Judul asli: Dewi Duri dan Cahaya Kunang-kunang: Sehimpun Cerita Mitologis
Editor: Triyanto Triwikromo
ISBN: 9786024812669
Halaman: 192
Cetakan: Pertama-Februari 2020
Penerbit: KGP
Harga: Rp 65.000
Rating: 3.5/5
"Agnum su tubhyam varuna svadhavo, hrdi stoma upasritas cid astu sam nah kseme sam u yoge no astu, yuyam pata svastibhih sada nah."
Semoga pujaan ini berkesan pada-Mu, O Maruna yang bebas. Semoga kami selamat dalam beristirahat, semoga kami selamat dalam bekerja. Lindungi kami dengan berkahmu.
~Mantra pemujaan terhadap dewa samurera, air, dan langit Maruna, Kesatria Pulau Garam, Mega Fitriyani, halaman 59~
Sebenarnya sudah lama sejak saya tahu bahwa Mas Yudhi Herwibowo memenangkan Sayembara Penulisan Cerpen Mitologi yang diselenggarakan oleh Universitas Ivet Semarang pada tahun 2018. Namun baru pada tahun 2020 karyanya bersama karya beberapa penulis lain bisa dinikmati dalam bentuk buku.
Dalam buku ini, terdapat 16 kisah yang dikemas ulang dari mitos yang ada di tanah air hingga menciptakan sebuah mitos baru. Beberapa kisah sudah mengalami penyesuaian dengan kondisi saat ini. Tentunya dengan tujuan agar mudah diterima oleh pembaca.
Karya Mas Yudhi yang berjudul Dewi Duri, sepertinya tak perlu diberikan komentar lagi. Karena pembaca bisa membaca ulasannya dari sang editor pada halaman xxii-xxv, lumayan panjang bukan? Bisa dianggap sebagai wujud pertanggungjawaban panitia mengapa memilih Dewi Duri sebagai pemenang pertama.
Secara singkat, kisah tersebut memberikan sebuah jawaban kenapa tangkai bunga mawar dipenuhi duri. Ciri khas Mas Yud berupa akhir yang bisa beragam, tergantung pemahaman pembaca, diberikan istilah apera aperta oleh editor. Mengacu pada ungkapan Umberto Eco dalam The Role of the Reader. Jika ingin lebih jelas, silakan baca catatan kakinya di halaman xxv ^_^.
Demikian juga dengan kisah Mengapa Kunang-kunang Sudah Tak Ada Lagi karya Prihadi Kurniawan, serta kisah Ketika Bumi Berbentuk Kubus karya Rio Johan. Sebagai pemenang sayembara, keduanya juga mendapat ulasan yang lumayan panjang pada esai yang dibuat oleh sang editor.
Sementara untuk karya lainnya seperti Sadam dan Sadam (Sudya Gemilang), Perang Anak-anak Langit (Ruwi Meita), Perihal Tiga Butir Telur Dewa Antaboga di Dalam Hikayat Dendam Ular dan Katak Sawah (Guntur Alam), Kesatria Pulau Garam (Mega Fitriyani), Nenekku Buaya (Munar Muhtar), Dewi Pohong (Mira Tri Rahayu) dan lainnya, diberikan ulasan singkat saja.
Kisah Perihal Tiga Butir Telur Dewa Antaboga di Dalam Hikayat Dendam Ular dan Katak Sawah, memporak-porandakan hikayat Dewi Sri yang selama ini dikenal masyarakat. Bagi para petani Dewi Sri adalah pelindung bagi padi yang mereka tanam, karena padi adalah penjelmaan dari Dewi Sri.
Tapi dalam kisah ini, justru Dewi Sri menjadi ular sawah, sementara padi merupakan dua saudara kembarnya yang buruk rupa dan jahat.
Jika pada umumnya seorang ibu akan melakukan apa saja demi keselamatan anaknya, maka dalam kisah ini justru sang ibu lebih mementingkan keselamatqn dirinya hingga rela membunuh anaknya sendiri. Meski setelah itu ia menangis makam anaknya selama beberapa waktu.
