Senin, 11 November 2019

2019 #32: Kisah Persahabatan 3 Dara

Judul asli: Laut Biru Klara
Penulis: Auni Fa
ISBN: 9786029251777
Halaman: 329
Penerbit: Metamind
Harga: Rp 49.000
Rating: 3.25/5

Persahabatan itu unik.
Acap kali  sehabat justru lebih tahu dan paham perihal kita, dibandingkan diri kita sendiri.
Persehabatan tak pernah menghitung untung-rugi, semuanya berdasarkan rasa.

Persahabatan  juga menjadi tema dalam kisah ini. Klara, seorang anak autis bersahabat erat dengan Sea, anak seorang nelayan.  Sehari-hari  mereka menikmati kehidupan dengan riang gembira. Sesekali ada saatnya mereka juga jahil.

Suatu ketika, terjadi peristiwa yang menyeramkan di laut! Sebuah kapal penuh dengan penumpang karam. Beberapa nelayan berusaha melakukan pertolongan sedapat mungkin, termasuk orang tua Sea. Namun pertolongan sesungguhnya justru datang dari Klara.


Tak ada yang mengira jika Klara bisa berenang dalam situasi seperti itu. Denagn sigap ia berhasil meyelamatkan seorang anak dan membawanya ke arah pantai. Tenaganya sungguh luar biasa! Selama ini Klara selalu dianggap sebagai anak yang tak bisa apa-apa, tapi ternyata ia memiliki kemampuan berenang yang luar biasa.


Kisah pun bergulir dengan apik. Peristiwa penyelamatan membawa perubahan besar dalam hidup Klara. Tidak hanya Sea, sekarang Klara juga bersahabat erat dengan Biru. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama. Indahnya sebuah persahabatan.


Klara yang bukan siapa-siapa seiring waktu bertransformasi menjadi perenang tangguh, menjuarai beberapa pertandingan. Hingga ia diminta mewakili profensi untuk perlomba. Semuanya berkat andil Biru dan Sea. Mereka dengan sabar melatih Klara dengan keterbatasan yang ada.


Namun tak semuanya kisah berakhir dengan mulus. Klara, Biru, dan Sea mengalami banyak hal demi mewujudkan impian mereka. Tak ada yang mudah untuk meraih kesuksesan. Karena rasa persaudaraan mereka yang erat maka segala rintangan bisa dilampaui.


Membaca kisah ini, saya akui pandai sekali menulis memainkan emosi pembaca. Setidaknya emosi saya. Pada beberapa bagian, saya merasakan kedamaian dengan berjalan-jalan di pinggir pantai bersama mereka. Lain kisah, saya tersedu-sedu ikut merasakan kesedihan Klara yang rindu akan ayahnya, serta bagian yang mengisahkan seorang anak bertemu dengan ayah yang sekian tahun dikira meninggal. 


Marah! Ya, saya sangat marah, seperti perasaan Sea ketika mengetahui ada orang yang begitu jahat pada Klara. Jika saya adalah Sea, bukan tak mungkin emosi saya lebih meledak-ledak. Apa yang sudah dilakukan Sea ketika emosi, tak sebanding jika saya adalah dia. Manusia yang mencelakan orang lain, sangat perlu diganjar hukuman setimpal!


Selesai membaca buku ini beberapa waktu lalu, ada beberapa hal yang ingin saya komentari.   Tak lain hanya sekedar masukan demi kemajuan penulis ^_^. Untuk penulis yang satu ini, saya sangat yakin semua komentar tak akan membuatnya menjadi baper, namun menjadi cambuk untuk kemajuan masa datang.

Membaca keseluruhan kisah membuat saya menjadi paham kenapa kisah ini diberi judul Laut Biru Klara. Biru dan Klara merupakan nama tokoh dalam kisah ini. Demikian juga dengan Laut, hanya saja Auni memberikan nama lain dari laut untuk tokohnya, Sea. Cerdik bukan permainan kata-katanya? Alih-alih menuliskan Sea Biru Klara, Auni mengotak-atik kata menjadi Laut Biru Klara. Pintar!

