Sabtu, 15 Februari 2025

2025#3: Kisah Perpustakaan yang Hilang

Penulis: Rebecca Stead dan Wendy Mass
Penerjemah: Reita Ariyanti
Editor: Vania Adinda
ISBN: 9786020678801
Cetakan: Ketiga-Januari 2025
Halaman: 240
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 69.000
Rating: 3.25/5

 "AMBIL BUKU, TINGGALKAN BUKU. ATAU DUA-DUANYA!"

Demikian isi pengumuman yang terpasang di sebuah perpustakaan mini. Hem..., susah juga pilihannya. Sebagai penggila buku, tentunya saya akan mengambil buku. Jika kebetulan ada buku dobel atau tidak sesuai dengan selera, bisa ditinggalkan sebagai penukar buku yang diambil. 

Jika tidak, ada rasa sungkan untuk mengambil banyak, padahal begitu banyak buku yang menarik untuk dibawa pulang. Namun, setelah beberapa kali meninggalkan buku di area baca umum dan menemukan buku-buku tersebut raib, rasanya enggan untuk meninggalkan lagi. Jadi izinkan saya egois dengan mengambil beberapa buku yang paling menarik perhatian.

https://www.goodreads.com/book/show/
211029403-la-biblioteca-scomparsa
Bagi Evan, pilihannya lebih mudah. Ketika ia melihat ada  perpustakaan kecil  gratis muncul di kotanya-Martinville, dan menemukan  pesan "AMBIL BUKU, TINGGALKAN BUKU. ATAU DUA-DUANYA!" segera ia mengambil 2 buah buku untuk dibawa pulang. Ternyata buku yang ia ambil dahulu merupakan bagian dari koleksi Perpustakaan Martinville. 

Sebenarnya bukan hal aneh jika sebuah perpustakaan mengeluarkan buku dari koleksinya dengan berbagai pertimbangan, kemudian  membagikan pada yang membutuhkan. Masalahnya, perpustakaan tersebut sudah tidak ada lagi, terbakar sejak 20 tahun lalu! Lalu dari mana asalnya buku-buku tersebut?

Evan menemukan nama ayahnya pada kartu peminjam yang ada di belakang salah satu buku. Ia  juga menemukan nama penulis terkenal pada kartu peminjaman buku yang lain. Siapa mengira, kedua buku yang diambil Evan membawanya pada rahasia besar yang terpendam selama 20 tahun.

Dahulu,  memang ada perpustakaan di kota mereka. Sebuah kebakaran yang diduga berasal dari ruang bawah tanah membuat perpustakaan tersebut hangus hingga tidak digunakan lagi. 

Seorang anak magang diintrograsi polisi karena  merupakan orang terakhir yang berada di ruang bawah tanah. Namanya dirahasiakan demi keamanan. Walau tak ada bukti cukup untuk menjadikannya tersangka, banyak penduduk yang beranggapan demikian.


Kisah ini sebenarnya sederhana, tentang sebuah perpustakan yang hancur akibat kebakaran  dan terbengkalai. Tapi karena diceritakan secara bergantian dari sudut pandang para  tokoh, Mortiner, Evan, dan AL, membuat kisah menawarkan nuansa yang berbeda.

Oh, ya baru pada bagian belakang saya tahu bahwa AL bukan nama orang, tapi singkatan dari  Assistant Librarian. Harusnya sadar kenapa tertulis AL bukan Al.

Secara iseng, saya menghitung berapa bab yang menjadi "jatah" masing-masing tokoh. Ternyata Mortiner mendapat 10 bab, AL 14 bab, Evan 15 bab. Ada juga bab yg diberi judul "Semua Orang" di halaman 40, dan Epilog untuk masing-masing tokoh.

Tak hanya soal perpustakaan, bagaimana hubungan ayah-anak juga dikisahkan dalam buku ini.  Juga tentang bagaimana persahabatan membuat seseorang rela berkorban untuk sahabatnya.

Bagian ini, membawa ingatan pada film lawas Ghost, pada adegan ketika Sam Wheat (diperankan oleh Patrick Swayze), tidak bisa melintasi cahaya yang menuju ke surga karena masih ada urusan yang belum selesai di dunia. Jadul ya saya.

