Minggu, 07 Desember 2025

2025#23: Perjalanan Pelesir ke Tanah Jawa

Penulis:Thomas H. Reid
Penerjemah: Bagus Dwi Hananto
ISBN: 9786238108930
Halaman:108
Cetakan: Pertama-2025
Penerbit: IRCiSoD
Harga: Rp 50.000
Rating:4.75/5

Sepengalaman kami, Jawa adalah negeri dengan biaya termurah yang pernah kami kunjungi. Hotel-hotel di sana lebih unggul ketimbang penginapan-penginapan di pelosok Jepang
-hal 97-

Satu lagi buku yang menceritakan tentang pengalaman  perjalanan di tanah air dari sudut pandang orang asing. Setelah sebelumnya saya membaca   Dari Hutan ke Jawa: Kesan-Kesan Kecil Penjelajahan Singkat di Hindia-Belanda serta Jawa Tempo Dulu:Sejumput Catatan Sejarah

Perbedaan utama dibandingkan kedua buku yang lain adalah adanya  foto-foto dalam buku ini. Sehingga pembaca bisa lebih mendapatkan infomasi bagaimana kondisi saat itu.Walau beberapa foto terlihat kurang memadai, namun tidak mengurangi informasi yang disampaikan.

Secara keseluruhan, buku ini terdiri dari 11 bab. Mulai dari Kesan Pertama Batavia, Surga Ahli Botani di Bogor, Peninggalan Hindu di Jawa Tengah, Petirahan di Jawa Timur, hingga Hotel dan Fasilitas Perjalanan

Perjalanan yang dilakukan sekitar tahun 1907 dicatat dengan tujuan memberikan semacam informasi bagi siapa saja yang ingin menyambangi Koloni Belanda kala itu.  Pelancong bisa mengikuti rute yang direkomendasikan dalam buku tersebut, menyusuri pulau selama 2-3 minggu, dari barat ke timur. 

Penulis tak sungkan melontarkan pujian tentang keindahan alam dan arkelogi yang ada. Tak hanya itu, Reid bahkan dengan berani memuji pola manajemen Belanda yang lebih efisien dibandingkan pelabuhan Inggris.

Pada beberapa bagian, Reid juga memuji pelayanan yang diberikan. Dengan pelayanan seperti itu, harga hotel menjadi murah, terutama jika dibandingkan dengan negara Asia lain yang pernah ia kunjungi. Keramahan penduduk lokal membuat layanan yang diberikan semakin memiliki nilai tambah.

Sesuai dengan judul bab, Surga Ahli Botani di Bogor berisi paparan tentang keindahan Kebun Raya Bogor dengan koleksi tanaman yang ada. Selain itu, disebutkan juga tentang 5 kebun pegunungan tempat  percobaan dilakukan. Ada di Cipanas, Cibodas, Cibeureum, Kadang Bodoh, serta di puncak Gunung Pangarango. 

Jadi penasaran, saat ini yang dikenal masyarakat umum adalah Kebun Raya Cibodas yang terletak di  Kompleks Hutan Gunung Gede dan Gunung Pangrango, Desa Cimacan, Cipanas. Apakah kebun itu yang dimasud, atau dulu hanya berupa kebun-kebun yang terpisah kemudian dijadikan satu. Entah. 

Reid juga mengunjungi Borobudur dan Prambanan. Perlu diingat, ia berkunjung pada tahun 1907 dimana saat itu Borobudur baru mulai dipugar, sehingga belum bisa menyajikan keindahan seperti saat ini.  Candi Prambanan serta Candi Kalasan juga menjadi tujuan Reid. 

Batik dan keris juga diulas, tepatnya pada Bab 8: Masyarakat dan Industri Jawa Tengah.  Dari warna pakaian yang berbeda tiap daerah, hingga kebiasaan membawa keris atau senjata lainnya, padahal mereka dikenal sebagai masyarakat yang cintai damai.

Buku yang menarik!
Bagi saya, apa yang disampaikan penulis membuat rasa ingin tahu pada tempat-tempat yang disebutkan dalam buku. Entah masih ada atau tidak, setidaknya tempat-tempat tersebut meninggalkan kesan luar biasa bagi para pengunjung.

Bagi mereka yang menyukai bacaan terkait perjalanan/treveling, direkomendasikan membaca buku ini. Demikian juga mereka yang bersinggungan dengan dunia pariwisata, apa yang tertera dalam buku ini bisa menjadi informasi untuk mengetahui bagaimana pengelolaan pariwisata pada tahun 1907-an. Penyuka bacaan sosiologi, bisa mendapatkan informasi mengenai kehidupan sosial di tahun 1907. 

Sekedar iseng, berkunjung ke laman goodreads dan menemukan sudah ada 26 versi buku ini, 27 dengan versi Bahasa Indonesia. Semoga makin banyak yang bisa membacanya, sekaligus jadi sarana promosi tak langsung bagi Pulau Jawa.










.


Minggu, 23 November 2025

2025#22: We Do Not Part

Penulis: Han Kang
Penerjemah:Dwita Rizki Nientyas
ISBN: 9786238371501 
Halaman: 356
Cetakan: Pertama-Juli 2025
Penerbit: Baca
Harga: Rp 110.000
Rating:3.25

Semua sudah mati
-hal 190-

Kadang, teman adalah orang yang paling tepat untuk dimintakan bantuan. Setidaknya demikian menurut  Inseon, seorang gadis yang tinggal di Pulau Jeju dan berprofesi sebagai pembuat dan penjual furnitur. Inseon mengalami kecelakaan pada tangannya ketika sedang mengerjakan furnitur. 

Kecelakaan yang dialami oleh Inseon membuatnya harus meninggalkan Pulau Jeju untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Menyadari ia akan dirawat dalam waktu yang lama, ia bergegas menghubungi Kyungha,
 teman (atau sahabat?) yang dikenalnya ketika masih menekuni videografi. Kyungha berprofesi sebagai penulis.