Membaca kisah Nenekku Buaya dari Munar Muhtar, mengingatkan pembaca akan Teori Darwin. Digambarkan bahwa binatang berevolusi untuk bisa bertahan hidup. Dimulai dari buaya yang berusaha mencari sumber makanan baru, beberapa berevolusi menjadi seba (monyet), kemudian dalam kisah ini ada yang berevolusi menjadi tau (manusia).
Meski digambarkan bahwa tau, seba, dan buaya merupakan satu keturunan yang berevolusi, dikisahkan kenapa buaya tidak suka jika ada tau dan seba yang memasuki daerah kekuasaannya. Seba bisa dikatakan cukup tahu diri dengan berusaha seminim mungkin berurusna dengan buaya.
Tapi tidak dengan tau. Seiring jumlah yang bertambah, tau bahkan mulai menguasai tempat tinggal seba. Bahkan mulai memasuki wilayah buaya hingga mengakibatkan kemarahan mereka. Kisah yang unik.
Pada bagian akhir buku, terdapat semacam informasi seputar penulis yang karyanya ada dalam buku ini. Beberapa nama menyajikan informasi yang lumayan padat. Tapi ada juga penulis yang hanya diberikan informasi tempat di mana ia tinggal saja.
Umumnya para penulis memang sudah memiliki pengalaman yang mumpuni untuk bisa meraih penghargaan dalam sayembara ini. Namun terdapat juga beberapa penulis yang usianya terbilang muda.
Hal ini sungguh menggembirakan! Minimal melalui kegiatan ini, sudah muncul beberapa penulis muda berbakat yang masih memiliki banyak waktu untuk terus mengembangkan kariernya dalam dunia penulisan.
Buku ini juga akan memanjakan pembacanya dengan aneka ilustrasi yang menawan. Tiap kisah dilengkapi dengan satu halaman penuh ilustrasi hitam-putih. Untuk kover, diambil dari ilustrasi Dewi Duri dengan sentuhan warna sehingga lebih menarik minat pembaca yang melihatnya. Saya paling suka ilustrasi di halaman 119, dari kisah Dewa Hutan dan Kutu Api (Abdul Hafedz Mubarak).
Saya juga terhibur hingga tertawa, ketika membaca kalimat di halaman 117. Terdapat kalimat yang menyebutkan merek sebuah alat rumah tangga plastik kenamaan, Tupperware. Begitu terkenalnya hingga menimbulkan fenomena dikalangan ibu rumah tangga, sehingga penulis menjadikannya sebagai salah bagian dari cerita Dewi Hutan dan Kutu Api.
"Perhatikan," bisiknya kemudian, "Tupperwere!" dan dalam sekejap kertas mantera itu berganti wujud menjadi sebuah benda kotak dengan warna mencurigakan. "Ini dapat digunakan untuk menyimpan makanan agar tetap segar dan tidak mudah rusak."
Secara keseluruhan, kisah yang ada akan membuat pembaca mendapat bacaan dari sisi yang berbeda. Mitologi memang masih jarang dilirik penulis untuk diolah menjadi kisah menarik. Maka sayembara ini sungguh merupakan langkah awal yang layak diacungi jempol.
Oh ya, bagi mereka yang masih kurang paham mengenai apa itu mitologi, bisa diintip pada KKBI, tepatnya di sini. Jadi ingat juga beberapa kalimat dalam dalam Classical Mythology karangan Mark P.O Morford dan Robert J. Lenardon.
Disebutkan bahwa Myth is a comprehensive (but not exclusive) term for stories primarily concerned with the gods and humankind's relations with them. Saga, or legend (and we use the words interchangeably), has a perceptible relationship to history; how-ever fanciful and imaginative, it has its roots in historical fact.These two categories underlie the basic division of the first two parts of this book into "The Myths of Creation: The Gods" and "The Greek Sagas: Greek Local Legends." Interwoven with these broad categories are folktales, which are often tales of adventure, sometimes peopled with fantastic beings and enlivened by ingenious strategies on the part of the hero; their object is primarily, but not necessarily solely, to entertain. Fairytales may be classified as particular kinds of folktales, defined as "short, imaginative, traditional tales with a high moral and magical content;" a study by Graham Anderson identifying fairytales in the ancient world is most enlightening.