Buku yang menarik sebenarnya, hanya saya tidak merasakan "roh kisah" dalam buku ini.  Beberapa bagian yang harusnya mampu menguras emosi, malah terasa hambar.
https://www.goodreads.com/book/show/
222623618-kedi-ve-hayalet

Ada juga bagian dimana  narasi yang disajikan seakan tidak berhubungan satu dengan lainnya. Terdapat juga "bolong" kisah yang berakibat kisah tidak terbangun dengan optimal.

Saya coba mencari tahu target pembaca dan penulis buku ini.Siapa  tahu, karena diperuntukan bagi anak-anak atau remaja, ada bagian yang dibuat menyesuaikan dengan pemikiran mereka. Sehingga ketika dibaca oleh orang dewasa berkesan datar. 

Pada Goodreads, ditemukan bahwa buku ini mendapat penghargaan  Mythopoeic Fantasy Award Nominee for Children's Literature (2024), Pennsylvania Young Readers' Choice Award Nominee for Grades 3-6 (2025), Vermont Golden Dome Book Award Nominee (2025). Pantas, buku ini memang lebih cocok dibaca atau dijadikan bahan dongeng untuk anak-anak.

Misalnya tentang banyak yang melakukan komplain pada ayah Evan karena tikus yang diusirkan kembali ke rumah. Menuruh beliau, tikus-tikus itu dibawa dan dilepas di hutan terdekat. Entah bagaimana, mereka bisa menemukan jalan pulang. Mengingatkan tentang sebuah kisah klasik bukan?

Pada blurd, pembaca sudah diberikan bocoran bahwa ada hantu dan kucing yang menjadi tokoh dalam kisah. Apakah kucing juga merupakan hantu? Atau salah seorang pegawai? Silakan cari tahu sendiri dalam buku ini.


Jika dicermati, ini buku kesekian yang mengusung kucing sebagai salah satu tokoh dalam kisah. Mungkinkah sedang ada tren baru? Jika diingat, buku pertama dengan tokoh kucing yang saya baca adalah Dewey: Kucing Perpustakaan Kota Kecil yang Bikin Dunia Jatuh Hati karya  Vicki Myron dan Bret Witter yang diterbitkan pertama kali di tanah air  oleh Penerbit Serambi pada tahun 2009.

Kalimat favorit saya dalam buku ini adalah:
Kadang, kita terlalu percaya pada isi buku sehingga beranggapan bahwa kehidupan akan seindah kisah dalam buku. 

Ada sahabat saya yang begitu tergila-gila pada sebuah buku motivasi. Segala langkah yang diajarkan diikuti, namun ternyata hasilnya tak seperti yang dijanjikan dalam buku. Ia lupa, ada faktor tak terlihat yang berbeda pada tiap orang. 

Buku tersebut hanya memberikan saran dan arahan, hasilnya tiap orang tidak akan sama. Mungkin ia termasuk dalam  golongan yang tidak bisa mendapatkan hasil sesempurna yang ditawarkan buku. 

Bukan salah penulisnya juga. Karena begitulah kehidupan ini, tak ada yang pasti 100%.  Kecuali, kematian yang kelak akan menjemput.

Menarik untuk dijadikan hadiah bagi anak-anak.

Sumber Gambar:
https://www.goodreads.com

Selasa, 21 Januari 2025

2025#2: Odd and Frost Giant

Penulis: Neil Gaiman 
Ilustrasi: Brett Helquist 
ISBN-10: 0061671738
ISBN-13: 9780061671739
Halaman:128
Cetakan:Pertama-November 2009
Penerbit:HarperCollins;
Rating: 3.5/5

"Nothing's going on," said the fox brightly. "Just a few talking animals. Nothing to worry about. Happens every day. We'll be out of your hair first thing in the morning."
-hal 29-

Odd adalah seorang bocah 12 tahun yang tak jauh berbeda dengan yang lainnya. Ayahnya seorang penebang kayu yang tenggelam saat Viking melakukan serangan. Ibu yang sudah memiliki keluarga baru bisa dikatakan abai akan keberadaannya. Ia benar-benar sendiri.

Pada suatu musim dingin, ia pergi ke hutan. Rencananya Odd akan tinggal di  gubuk berburu milik sang ayah. Seekor rubah mendatanginya seolah-olah meminta bantuan.  Tak terduga, ia dimita membantu seekor beruang yang mengalami kesulitan.  Dari rubah, beruang, terakhir burung rajawali, ada tuga binatang yang sekarang selalu berada dekatnya.