Permintaannya unik, ia meminta Kyungha bergegas pergi ke rumahnya di Pulau Jeju untuk merawat burung   peliharaannya-Ama. Mengisi tempat makan dan minum agar si burung bisa tetap hidup, Sebenarnya stok makanan cukup untuk 2 hari tapi entah untuk minuman. Inseon khawatir terjadi sesuatu pada burung peliharaannya. 
https://www.goodreads.com/book/
show/214760680-veda-etmiyorum

Begitulah, entah karena kasihan atau memang sedang butuh hal lain yang perlu dikerjakan selain menulis novel dan berusaha mengatasi insomnia, Kyungha terbang ke Pulau Jeju dan menempuh perjalanan ke tempat tinggal Inseon. 

Bukan perjalanan yang mudah. Apalagi ketika ia akhirnya berhasil sampai di pondok, listrik mati. Situasi semakin kacau ketika Kyungha menemukan  Ama sudah mati. 

Selama perjalanan dan tinggal di tempat Inseon, Kyungha mengalami halusinasi, seakan mimpi buruk yang ia alami belakangan ini tidak cukup untuk mengusik ingatan yang ingin ia lupakan. Mulai dari  Ama yang hidup kembali,  pohon diselimuti salju yang seolah-olah  tampak seperti manusia, hingga sosok Inseon yang seolah-olah berada dalam rumah bersamanya.

Inseon membeberkan aneka arsip terkait keluarga yang selama ini ia simpan. Ternyata keluarganya menyimpan duka terkait peristiwa Pembantaian Jeju tahun 1948. Halusinasi yang dialami Kyungha, menggambarkan kuburan dan jasad orang, mungkin karena apa yang disampaikan oleh Inseon begitu menyentuh hatinya. 

Bagian yang mengisahkan bagaimana  Kyungha pergi untuk mengurus burung peliharaan Inseon, sempat membuat saya merasa heran. Apakah sedemikian tidak ada orang lain yang bisa dimintakan tolong sehingga harus meminta bantuan pada orang yang tinggal di lain kota? 
https://www.goodreads.com/book
/show/229304767-sem-despedida
s

Tapi mengingat bagaimana keduanya digambarkan cukup akrab  sebelumnya, serta mencoba memahami betapa pentingnya arti Ama bagi Inseon, rasanya hal tersebut cukup masuk akal. Gambaran kedekatan Inseon pada Ama, menurut saya malah menunjukan bagaimana Inseon tidak merasa nyaman tanpa Ama.

Saya penasaran dengan apa sebenarnya yang terjadi di Pulau Jeju sekitar tahun 1948-an. Menyedihkan sekali. Dari beberapa sumber, saya mengetahui bahwa pada tahun 1984-an terjadi Pemberontakan Jeju- disebut juga Insiden 4.3 Jeju, sebuah konflik brutal antara penduduk pulau yang menentang pembagian Korea dan pemilihan umum terpisah, melawan pasukan keamanan anti-komunis Korea Selatan di bawah pendudukan militer AS.  

Disebutkan bahwa setidaknya 30.000 orang, termasuk 1.500 anak-anak, dibunuh oleh pihak berwenang dan kelompok militan sayap kanan ekstrem. Angka pastinya tidak diketahui.  berita tentang peristiwa tersebut dirahasiakan oleh pemerintah selama beberapa tahun.

Pada tahun 2023, Komite Nasional yang melakukan investigasi terkait Insiden Jeju 4.3 secara resmi menyatakan bahwa peristiwa yang terjadi saat itu termasuk genosida. Pemerintah Korea Selatan telah menyampaikan permintaan maaf atas pembantaian yang terjadi yang berjanji akan memulihkan kehormatan para korban.

Han Kang dengan caranya sendiri menyampaikan pesan penting pada generasi sekarang akan sejarah kelam yang terjadi pada masa lalu. Agar tidak ada yang melupakan, juga sebagai pelajaran agar tidak terulang lagi.
https://www.goodreads.com/
book/show/231175734

Mendadak teringat buku Human Acts-saya membeli edisi awal dengan judul Mata Malam.  Kisah dalam buku ini mengingatkan pada peristiwa Pemberontakan Gwangju.

Kisah ini ditutup denga akhir yang menyedihkan. Ini kali Ketiga eh keempat  jika buku dengan versi sama juga dihitung, saya membaca buku karangan Han Kang.  Kesan suram terasa sangat kuat. Bagi mereka yang menyukai sejarah terutama terkait Korea Selatan, buku ini tentu akan menjadi bacaan yang menarik. 

Iseng mengintip ke GRI, ternyata sudah tersedia 64 edisi. Dari semua edisi yang ada, kover yang menurut saya merepresentasikan kisah, diwakili dalam 3 kover yang saya cantumkan di sini. Jalur es menuju pondok, burung peliharaan Inseon, dan ilustrasi pulau yang saya anggap sebagai  Pulau Jeju.

Sang penulis, Han Kang memenangkan Penghargaan Internasional Man Booker tahun 2016 untuk buku The Vegetarian. Pada tahun 2024, ia memenangkan Nobel Sastra.

Sumber Gambar
https://www.goodreads.com/



Selasa, 28 Oktober 2025

2025#21: Catatan Perjalanan Mr X: Dari Hutan ke Jawa

Judul asli: Dari Hutan ke Jawa: Kesan-Kesan Kecil Penjelajahan Singkat di Hindia-Belanda
Penulis: Arthur Keyser
Penerjemah: Stephanus Aswar Herwinarko
Editor: Muhammad Ali Rizal
ISBN: 9786347157027
Halaman: 140
Cetakan: Pertama-Februari 2025
Penerbit:IRCiSoD
Harga: Rp 58.000
Rating:4.5/5

Ia mendengar banyak cerita tentang bagaimana orang-orang pribumi ditindas Belanda, dan betapa menderitanya mereka hidup di bawah penjajahan.... Penderitaan orang pribumi itu semakin parah ketika semakin jauh ia menjelajah Jawa.
-hal 62-

Bermula dari kondisi X yang kurang baik, dokter menyarankan agar ia melakukan perjalanan, asal bukan ke Hong Kong, Penang, atau Jepang. Akhirnya pilihan jatuh pada Jawa. Beberapa orang menyarankan agar ia membuat semacam catatan perjalanan selama di Jawa, kelak bisa diterbitkan menjadi sebuah buku.

