untuk menghormati orang dengan tidak bisa bersikap seenak udel. Apalagi orang itu orang yang memberi kita pekerjaan. Cari mampus saja!
Kisah Arum Manis yang diangkat menjadi judul buku ini, membuat saya tertawa dan (nyaris) menangis secara bersamaan. Tertawa karena teringat pada kekonyolan yang (mungkin juga pernah) dilakukan saat anak-anak, serta jajanan kegemaran.
Selanjutnya (nyaris) menangis, karena membayangkan kelakukan bejat seseorang telah menimbulkan trauma berkepanjangan, bahkan menghancurkan kehidupan seorang anak kecil! Penulis berhasil meluluhlantahkan perasaan saya. Hiks... tertawa diawal, menangis kemudian.
Rasa cinta dan setia ternyata tidak abadi, bisa hilang dikarenakan hal tak terduga. Demikian kesimpulan saya setelah menamatkan kisah Aroma Kenanga. Alih-alih setia dan mendampingi istri, tokoh aku dalam kisah ini justru lebih memikirkan tentang kenanga yang tumbuh pada sosok perempuan lain.
Dan..., masih banyak lagi kisah memukau yang bisa ditemukan dalam buku ini. Tiap kisah yang disajikan, membutuhkan seni tersendiri untuk menikmatinya. Buka pikiran untuk menikmatinya. Seperti kata Budi Darman, Fiksi bisa "tidak masuk akal" karena pengaruh imajinasi pengarangnya, dan bisa juga "masuk akal" karena pengarang tidak lain adalah produk berbagai permasalahan sosial.
Jika dicermati, banyak metafora yang akan ditemui. Mas Teguh mempergunakan aneka buah dan sayuran. Bahkan pada tiap awal bagian, terdapat gambar apel, atau jeruk ya, serta pisang pada beberapa bagian.
Kelebihan lain adalah kisah yang ada dalam buku ini memiliki kemiripan dengan kehidupan sehari-hari. Mungkin tidak semua, namun bagi saya lumayan mengalami beberapa hal. Hayo tebak yang mana he he he.
Secara keseluruhan, selain membuat perasaan saya membaca naik-turun seperti roller coaster, buku ini membuat saya melanggar beberapa aturan yang saya buat sendiri untuk menikmati sebuah buku.Dimulai dengan membaca secara berurutan, padahal biasanya untuk buku jenis ini saya akan mulai membaca dari judul kisah yang diambil menjadi judul buku.
Menurunkan kecepatan membaca, adalah langkah selanjutnya. Isi buku ini bak candu, seperti layaknya Aroma Kenanga, ingin terus dbaca. Tapi saya harus pandai mengatur rasa kecanduan saya. Sehingga buku ini bisa dinikmati lebih lama.
Selain hiburan, pembaca juga mendapat pengetahuan. Misalnya perihal perbedaan mangga pakel dan kueni di halaman 61. Konon di tanah air menurut laman berikut, terdapat 13 jenis mangga yang populer di tanah air.
Menurut situs tersebut, mangga Kweni (dalam buku tertulis kueni) berbentuk lonjong, dengan ujung membulat, tidak berlekuk dan berparuh. Bobotnya rata-rata 350 g, dan panjangnya sekitar 11 cm.Kulit buah halus berlilin, yang terdapat bintik- bintik berwarna putih kehijauan. Buah yang sudah masak, bagian pangkalnya berwarna hijau. Daging buah berwarna kuning, berair dan berserat kasar, beraroma khas kweni. Rasanya cukup manis dengan sedikit rasa terpenti.
Sementara mangga Pakel, buahnya lonjong, dengan panjang antara 12-15 cm. Warnanya hijau kelabu. Permukaan kulit buah terdapat bercak berwarna coklat, dan bergetah. Daging buah memiliki serat yang kasar, rasanya sedikit asam dengan sedikit rasa manis bercampur rasa terpentin. Aromanya khas yang cukup kuat. Bobot buah bisa mencapai 500 gram.
Untuk urusan kover, andai ada penilaian tersendiri, saya akan memberikan bintang 5. Kover karya Orkha Creative terbilang unik, ditambah dengan warna hitam yang menjadi latar. Mengambil mangga untuk menyesuaikan dengan judul kisah sepertinya hal yang umum akan dilakukan oleh banyak orang.
Tapi mengubah mangga menggantikan gambar anatomi organ tubuh, sepertinya jarang dilakukan orang. Coba diingat, dalam salah satu buku pelajaran sekolah, ada gambar tentang organ dalam tubuh manusia. Gambar dalam kover ini menyerupai hal tersebut, hanya bedanya semua organ diganti dengan mangga.
Maka, saya meletakkan buku ini di atas tumpukan mangga di kedai buah, kemudian mulai memotret. Rencananya untuk dijadikan tampilan kover catatan ini. Sayangnya peristiwa kehujanan membuat foto-foto tersebut raib. Dan saya yang jadi eror, butuh waktu lumayan lama untuk bisa mencari ide lagi. Maafken Mas Teguh, padahal catatan ini sudah selesai dibuat saat launching lalu.
Saya beruntung karena ikutan pemesanan awal sehingga mendapat beberapa bonus. Salah satu yang paling membuat saya teringat pada sosok Mas Teguh adalah lembaran Angka Kecukupan Gudrids (AKG). Lembar yang berisikan informasi perihal jumlah cerpen dan judulnya, mengingatkan pada kebiasaan Mas Teguh untuk mempergunakan kertas sebagai pembatas buku. Jadi adaikata pembatas buku asli buku ini raib, ada cadangannya.
Tentunya kata Gudrids yang ada tidak berhubungan dengan situs pembaca Goodreads. Sekedar seru-seruan semata. Ide yang menarik sebenarnya. Pembaca jadi bisa tahu ada kisah apa saja dalam buku ini tanpa perlu membuka Daftar Isi.
Jika ada yang ingin berkomunikasi dengan Mas Teguh, bisa meluncur ke IG: Teguh Afandi, twitter:@afaditeguh, atau surel teguhafand@gmail.com.
Jadi pingin menikmati buah mangga original, yuk....