Siapa mengira ternyata ketiga binatang tersebut bukanlah binatang biasa. Ketiganya adalah para dewa menurut mitologi  Nordik, Loki, Odin dan Thor. Ketiganya terpaksa meninggalkan Asgard setelah mengalami perseteruan dengan "The Frost Giant". 

https://www.goodreads.com/book/
show/53344706-odd-ve-ayaz-devleri















Kebaikan hati Odd membuatnya tersentuh untuk membantu ketiga dewa yang berubah wujud. Bersama mereka menempuh perjalanan menuju Asgard. Sampainya di sana, ternyata hanya Odd yang bisa memasuki Asgard untuk bertemu dengan "The Frost Giant". Nasib ketiganya tergantung bagaimana usaha Odd membereskan masalah.

Usut punya usut, ternyata "The Frost Giant" melakukan berbagai upaya untuk mengusir ketiganya karena sakit hati akibat perbuatan ketiga dewa tersebut pada adiknya. Dipikir-pikir, kalau saya, bisa saja saya berbuat hal yang sama. Siapa yang tidak sakit hati jika ditipu?

Bukan hal mudah untuk bisa membujuk "The Frost Giant" agar mau kembali ke dunianya dan membebaskan ketiga dewa. Selama ini di Asgard terdapat tembok yang membatasnya dengan dunia raksaksa. Jika tembok runtuh, maka raksaksa dengan mudah memasuki Asgard.


Akhir kisah, tentunya bisa ditebak. Odd berhasil menyelesakan masalah yang menimpa para dewa. Sebagai hadiah,  ia diperkenankan meminum air dari Sumur Mimir. Ia juga bisa berkumpul kembali dengan ibunya kembali. 

Kejutan! Saat ia kembali, penampilannya sudah tidak seperti anak berusia 12 tahun. Entah karena ia meminum air dari Sumur Mimir, atau waktu di Asgard berbeda dengan yang berlaku di bumi. Tapi bagaimana penampilan Odd, seorang ibu akan selalu mengenali anaknya.
https://www.goodreads.com/book
/show/12998921

Kisah ini memberikan pesan moral pada anak-anak agar teguh memegang janjinya. Jika sudah berjanji, maka harus dipenuhi jangan sampai ingkar jika tidak ingin mendapatkan kesusahan. 

Menolong adalah sebuah perbuatan yang mulia, apalagi jika dilakukan dengan tulus tanpa mengharapkan balas jasa.  Kita tidak pernah tahu balasan yang diterima dari perbuatan yang kita lakukan. 

Odd hanya ingin menolong hewan yang ternyata adalah para dewa, Ia mendapat kesempatan minum air Sumur Mimir, sumur pengetahuan. Tidak semua orang bisa meminum air dari sumur tersebut, tidak juga para dewa. Sungguh beruntungnya Odd.

Dalam kisah ini juga disebut-sebut tentang bagaimana menarik dan cantiknya Dewi Freya.  Sosok sang dewi memang dikenal memiliki wajah yang paling cantik di seluruh valhalla-tempat para pejuang pilihan yang gugur tinggal bersama Odin di Asgrad.

Buku yang saya baca merupakan hibah dari seseorang yang spesial he he he. Karena harus pindah kost yang sudah ditinggali selama 10 tahun lebih, maka ia memutuskan membagikan buku-buku koleksinya, tentunya saya menerima semua kiriman dengan bahagia.

https://www.goodreads.com/book/
show/7903710-odd-i-lodowi-olbrzym
i











Ternyata ketika melakukan pengecekan di Goodreads, ratingnya lumayan juga. Memang karya Neil Gaiman selalu menawan. Kisah ini juga sudah diterjemahkan dalam aneka bahasa. Untuk ilustrasi, saya paling suka versi bahasa Polish. 

Entah kenapa ketika pertama kali melihat buku ini, yang terbayang adalah buku berjudul The Golden Compass, dari  Philip Pullman. Versi kover film jika saya tidak salah ingat, menampilkan seorang anak (tapi perempuan) yang sedang menunggangi seekor binatang berbulu putih.

Saya sempat merasa kesal, bagaimana bisa anak usia 12 tahun dianggap mampu menyelamatkan dewa. Tapi ketika teringat kisah ini diperuntukan untuk anak-anak, baiklah! Kita terima saja kondisinya begitu.

Ketika kisah ini sampai pada bagian yang menyebutkan bahwa ketiga binatang sebenarnya adalah para dewam otomatis jadi teringat cergam berseri Valhalla karya Peter Madsen yang diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan pada tahun 1993. 