Sebelum lebih lanjut, perlu saya ingatkan bahwa nama tokoh dalam catatan ini memang hanya disebutkan X saja. Dalam perjalanan kali ini ia membawa 2 orang pelayan,  Usoof dan Abu. Usoof merupakan kelahiran Jawa. 

Alih-alih perjalanan X, perjalanan kali ini sering dianggap sebagai perjalanan pulang kampung Usoof mencari keluarganya, kebetulan  X ikut. Sedikitnya informasi tentang keluarga Usoof semakin membuat orang merasa tertarik dengan perjalanan mereka.

Seperti yang tercantum dalam Daftar Isi, X dan rombongan mengunjungi banyak tempat dalam perjalanannya dari salah satu negara di Semenanjung Melayu. Mulai dari Singapura, Batavia, Bogor, Garut,  dan beberapa tempat menarik lainnya.

Kebun Raya Bogor misalnya. X sangat mengaguminya. Merupakan salah satu pemandangan yang paling menakjudkan di Timur.  Menurut X, kebun seperti itu baru pertama kali ada di dunia, dan menjadi tempat berkumpulnya semua ahli ilmu alam.  

Dijelaskan juga tentang perbedaan antara Batavia dan kota kolonial Inggris di halaman 39. Termasuk mengapa pada malam hari X tidak bisa menemukan orang Eropa. Bahkan untuk bertemu dengan penguasa setempat, ada jam-jam yang harus ia hindari.
https://www.goodreads.com/book/
show/27020023-from-jungle-to-jav
a

Saya ikut merasa sedih ketika membaca bagian yang mengisahkan tentang seorang Sultan Lombok yang sudah sepuh menangis ketika istananya dihancurkan saat perang melawan Belanda. Ditambah lagi banyaknya perhiasan dan jutaan gulden yang disita. 

Meski memiliki uang, namun X sempat merasakan repotnya mendapatkan uang tunai ketika uang persediaannya habis. Cek masih dianggap sesuatu yang aneh dan mencurigakan. Sementara weselnya belum juga datang. Nasib baik X ketika akhirnya bertemu dengan orang yang bersedia menguangkan ceknya. 

Bagian bagaimana Usoof berhasil bertemu dengan keluarga, mejadi bagian yang mengharukan. Jika terjadi saat ini, bisa dianggap setingan semata. Bagaimana tidak, ketika sedang berjalan di pinggir sungai, ia bertemu dengan seorang perempuan yang bertanya apakah ia tahu khabar tentang anaknya yang bertahun-tahun lalu ke Singapura? Perempuan itu semula tak tahu bahwa orang yang berdiri di depannya adalah anaknya. Kebetulan yang luar biasa.

Dibandingkan dengan buku sebelumnya, buku ini lebih enak dibaca, setidaknya bagi saya. Narasi yang disampai lebih singkat namun padat dengan informasi. Mungkin juga karena hasil terjemahan yang membuat  buku ini enak dibaca.

Dalam buku ini, X bercerita apa adanya. Ia menyampaikan pandangannya bahwa banyak  pribumi yang menderita. Termasuk kekesalannya melihat bagaimana ibu dari Usoof harus bersimpuh di depan rumah sesuai adat daerah. Pelayanan X melayaninya sambil berdiri, sementara ada yang harus bersujud dan merangkak ketika melayani tuannya.

Namun ada juga bagian yang mengisahkan bagaimana X berupaya menemui penguasa setempat untuk bisa beramah-tamah. Suatu kegiatan yang diharapkan akan bermanfaat bagi perjalanannya. Sosok X ditampilkan sebagai manusia yang utuh dengan kelebihan dan kekurangan, tidak digambarkan sebagai sosok yang sempurna.
https://www.goodreads.com/book/
show/32037110-from-jungle-to-java

Sayangnya  catatan tentang Usoof dan Abu  sangat jarang bisa dibaca. Kecuali bagian yang khusus mengisahkan tentang Usoof  yang bertemu dengan keluarganya. Padahal pandangan keduanya selama perjalanan bisa menjadi bagian yang tak kalah menarik.

Pada bagian awal kisah disebutkan bahwa, Arthur Keyser mendapat tugas untuk membuat catatan perjalanan X. Di halaman 46, disebutkan bahwa ia semula menyusun cerita berdasarkan apa yang dilihat dan didengar X dengan urutan tertentu.

Belakangan, ia sadar  dengan mempertimbangkan bagaimana X mengamati banyak hal, cara tersebut tidak depat. Akhirnya ia menulis dengan kesan yang diperoleh X selama perjalanan dan menambahkan fakta menarik yang didengar X tanpa memusingkan keterkaitannya.

Apakah mungkin jika sebenarnya Arthur Keysey juga ikut dalam perjalanan dan bertugas menjadi juru catat? Karena catatan yang disajikan seolah-olah disusun oleh orang juga pergi ke Jawa. Entah, namun perjalanan selama 3 minggu X menjadi sebuah catatan yang menarik untuk dibaca.

Catatan perjalanan ini ditutup dengan kisah X yang menaiki Kapal Uap Godavery dengan tambahan 3 kuda poni menuju Singapura. Setelah perjalanan 36 jam, X dan rombongan sampai di rumah dengan selamat. Perjalanan ke Jawa menjadi petualangan yang mengesankan baginya. Terbayangkan betapa jauhnya tempat tinggal X dari pusat kota.

Sekedar iseng, mengunjungi situs Goodreads dan menemukan ada 6  edisi dari buku ini. Dan hanya bisa menggelengkan kepala saja melihat kover yang tertera. Untunglah yang saya baca setidaknya mewakili wajah Jawa. 

Sumber Gambar:
https://www.goodreads.com/

Minggu, 19 Oktober 2025

2025 #20 : Sejumput Catatan Sejarah Ala Henry Scott Boys

Judul asli: Jawa Tempo Dulu:Sejumput Catatan Sejarah
Penulis: Henry Scott Boys
Penerjemah: Ending Purwadi, Raudya P
Editor: Zulkarnaen Ishak
ISBN: 9786238108916
Halaman: 100
Cetakan: Pertama-2025
Penerbit: IRCiSoD
Harga: Rp 50.000
Rating: 3.5/5

Dalam hal pendidikan, Belanda menerapkan, dan sampai sekarang masih menerapkan, kebijakan yang sangat tegas. Mereka dengan sengaja membuat orang-orang Jawa tidak tahu apa-apa tentang semua pustaka Barat.
-hal 43-

Kali pertama melihat kover buku ini, ketika iklan dari penerbit sliweran di aplikasi belanja daring hijau. Sebetulnya saya sedang mencari bacaan ringan, entah kenapa malah buku ini yang muncul.  Kovernya langsung menarik minat. Gambar peta, candi, dan bangunan mewah yang tak bisa saya tebak, dipadukan dengan nuansa coklat, seakan menjanjikan sebuah bacaan tentang kondisi dimasa lalu yang menarik untuk dibaca. 