Mendadak jadi ingat sebuah film (kok lupa judulnya), kisahnya mengambil setting kehidupan di sekitar pantai. Tokoh utamanya diberi nama Osean-laut. Pas sekali dengan isi kisah yang berkisar tentang upaya beberapa orang  mencari harta karun di laut.

Sebagai anak remaja,  kadang Sea mengalami  kesal dan putus ada. Seperti yang tertera di halaman  88, "Aku perempuan lemah, mau bercita-cita menjadi nelayan seperti Bapak. Profesi ini bukan keinginan dari hati nurani. Mungkin Ken saja nanti kalau sudah besar, ia laki-laki, sudah pasti lebih tanggung. " 

Bagian ini memang mengisahkan rasa putus asa Sea, maka wajar jika ia merasa sedemikian tak berdayanya. Nyaris saya setuju, namun mendadak saya ingat akan salah satu buku Mas Yudhi Herwibawo Lama Fa ( link terkait di sini).    Justru dalam kisah tersebut, perempuan digambarkan sebagai seorang pelaut yang perkasa. Jadi merasa ingin memeluk Sea dan menyodorkan kisah Lama Fa.

Pada kover depan sudah terlihat tiga sosok anak merempuan, maka bisa ditarik kesimpulan ini merupakan kisah dengan tiga tokoh anak perempuan. Salah satu jago berenang, dilihat dari gambar anak perempuan yang sedang menerjang ombak. Yang mempergunakan baju biru dan kuning bisa artikan sebagai sahabat anak yang berenang. Selesai membaca, saya bisa menarik kesimpulan  yang berenang adalah Klara, Sea mempergunakan baju kuning, sementara yang memakai baju biru adalah Biru. 

Masih ada beberapa hal yang sepertinya belum tuntas dibahas. Mungkin penulis  sengaja membuat berkesan begitu guna melihat bagaimana tanggapan pencinta buku. Perihal Pak Hasan sebagai contoh. Jika mendapat sambutan baik, bukan tak mungkin kisah tentang Pak Hasan muncul menjadi sebuah buku sendiri, jika tidak ya sudah, yang penting mereka sudah bersatu lagi.

Entah kenapa, setelah pertemuan Pak Hasan dan keluarganya tak ada bagian yang mengisahkan tentang hal ini lagi. Padahal memyatukan sebuah keluarga yang terpisah selama 20 tahun bukan hal mudah. Apalagi Pak Hasan sempat mengalami hilang ingatan. Misalnya dengan dibuat keluarga Pak Hasan berkunjung ke dumah Biru dan mengucapkan terima kasih. 

Bagaimana bisa Klara yang jago berenang melawan ombak ganas di laut lepas ketika menyelamatkan korban kapal  bisa tenggelam ketika berenang di kolam renang biasa? Bagian yang dikisahkan pada halaman 230 tersebut seakan bertolak belakang dengan seluruh kisah yang selama ini penuh dengan uraian mengenai kehebatan Klara berenang.

Jika tujuannya untuk membuat latar Klara mengigau menyebut nama ayahnya, bisa dilakukan dengan cara lain. Misalnya mereka kehujanan ketika pulang berlatih berenang, atau malah main hujan sehingga menyebabkan Klara menderita sakit panas lalu mengingau memanggil bapaknya.

Orang tua Biru dikatakan sangat, mencintai Sea dan Klara layaknya anak mereka  sendiri. Klara bisa mengembangkan keahliannya berenang. Lalu bagaimana dengan  Sea? Pada bagian awal, saya agak heran karena tidak disebutkan perihal sekolah Sea, Baru pada halaman 325 terjawab. 

Namun jawaban tersebut makin memicu rasa keheranan saya, kenapa orang tua Biru tak berusaha memberikan pendidikan juga bagi Sea? Ada paket belajar yang bisa dipilih jika sekolah konfensional dianggak akan mengganggu kegiatan Sea mendampingi Klara berlatih.