Sebuah buku yang layak berada dalam rak buku penggemar kisah mitologi.
Editor: Triyanto Triwikromo
ISBN: 9786024812669
Halaman: 192
Cetakan: Pertama-Februari 2020
Penerbit: KGP
Harga: Rp 65.000
Rating: 3.5/5
"Agnum su tubhyam varuna svadhavo, hrdi stoma upasritas cid astu sam nah kseme sam u yoge no astu, yuyam pata svastibhih sada nah."
Semoga pujaan ini berkesan pada-Mu, O Maruna yang bebas. Semoga kami selamat dalam beristirahat, semoga kami selamat dalam bekerja. Lindungi kami dengan berkahmu.
~Mantra pemujaan terhadap dewa samurera, air, dan langit Maruna, Kesatria Pulau Garam, Mega Fitriyani, halaman 59~
Sebenarnya sudah lama sejak saya tahu bahwa Mas Yudhi Herwibowo memenangkan Sayembara Penulisan Cerpen Mitologi yang diselenggarakan oleh Universitas Ivet Semarang pada tahun 2018. Namun baru pada tahun 2020 karyanya bersama karya beberapa penulis lain bisa dinikmati dalam bentuk buku.
Dalam buku ini, terdapat 16 kisah yang dikemas ulang dari mitos yang ada di tanah air hingga menciptakan sebuah mitos baru. Beberapa kisah sudah mengalami penyesuaian dengan kondisi saat ini. Tentunya dengan tujuan agar mudah diterima oleh pembaca.
Karya Mas Yudhi yang berjudul Dewi Duri, sepertinya tak perlu diberikan komentar lagi. Karena pembaca bisa membaca ulasannya dari sang editor pada halaman xxii-xxv, lumayan panjang bukan? Bisa dianggap sebagai wujud pertanggungjawaban panitia mengapa memilih Dewi Duri sebagai pemenang pertama.
Secara singkat, kisah tersebut memberikan sebuah jawaban kenapa tangkai bunga mawar dipenuhi duri. Ciri khas Mas Yud berupa akhir yang bisa beragam, tergantung pemahaman pembaca, diberikan istilah apera aperta oleh editor. Mengacu pada ungkapan Umberto Eco dalam The Role of the Reader. Jika ingin lebih jelas, silakan baca catatan kakinya di halaman xxv ^_^.
Demikian juga dengan kisah Mengapa Kunang-kunang Sudah Tak Ada Lagi karya Prihadi Kurniawan, serta kisah Ketika Bumi Berbentuk Kubus karya Rio Johan. Sebagai pemenang sayembara, keduanya juga mendapat ulasan yang lumayan panjang pada esai yang dibuat oleh sang editor.
Sementara untuk karya lainnya seperti Sadam dan Sadam (Sudya Gemilang), Perang Anak-anak Langit (Ruwi Meita), Perihal Tiga Butir Telur Dewa Antaboga di Dalam Hikayat Dendam Ular dan Katak Sawah (Guntur Alam), Kesatria Pulau Garam (Mega Fitriyani), Nenekku Buaya (Munar Muhtar), Dewi Pohong (Mira Tri Rahayu) dan lainnya, diberikan ulasan singkat saja.
Kisah Perihal Tiga Butir Telur Dewa Antaboga di Dalam Hikayat Dendam Ular dan Katak Sawah, memporak-porandakan hikayat Dewi Sri yang selama ini dikenal masyarakat. Bagi para petani Dewi Sri adalah pelindung bagi padi yang mereka tanam, karena padi adalah penjelmaan dari Dewi Sri.
Tapi dalam kisah ini, justru Dewi Sri menjadi ular sawah, sementara padi merupakan dua saudara kembarnya yang buruk rupa dan jahat.
Jika pada umumnya seorang ibu akan melakukan apa saja demi keselamatan anaknya, maka dalam kisah ini justru sang ibu lebih mementingkan keselamatqn dirinya hingga rela membunuh anaknya sendiri. Meski setelah itu ia menangis makam anaknya selama beberapa waktu.