Terbagi dalam 6 bagian dan 1 lampiran, pembaca akan dimanjakan dengan berbagai informasi tentang kondisi Jawa pada abad ke-19 hingga awal 20. Suatu hal yang hanya bisa kita peroleh dari penuturan orang yang mengetahui kondisi saat itu secara langsung. 


Ternyata penulis buku ini, Henry Scott Boys, merupakan  seorang  penjelajah dan pejabat kolonial Inggris. Ia mendapat kesempatan untuk mengunjungi Jawa sekitar tahun 1889.  Tak henti-hentinya ia menuliskan hal-hal yang membuatnya terpesona selama berada di Jawa.

Baginya, Jawa adalah tempat yang paling menarik dari semua jajahan Belanda, pulau harta karun. Ditulis dengan  metode storytelling pembaca-minimal saya,  tidak mengira bahwa  tempat yang ia maksud dalam enam bagian buku ini adalah Jawa yang sekarang. 

Penulis mengisahkan apa yang ia lihat dari banyak sisi, kehidupan sosial, budaya, ekonomi, bahkan pemerintahan. Ia juga sudah memperkirakan jumlah penduduk Jawa suatu saat  bisa menjadi masalah jika tidak diurus dengan baik sesegera mungkin.
https://www.goodreads.com/book/show/65524171-
some-notes-on-java-and-its-administration-by-the-dutch

Pada Bagian Kedua, disebutkan tentang jalan yang dibagun oleh Marsekal Daendels. Jalan raya yang megah tersebut,  disebutkan dibangun dengan kerja paksa. Hal itu seperti yang sering disebutkan dalam buku pelajaran sejarah. Pasti tahu jalan mana yang dimaksud. 

Belum lama disebutkan  ada informasi yang menyebutkan  bahwa Marsekal Daendels sebenarnya membayarkan sejumlah uang pada penguasa setempat untuk diatur pada para pekerja sebagai upah. Sayangnya justru para penguasa lokal yang "merampas" uang tersebut. Apapun itu yang jelas, pembangunan jalan tersebut membuat banyak rakyat menderita. 

Bagian Ketiga mengisahkan tentang penduduk yang menggunakan pakaian indah dan menarik. Penggunaan sarung, kemben, dan kelambi disebutkan sebagai pakaian yang umum digunakan. Untuk kelas menengah atas, ada yang disebut jaket putih-kebaya. Kain batik juga disebutkan, walau tidak secara jelas namun dari narasi, bisa dipahami bahwa yang dimaksud adalah kain batik.

Perbedaan perlakuan Inggris pada India sebagai negara jajahannya dibandingkan dengan perlakuan Belanda pada Indonesia, dijabarkan penulis di halaman 81, Bagian Enam. Inggris memastikan warga India mendapat pendidikan yang layak, agar memiliki pemikiran yang maju. Sementara untuk kita, begitulah sikap Belanda. Bagian ini membuat saya teringat pada R.A Kartini dan kisah beasiswa yang ditolak oleh Agus Salim.  

Menarik! Banyak hal menarik yang disampaikan dalam buku ini. Judul  buku ini mempergunakan kata sejumput, bisa diartikan sedikit, sejumlah kecil. Namun apa yang saya beroleh tidaklah sedikit, banyak informasi baru yang membuat saya makin mengetahui seluk-beluk Jawa.

Bagi saya ada 2 hal utama yang paling menunjukkan kekaguman penulis pada Jawa. Pertama pada bagian yang mengisahkan tentang Stupa Borobudur pada Lampiran
https://www.goodreads.com/book/show/
134810770-some-notes-on-java-and-
its-administration-by-the-dutc
h
.  Narasi yang disampaikan  begitu detail sehingga dengan membacanya seakan-akan membuat saya merasa berada di sebelahnya, mendengarkan paparan yang disampaikan dengan antusias.    
Kedua, pada rekomendasi buku yang sebaiknya dibaca  jika ingin mendapat informasi lebih lanjut tentang Jawa. Terdapat 11 judul buku (ada saltik penomoran sehingga hanya ada 10 nomor bukan 11). Ada 2 buku Raffles, History of Java dan Minnie on his Administration. Kemudian ada Max Havelaar dari Multatuli, dan Rice and Coffee culture in Java.

Pertama kali terbit pada tahun 1892, tentunya sudah banyak perubahan yang terjadi dibandingkan saat ini. Namun menarik rasanya mengetahui bagaimana perkembangan Jawa. Pemilihan kata dan gaya bahasa juga terpengaruh  pada waktu buku ini terbit.  Itu juga yang membuat pada beberapa bagian terkesan kaku, perlu dibaca dua kali untuk paham maksudnya. Meski demikian upaya penerjemahkan membuat buku ini menarik dibaca perlu diacungi jempol. 

Sayangnya, tak ada semacam ilustrasi pada buku ini. Setidaknya, dengan melihat ilustrasi baik berupa foto atau gambar, makin membuat menarik topik yang disampaikan. Mengingat kedudukan dan hobi menjelajahnya, siapa tahu penulis saat itu sudah memiliki kamera. Kamera sudah ditemukan sekitar tahun 1826.

Ketika mengunjungi https://www.goodreads.com, saya menemukan ada 28 edisi buku ini. Lumayan juga. Sayangnya, kover yang ada sama sekali tidak mengusung tema Jawa. Beberapa   kover  rasanya sering dipakai untuk buku domain publik. Saya pernah melihat ketika sedang mencari buku Little Women dari Louisa May Alcott dan beberapa buku lainnya. 