Kesan yang muncul, Sea hanyalah sebagai pelengkap bagi Klara. Sepanjang kisah, selalu disebutkan bahwa Klara sangat tergantung pada Sea. Hingga bisa dikatakan mereka adalah paket hemat. Klara mau ikut Biru karena ada Sea tanpanya, Klara memilih berada di kampung. Tapi tidaklah adil hanya memikirkan Klara tanpa memikirkan bagaimana nasib Sea. 


Jika demikian bagaimana bisa dikatakan kedua orang tua Biru menganggap mereka berdua sebagai anak. Orang tua seperti apa yang melalaikan pendidikan anak? Bagian ini membuat saya emosional sepertinya.

Lalu bagaimana dengan orang tua Sea sendiri? Kenapa tidak pernah disebutkan perihal menyekolahkan Sea? Bahkan urusan baca-tulis diperoleh dari  belajar  sekedarnya dengan sang ibu.  Belakangan, digambarkan bahwa adik Sea ternyata bersekolah. Lalu kenapa Sea tidak?

Melihat kecenderungan masyarakat kita, tak bisa saya bayangkan bagaimana tangkapan orang tua Rik, pria yang menaruh hati pada Sea. Rik sedang melanjutkan sekolah ke luar negeri, tentunya orang tua ingin mendapatkan menantu dengan latar pendidikan yang setara.


Secara garis besar, kisah ini layak dibaca oleh anak muda. Selain mengisahkan tentang persahabatan, banyak pesan moral lain yang bisa diambil dari kisah ini. Salah satunya bagaimana kita tak boleh putus asa jika ingin mencapai kesuksesan. Kerja keras, semangat, dan dukungan orang sekitar  adalah bumbu yang sangat diperlukan.

Pada beberapa bagian, terlihat bagaimana Klara diperlakukan kurang baik oleh banyak orang, bahkan  oleh orang tua juga. Pada akhir kisah, terlihat banyak hal yang tak kita ketahui mengenai kasih sayang dan hubungan batinyang unik antara Klara dan ayahnya. Ini menjadi peringatan bagi kita agar tak hanya menilai orang dari yang terlihat saja, yang kita lihat kadang bukan yang sesungguhnya terjadi.

Pembaca juga bisa mendapat informasi mengenai bagaimana kehidupan nelayan. Bagaimana beratnya mereka melaut, bahaya yang mengancam, serta tangkapan yang tak tentu. Belum lagi kehidupan yang harus bergantung pada alam. Rasa syukur karena diberikan banyak kemudahan patut dilakukan.

Jadi? Apakah ada kelanjutan kisah tentang Pak Hasan? Atau kisah romantis  ala Sea dan Rik? Atau bahkan penulis membuatkan kisah honor tentang sosok yang mencelakai Klara karena cemburu? Ditunggu!





















2 komentar:

  1. Awalnya saya mempertanyakan usia karakter di buku ini. lalu kemudian makin kepo ketika menyebutkan soal asmara Sea dan Rik. Dan yang paling menyorot perhatian, kenapa kover bukunya kayak untuk buku bacaan SD. Sedangkan di dalamnya menyinggung soal asmara.

    Bicara soal berjuang demi impian, tampaknya buku ini layak sekali diberikan ke pembaca muda (SD, SMP, dan SMA) untuk memberikan energi dan semangat...

    BalasHapus
  2. Terima kasih sudah mampir.
    Perihal asmara sebenarnya hanya disinggung sedikit, bahwa Rik mengagumi Sea, demikian juga sebaliknya. Pada beberapa bagian buku ini berkesan nanggung. Masuk usia SD dan SMP tapi mengusung perihal asmara dan sedikit kekerasan (walau dilakukan tokoh karena emosi). Untuk usia SMA dan seterusnya, kisahnya terlalu sederhana.


    Walau begitu, selamat bagi penulis atas peluncuran buku barunya.

    BalasHapus