Membaca kisah Nenekku Buaya dari Munar Muhtar, mengingatkan pembaca akan Teori Darwin. Digambarkan bahwa binatang berevolusi untuk bisa bertahan hidup. Dimulai dari buaya yang berusaha mencari sumber makanan baru, beberapa berevolusi menjadi seba (monyet), kemudian dalam kisah ini ada yang berevolusi menjadi tau (manusia).
Meski digambarkan bahwa tau, seba, dan buaya merupakan satu keturunan yang berevolusi, dikisahkan kenapa buaya tidak suka jika ada tau dan seba yang memasuki daerah kekuasaannya. Seba bisa dikatakan cukup tahu diri dengan berusaha seminim mungkin berurusna dengan buaya.
Tapi tidak dengan tau. Seiring jumlah yang bertambah, tau bahkan mulai menguasai tempat tinggal seba. Bahkan mulai memasuki wilayah buaya hingga mengakibatkan kemarahan mereka. Kisah yang unik.
Pada bagian akhir buku, terdapat semacam informasi seputar penulis yang karyanya ada dalam buku ini. Beberapa nama menyajikan informasi yang lumayan padat. Tapi ada juga penulis yang hanya diberikan informasi tempat di mana ia tinggal saja.
Umumnya para penulis memang sudah memiliki pengalaman yang mumpuni untuk bisa meraih penghargaan dalam sayembara ini. Namun terdapat juga beberapa penulis yang usianya terbilang muda.
Hal ini sungguh menggembirakan! Minimal melalui kegiatan ini, sudah muncul beberapa penulis muda berbakat yang masih memiliki banyak waktu untuk terus mengembangkan kariernya dalam dunia penulisan.
Buku ini juga akan memanjakan pembacanya dengan aneka ilustrasi yang menawan. Tiap kisah dilengkapi dengan satu halaman penuh ilustrasi hitam-putih. Untuk kover, diambil dari ilustrasi Dewi Duri dengan sentuhan warna sehingga lebih menarik minat pembaca yang melihatnya. Saya paling suka ilustrasi di halaman 119, dari kisah Dewa Hutan dan Kutu Api (Abdul Hafedz Mubarak).
Saya juga terhibur hingga tertawa, ketika membaca kalimat di halaman 117. Terdapat kalimat yang menyebutkan merek sebuah alat rumah tangga plastik kenamaan, Tupperware. Begitu terkenalnya hingga menimbulkan fenomena dikalangan ibu rumah tangga, sehingga penulis menjadikannya sebagai salah bagian dari cerita Dewi Hutan dan Kutu Api.
"Perhatikan," bisiknya kemudian, "Tupperwere!" dan dalam sekejap kertas mantera itu berganti wujud menjadi sebuah benda kotak dengan warna mencurigakan. "Ini dapat digunakan untuk menyimpan makanan agar tetap segar dan tidak mudah rusak."
Secara keseluruhan, kisah yang ada akan membuat pembaca mendapat bacaan dari sisi yang berbeda. Mitologi memang masih jarang dilirik penulis untuk diolah menjadi kisah menarik. Maka sayembara ini sungguh merupakan langkah awal yang layak diacungi jempol.
Oh ya, bagi mereka yang masih kurang paham mengenai apa itu mitologi, bisa diintip pada KKBI, tepatnya di sini. Jadi ingat juga beberapa kalimat dalam dalam Classical Mythology karangan Mark P.O Morford dan Robert J. Lenardon.
Disebutkan bahwa Myth is a comprehensive (but not exclusive) term for stories primarily concerned with the gods and humankind's relations with them. Saga, or legend (and we use the words interchangeably), has a perceptible relationship to history; how-ever fanciful and imaginative, it has its roots in historical fact.These two categories underlie the basic division of the first two parts of this book into "The Myths of Creation: The Gods" and "The Greek Sagas: Greek Local Legends." Interwoven with these broad categories are folktales, which are often tales of adventure, sometimes peopled with fantastic beings and enlivened by ingenious strategies on the part of the hero; their object is primarily, but not necessarily solely, to entertain. Fairytales may be classified as particular kinds of folktales, defined as "short, imaginative, traditional tales with a high moral and magical content;" a study by Graham Anderson identifying fairytales in the ancient world is most enlightening.
Sebuah buku yang layak berada dalam rak buku penggemar kisah mitologi.