Buku ini sangat cocok dibaca tidak saja oleh suku Jawa, namun juga oleh mereka yang tertarik ingin mengetahui bagai gambaran kehidupan di Jawa pada akhir abad ke-19, awal abad ke-20. Para mahasiswa prodi Jawa dianjurkan membaca buku sebagai buku pelengkap perkuliahan.

Sumber Gambar:
https://www.goodreads.com















Sabtu, 04 Oktober 2025

2025 #19: Kisah Pensensoran Buku

Judul asli: The Book Censor's Library
Penulis: Bothayna Al-Essa
Penerjemah: Zulfah Nur Alimah
Penyunting: Andya Primanda
ISBN: 9786238371471
Halaman: 308
Cetakan: Pertama-Juli 2025
Penerbit: Baca
Harga: Rp 105.000
Rating:3.25


Tidak ada yang bisa membendung imajinasi....Imajinasi akan meledak menghasilkan, melahirkan Geppetto, Alice, Bung Besar, Zorba.
-hal 287-


Di sebuah negara antah berantah, ada kebijakan mengatur buku yang dapat diterbitkan melalui Lembaga Sensor.  Hanya buku yang mengumbar janji kesuksesan, kekayaan, serta  kebahagiaan tanpa usaha nyata yang beredar.   Sedangkan buku yang memuat tentang 3 tabu besar akan dilarang beredar. Tiga tabu besar  tersebut adalah  Tuhan, pemerintah, dan seks. Kisah-kisah yang tak masuk akal, seperti Alice in wonderland juga dilarang.  Seseorang bisa ditangkap karena membaca buku. 

Mereka yang bekerja sebagai auditor menjalani kehidupan mewah, padahal tugasnya sangat sederhana, mendatangi toko buku yang dilaporkan menjual buku terlarang lalu menyitanya. Jika memang membutuhkan, mereka bisa memanggil polisi. Mereka dianggap sering berhadapan dengan mara bahaya karena berhadapan langsung dengan para penjahat intelektual, bahkan kaum posisi yang menyebut dirinya sebagai Karkata. Itu sebabnya menghasilan mereka lebih besar dibandingkan yang lain. 
https://www.goodreads.com/book/show/
241987373-a-biblioteca-do-censor-de-livros

Tokoh utama dalam kisah ini adalah seorang pria berkeluarga yang memiliki seorang anak perempuan. Ketika awal ia bergabung dengan lembaga Sensor sebagai Penyensor Pemula, tugasnya hanya menemukan kata yang dianggap melanggar pada sebuah buku. Sebagai contoh ia berhasil menemukan kata internet pada sebuah buku, maka buku tersebut akan dilarang beredar.

Suatu ketika, ia mendapat tugas untuk melakukan sensor pada buku Zorba The Greek.  Setelah melakukan sensor, ia mulai menyadari suatu hal, bukan buku yang harus diperangi tapi kebiasaan membaca. Membaca adalah kebiasaan buruk. Dengan membatasi  akses, maka orang akan berhenti membaca. 

Sejak membaca Zorba the Greek, segala tak menjadi sama lagi. Buku itu membangkitkan rasa penasaran,  juga membuka hati  pada rangkaian kata yang ada dalam buku. Jiwanya yang selama ini  terasa hampa, mulai menemukan sesuatu yang berbeda dalam menjalani kehidupan. 

Tak hanya menjadi mempertanyakan sistem yang selama ini berlaku terkait penyensoran buku,  ia juga berteman dengan seseorang yang diam-diam menyimpan buku yang dilarang beredar. Tidak hanya itu, ia bahkan membiarkan anaknya berteman dengan salah seorang petugas yang dengan senang hati membacakan aneka dongeng untuk anak-anak! Suatu pelanggaran berat.
https://www.goodreads.com/
book/show/51714048

Belakangan, ia naik jabatan sebagai pengawas. Alih-alih memusatkan pikiran dan tenaga pada tugas barunya, tokoh kita malah mengalami dilema.  Apalagi ketika tahu nasib buku-buku yang dicekal, dikumpulkan selama setahun untuk kemudian dibakar hingga tak tersisa pada Hari Pemurnian. 

Sebuah kisah yang menarik!
Akhir kisah sudah tak terduga. Pembaca tak akan mengira bagaimana kisah ini berakhir.  Pada beberapa bagian, saya merasakan menemukan kesamaan dengan tokoh dalam kisah ini. Bagaimana menyelamatkan buku yang terbengkalai dan mencarikan rumah baru.

Bedanya, di sana, berpikir adalah tugas pemerintah. Itu sebabnya ada larangan membaca buku tertentu, dikhawatirkan setelah membaca akan berpikir dan menimbulkan kekacauan. Sementara di sini, membaca dan mengembangkan pikiran adalah hal yang sangat perlu dilakukan oleh setiap individu.

Walau demikian, saya sempat merasa bingung membaca beberapa bagian dalam buku ini. Seakan ada bagian yang tidak berhubungan. Ada juga kalimat yang rasanya membingungkan hingga harus dibaca lebih dari 1 kali untuk memahami maknanya.
https://www.goodreads.com/book/show/
231488637-la-biblioteca-del-censore-di-libr
i

Seram rasanya membayangkan ada tempat dimana imajinasi merupakan hal yang dilarang. Kehidupan bisa menjadi menjemukan. Segala hal berjalan dengan monoton, tidak ada hal baru yang dilakukan atau ditemukan.

Pada bagian belakang buku memang tidak tercantumkan berapa usia yang diperbolehkan untuk membaca buku ini. Sekedar saran,  ada bimbingan orang tua untuk anak-anak yang membaca buku ini supaya bisa memberikan pengertian dan arahan pada beberapa bagian yang rasanya tidak cocok untuk dibaca anak-anak.

Saya jadi membayangkan bagaimana teman-teman penggemar kisah fantasi jika hidup di sana. Mencari buku yang isinya tentang hal diluar nalar untuk dibaca adalah kejahatan, apalagi menuliskannya. Jangan-jangan mereka akan bergabung dalam kaum oposisi untuk bisa mendapatkan bahan bacaan. 

Dan saat Hari Pemurnian, dimana dalam 1 hari tersebut setiap orang diperkenankan melakukan hal-hal yang tidak biasa, mereka akan berkeliaran menggenakan kostum tokoh fantasi dari buku. membuat para petugas Lembaga Sensor gatal untuk menangkap.
https://www.goodreads.com/book/show/
175678711-the-book-censor-s-library

Begitu pembaca membuka bagian yang memuat judul setiap bab, terbayangkan keseruan kisah seperti apa yang akan ditemui. Misalnya saja Pergi ke Negeri Ajaib, Dari Boneka Kayu Menjadi Keledai. Ilustrasi yang ada sungguh menarik. Sayangnya tidak banyak.

Namanya saja buku dengan tema terkait buku, tentunya ada beberapa buku lain yang juga terbawa sebagai bagian dari kisah. Selain Zorba The Greek, ada juga 1984, Fahrenheit 451, Pinokio, The Wizard of Oz, dan Alice in Wonderland. 

Tiba-tiba saya ingat akan sebuah seri terjemahan dari penerbit lokal yang bisa dikatakan memiliki kisah "bersaudara" dengan buku ini. Judulnya Library War  dari Hiro Arikawa, yang juga sudah diangkat menjadi film layar lebar pada tahun 2013 lalu.

Sementara bagian pembakaran buku membuat saya teringat pada peristiwa pembakaran buku tahun 1930 oleh N4z1. Saat itu, buku-buku yang dianggap bertentangan dengan ideologi dan pandangan N4z1 akan dibakar.

Sang penulis, Bothayna El Essa merupakan seorang wanita penulis dari Kuwait yang lahir pada 02 September 1982. Ia juga memiliki penerbitan dan sering mengajar lokakarya untuk penulisan kreatif. 

Pada tahun 2024, buku ini mendapat penghargaan National Book Award Finalist for Translated Literature. Sedangkan tahun 2025 memperoleh  ALTA National Translation Award Nominee for Prose, The Rooster -- The Morning News Tournament of Books Nominee for Shortlist.

Sumber gambar:
https://www.goodreads.com/




.


Rabu, 01 Oktober 2025

2018#18: Kisah Tragis Penghuni Kastil Otranto

Judul asli: Kastil  Otranto
Penulis:Horace
Penerjemah: Rh. Widada
Editor: Setyaningsih
ISBN: 9786238023271
ASIN : B0FSJMPBJW
Halaman: 160
Cetakan: Pertama-2025
Penerbit: bukuKatta
Harga: Rp 65.000
Rating: 3/5

"Suara itu lagi! Puanku yang baik, apakah engkau tidak mendengarkan apa-apa? Kastil ini benar-benar berhantu!"
-hal 45-

Dari zaman dahulu, urusan kekuasaan dan cinta menjadi salah satu bumbu kisah yang menarik, demikian juga dalam buku ini. Kisah dalam buku ini dibuka dengan kisah  tentang keluarga Manfred, penguasa Kastil Otranto. 

Disebutkan bahwa mereka sedang melakukan persiapan pernikahan antara Conrad-putra Manfred dengan Putri Isabella, anak dari Frederic. Sayangnya, pernikahan tersebut tidak bisa dilaksanakan karena  Conrad ditemukan tewas tertimpa  ketopong ajaib  tepat pada hari pernikahannya. 

Manfred merasa terpukul. Walau kondisi Conrad tidak begitu baik, setidaknya ia memiliki ahli waris. Sekarang yang tersisa hanya putrinya saja, Matilda. Istri Manfred, Hippolita hanya memberinya 2 anak saja.

Dalam keputusasaan, Manfred memutuskan untuk menikahi Putri Isabella menggantikan anaknya. Dengan demikian, masih ada harapan baginya untuk memiliki penerus. Penolakan sang putri membuat dirinya dikurung dalam kastil. Sebuah ide gila demi menjamin kekuasannya tetap ada sekaligus memiliki penerus.

Merasa kondisinya terancam, Putri Isabella berusaha melarikan diri. Dalam pelariannya, ia bertemu dengan Theodore, petani yang dihukum karena mengidentifikasi ketopong ajaib yang menimpa Conrad.  Theodore dituduh memiliki kemampuan sihir yang membuat ketopong tersebut jatuh menimpa  Conrad hingga tewas. 

Sebenarnya Theodore hanya  beruntung, karena bertemu dengan Matilda yang membantunya hingga bisa melarikan diri. Ia sesungguhnya tidak tahu bagaimana situasi di kastil. Dalam pelariannya itulah ia bertemu dengan Putri Isabella. Cinta diantara Matilda dan Theodore tumbuh. Sementara  Putri Isabella ternyata diam-diam juga mulai menaruh hati padanya.
https://www.goodreads.com/book/
show/21977636-the-castle-of-otranto

Kisah  masih berkembang, banyak hal unik yang bermunculan membuat kisah menjadi semakin rumit.  Urusannya tak sekedar soal cinta, itu hanya bumbu semata. Ada perebutan kekuasaan, anak yang terabaikan, sosok tak kasat mata yang menghantui kastel, dan kisah masa lalu yang ingin dilupakan.

Pada akhirnya, Manfred memutuskan meninggalkan segala yang ia miliki dan mengabdikan diri bersama istri pada kepercayaan yang mereka anut. Sementara untuk kelanjutan kisah para tokoh yang masih belia, silakan baca buku ini he he he.

Suasana kastil yang digambarkan suram dan mencekam, makin membuat kisah menjadi menarik untuk dibaca. Saya paling suka membaca bagian pelarian  Putri Isabella dan Theodore, jadi membayangkan lorong-lorong dan pintu rahasia. 

Jika diperhatikan dengan seksama, kover buku ini menggambarkan sosok seorang wanita yang berlari, ekspresi ketakutan terlihat dari wajahnya. Saya mengasumsikan itu adalah sosok Putri Isabella yang sedang berusaha melarikan diri dari kejaran pasukan Manfred. 

Dari wajah sang putri dan warna kelabu yang dipakai sebagai latar, bisa dibayangkan bagaimana ksaih dalam buku ini. Kengerian, putus asa, serta rasa tak percaya diri bisa lolos dari maut bercampur menjadi satu.

Saya sempat bingung dengan yang dimaksud dengan "ketopong ajaib" dalam kisah. KBBI menyebutkan bahwa  ketopong/ke·to·pong/ n topi (kopiah) tinggi yang keras dan kaku yang dipakai sebagai perhiasan: Raja Parsi itu memakai -- yang sangat bagus;-- besi 1 topi baja (biasa dipakai oleh tentara); 2 tutup kepala dan muka dari besi (dipakai dengan baju zirah). 

Kata ajaib bisa diartikan sebagai sesuatu yang khusus, spesial. Bisa juga diartikan sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan istimewa, Jadi saya simpulkan saja, ketopong ajaib  sebagai topi baja yang menutup kepala dan muka yang memiliki kekuatan khusus. 
https://www.goodreads.com/book
/show/239197049-the-castle-of-otranto

Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1764 dan sering dianggap sebagai novel Gotik pertama. Sang penulis dijuluki sebagai Bapak Sastra Gotik. Genre ini mulai muncul dan berkembang sejak akhir abad ke-18. Tema  horor, supranatural, suasana angker dan sejenisnya bercampur dengan tema-tema sosial, dan hal-hal yang dianggap agung,  menjadi unsur utama dalam Sastra Gotik. 

Keterasingan, konflik emosi dan akal sehat, bahkan kegilaan menjadi hal yang sering dieksplorasi. kastil yang suram dan gelap, reruntuhan yang luluh lantak, serta pemandangan yang menyeramkan menjadi seting kisah yang sering dipergunakan.

Perlu diingat, kadar seram dan suram setiap orang tidaklah sama, demikian juga pada tiap zaman. Saat buku ini terbit pertama kali, bisa saja pembaca merasakan suasana seram dan suram dalam skala 5 dari 5. Namun pembaca saat ini merasakan kengerian dalam skala 3. Terlepas dari itu, buku ini menarik untuk dinikmati. 

Iseng berselancar ke Goodreads. Sesuai dengan genre, berbagai kover seram terpampang di sana. Dari data, terlihat ada 2.058 edisi, artinya sudah ada 2.058 edisi yang beredar sejak kisah ini terbit pertama kali.

Cerita yang terbagi menjadi 5 bab dalam buku ini bisa menjadi pilihan bagi mereka yang ingin mencoba membaca buku dari genre yang biasa dinikmati. Sekedar saran, jangan membaca disaat sepi, nanti bisa terbawa suasana seram yang ditawarkan kisah ini.

Tadi pagi sempat mampir ke FB penerbit dan menemukan informasi bahwa pada tahun 1977 Jan Syankmejer-sutradara dari Ceko, membuat film Kastil Otranto dengan menggabungkan daya dokumenter dengan animasi cut-out. menceritakan isi buku dalam format pseudo-dokumenter yang menghidupkan animasi dari buku. 

Disebutkan juga bahwa ternyata sudah ada yang mengunggah dalam youtube dengan mempergunakan subtitle Inggris. Apakah lebih seram dibandingkan bukunya? Silakan Anda nilai sendiri. 


https://youtu.be/31ZCShe6TP0?si=-IM23rIaPD9lZW77

Sumber gambar:
https://www.goodreads.com/


Sumber video:
https://www.youtube.com/




Rabu, 10 September 2025

2025 #17: Kisah Kasih Dari Dapur Wilda

Judul asli: Kisah Kasih Dari Dapur
Penulis: Wilda Yanti Salam
ISBN10:6230992884
ISBN13:9786230992889  
Cetakan: Pertama-April 2024
Halaman: 108
Penerbit: Partikular
Harga: Rp 50.000
Rating:3.5/5

Onde-onde labbu topa,
Pejja-pejja labbu topa,
Lana-lana labbu topa,
Putu pesse labbu topa
Putu cangkuli labbu topa
Suwelleng labbu topa
Balaboddi labbu topa,
Toli-toli labbu topa,
Sanggara labbu topa,
doku-doku labbu topa,
eee... labbu maneng pa najaji....*
-hal 53-

Pertama kali melihat buku ini pada acara Hut Marjin Kiri, langsung merasa bahagia karena menemukan sebuah buku tipis yang bisa menemani perjalanan, alias dibaca saat pulang nanti.  Ternyata saya salah! Halamannya memang "tipis" tapi isinya "tebal". Berisi aneka "kisah" tentang kuliner dari sudut pandang penulis-Wilda Yanti Salam yang berasal dari Sulawesi Selatan.

Nyaris lupa membaca jika tidak seseorang yang bertanya,  apakah saya punya buku tentang kuliner? Bongkar-bongkar timbunan mencari buku ini. Sayangnya, hujan deras beberapa waktu tidak memungkinkan saya membaca buku ini dalam perjalanan. Yang ada malah sibuk cari kresek buat melapisi supaya tidak kena hujan.

Sesungguhnya, saya hanya seorang yang suka menguyah. Jangan tanya resep masakan, pasti saya hanya menggelengkan kepala. Membaca buku ini membuat saya merasa semakin tidak tahu apa-apa tentang segala hal yang masuk dalam perut saya, hik.

Sebagai penyuka teh, saya mulai paham bahwa rasa teh yang ada di kota X akan memiliki perbedaan rasa dengan yang berasal dari kota z, walau masih dalam 1 provinsi. Keseruan saya mencicipi aneka rasa teh secara amatir, menjadi sebuah kenangan personal yang tak terlupakan.

Demikian juga aneka makanan bagi penulis ini. Kisah bagaimana ia begitu menikmati makanan berkuah dengan cita rasa ringan dalam Orde Bakso. Gara-gara kuah kuning kecoklatan beraroma ayam dam bawang, ia langsung menjadi fans Mas Nurdin-nama penjual bakso di kompleks.

Bagian yang mengisahkan hanya mencampurkan jeruk nipis, seakan mempertegas perdebatan ringan yang sering terjadi di kios bakso. Dengan kecap atau tanpa kecap, tambah kecap, saos dan cuka atau tidak diberi apa-apa lagi. Hal sepele namun makin membuat suasana makan bersama menjadi lebih seru.

Terdapat 10  kisah kasih (saya lebih suka menyebutnya demikian dibandingkan kumpulan esai), ditambah semacam pengantar dan Kepustakaan. Mulai dari KapurungBallo, hingga  Meramu Rasa Merantau. Hem..., entah kenapa tidak dicantumkan nama editor buku ini oleh penerbit.


Meramu Rasa Merantau, membuat saya ingin mencoba menjajaki kota-kota yang ada di tanah air tanpa merasa menjadi turis yang "diajak" untuk mencoba segala makanan atau mengunjungi tempat pariwisata yang dianggap baik penurut mereka namun belum tentu sesuai dengan diri saya. Niatnya memang baik, namun terkadang  saya tidak menemukan petualangan yang saya cari.

Bagian tentang kulkas alias lemari es, membuat saya tertawa tak henti. Duh, kulkas yang saya pakai di lantai 2 adalah kulkas yang serupa dengan yang ada di kamar  hotel. Terbayangkan betapa repotnya saya harus mengurus bunga es tiap minggu. Mau ganti 2 pintu kok ya mikir dulu urusan listrik dan apakah sebegitu perlunya untuk ganti kulkas.

Meski terdpat unsur kata "dari dapur", jangan berharap menemukan ada resep masakan dalam buku ini. Semuanya tentang curhatan penuis tentang  kenangan indah yang diperoleh dari makanan. Kalau pun bukan makanan namun masih memiliki hubungan dengan makanan.

Sebenarnya saya masih  berharap menemukan ada ilustrasi terutama terkait makanan yang disebutkan dalam buku ini. Narasi yang disampaikan memang membuat perut saya berontak minta diisi padahal wujudnya saja saya tak tahu. Untung ada si mbah G. Duh makin kepingin mencoba.

Membaca apa yang tertera di halaman 67, membuat saya tersenyum. Begitu pula saya diajarkan. Ada yang menyantap "bagian kasar" dan akan ada yang menyantap "bagian halus" dalam suatu kesempatan. Itu sebabnya anak kecil yang tak sengaja memberikan komentar tentang rasa makanan "bagian kasar" yang tidak selezat biasanya akan mendapat teguran halus.

Sebagian besar penduduk di tanah air mengkonsumsi nasi. Nasi yang terhidang merupakan hasil kerja keras para petani menanam padi. Peluh bercucuran merupakan hal yang biasa mereka rasakan ketika bekerja di sawah. Berita menghilangnya beras dari pasaran yang saya dengar beberapa hari ini, membuat saya tanpa sadar ikut merasa was-was, karena salah satu kebutuhan primer katanya menjadi langka.

Dewi Sri akan marah jika nasi tidak dihabiskan, demikian yang sering disampikan pada orang tua ketika melihat anaknya tidak menghabiskan makanan. Dan biasanya si anak akan segera menuntaskan nasi yang ada di piring. Begitulah muatan lokal kita. 

Dalam buku ini, penulis seakan mengingatkan bahwa yang berharga tidak selalu materi. 
Jadi di sini kita hari ini, tidak punya mobil tapi di meja makan ada ikan kering dan ikan laut. Barangkali bagi banyak orang di kampung saya, makan ikan sudah sama berharganya sama punya mobil. Ya, berharga tidak selalu materi, bisa jadi wujudnya adalah sesuatu yang membuat kita bisa menghargai hidup sehari-hari.
-hal 18-
Saya teringat, dahulu setiap Lebaran, hidangan seperti rendang akan hadir di meja makan setelah sholat. Biasanya sudah disiapkan beberapa hari sebelum Lebaran. Kadang-kadang, setelah berbuka puasa,  saya "mencuri" beberapa kentang berukuran kecil (baby potato) yang menjadi pelengkap rendang, bukan rendangnya. Kebahagian saya justru menikmati kentang bukan daging rendangnya.

Belakangan, saya baru tahu bahwa kentang-kentang tersebut memang sengaja dicampurkan dengan rendang karena alasan ekonomi. Dengan mencampur kentang, maka bisa saja seseorang menyendok sepotong daging dan 2 butir kentang. Walau sedikit, semua bisa merasakan rendang. Dan ternyata aksi mencuri saya sebenarnya sudah diketahui banyak orang, hanya karena yang diambil adalah kentang, amanlah saya dari omelan. 

Pada beberapa bagian, terasa seakan disampaikan tidak tuntas alias sekedar saja. Saya masih berpositif ria menduga penulis bingung mau menyampaikan apa karena terlalu banyak kenangan atau hal yang ingin disampaikan. 

Secara keseluruhan, walau isi buku ini bersifat sangat personal, penulis secara tak langsung mengenalkan aneka kuliner yang ada di Sulawesi Selatan. Suatu informasi baru bagi saya yang tinggal jauh dari sana. Menumbuhkan rasa cinta akan budaya tanah air yang beragam.

Para penikmat  dan pemerhati kuliner, sosiologi, serta masyarakat umum direkomendasikan untuk membaca buku ini. Bahkan para mahasiswa parawisata dan pekerja dunia pariwisata di Sulawesi Selatan juga sebaiknya juga membaca buku ini, sehingga bisa memberikan informasi lebih terutama terkait makanan ketika sedang menemani turis.

Andai buku cetak ulang, izinkan saya memberikan 2 usulan. Pertama, berilah ilustrasi tentang makanan atau hal  yang sedang dibahas. Siapa tahu malah bisa mendapat sponsor produsen kulkas dengan barter menyebutkan merek produk pada kisah wkwkwk, sehingga buku ini bisa dicetak secara gratis dan disebarkan secara luas, minimal di Sulawesi Selatan. 

Kedua, mungkin agak personal, bisakah ukuran hurufnya diperbesar? Masih bisa terbaca oleh mata minus-plus saya, namun butuh waktu sehingga sedikit mengurangi greget membaca. Namanya usul lho, diserahkan pada penulis eh penerbit ^_^.

Unik.

*Terjemahan syair:
Onde-onde juga dari tepung beras
Pejja-pejja juga dari tepung beras
Lana-lana juga dari tepung beras
Putu pesse juga dari tepung beras
Putu cangkuli juga dari tepung beras
Suwelleng/suwella juga dari tepung beras
Balaboddi juga dari tepung beras
Toli-toli juga dari tepung beras
Pisang goreng juga dari tepung beras
Doko-doku juga dari tepung beras
Eeeee. semua hanya bisa terjadi
Jika ada ... tepung beras...