Menghibur.

Selasa, 14 Januari 2025

2025#1: Salon Jiwa

Penulis: Shan Patricia
Editor: Ika Yuliana Kurniasih
Ilustrator: Abdul M
ISBN: 9786238728053
Cetakan: Pertama-Desember 2024
Halaman: 416
Penerbit: Falcon Publishing
Harga: Rp 119.000
Rating: 4/5
Kata orang, hanya perlu sebuah pertanyaan yang tepat, maka segala hal bisa  terungkap. 
Salon Asmaraloka bisa dikatakan sebuah salon yang unik. Bukan karena perlengkapan yang serba mewah, atau beragam perawatan yang ditawarkan, tapi ada hal yang lebih spesial lagi. Pelanggan yang mengalami berbagai masalah, bisa menemukan solusi, minimal  kedamaian setelah berkunjung ke sana.

Dengan memberikan pelayanan secara maksimal dengan tulus, serta mengajak pelanggan mengobrol, kemudian memberikan pertanyaan yang tepat, maka pelanggan akan menceritakan semua keluh-kesah tentang masalah yang mereka hadapi tanpa merasa sungkan.

Sebutlah Ayudya yang mengalami alopecia areata-penyakit autoimun yang menyebabkan kerontokan rambut. Sebagai seorang beauty influcer tentunya ia diharapkan memiliki penampilan yang menarik. Guna mengatasi kepalanya yang plontos, ia memakai wig. 

Berbagai upaya  dilakukan oleh Ayudya untuk meraih kesuksesan. Memang kesuksesan berhasil diraih namun, ia merasa bukan menjadi dirinya. Ditambah klonflik dengan orang tua. Melalui Salon Asmaraloka, ia menemukan jadi dirinya. Menjadi seorang beauty influcer  tanpa perlu menutupi kondisinya sebagai penderita alopecia areata.

Hubungan Iko  dengan Ibunya memang tidak sehat. Ibu Arnis menganggap anak bungsunya sebagai penyebab kematian suaminya. Ditambah  dengan gaya hidup Hikikomori-menarik diri dari kehidupan sosial dan mengisolasi diri di rumah selama waktu yang lama, yang dipilih Iko. Sudah 20 tahun Iko berdiam di kamarnya. 

Padahal. Iko hanya butuh didengar saja. Entah  berapa kali ia menyampaikan sesuatu, alih-alih mendengarkan Ibu Arnis justru menjadikannya sebagai pihak yang salah. Tak ketinggalan membandingkan dengan kakak perempuannya yang bisa dianggap sebagai sosok anak idaman. 

Bisa juga cara Iko menyampaikan keinginannya salah karena ia tak tahu bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan ibunya. Dengan keegoisan masing-masing keduanya merasa sebagai pihak yang benar.

Apakah cerita dalam buku ini bisa disebut sebagai cerita berbingkai?  Seingat saya, cerita  berbingkai adalah cerita yang terdiri dari satu cerita utama dimana dalam cerita tersebut terdapat beberapa cerita terkait yang disisipkan. 

Cerita utama dalam buku ini  bisa kita asumsikan sebagai cerita Marissa dalam mengelola Salon Asmaraloka. Sementara kisah sisipan adalah kisah para pelanggan salon yang ditolong Marissa.

Sayangnya, semangat menolong Marissa berbanding balik dengan jumlah pendapat yang masuk. Berbagai masalah keuangan membayangi salon. Dari gaji pegawai yang harus dibayarkan setengah terlebih dahulu, hingga pembayaran listrik yang terpaksa mempergunakan uang pribadi, hanyalah sebagian kecil masalah.
"Tapi, Bu, cerita-cerita pengunjung 'kan kagak bayarin gaji Tina sama Markus."
-hal 47-
Begitulah. Sebagai pembaca, saya juga merasa gemas pada Marissa. Terlalu bersemangat menolong sampai melupakan kewajiban pada staf salon. Sempat juga saya merasa setuju dengan apa yang disampaikan oleh salah satu tokoh, terlalu fokus menolong pelanggan tapi melupakan staf.

Pada bagian akhir terungkap alasan kenapa Marissa begitu bersikeras ingin memiliki salon sejak kecil. Termasuk siapa sosok yang sering ia kunjungi di Lembaga Pemasyarakatan.

Tidak bermaksud spoiler, tapi bagian yang mengisahkan bagaimana Marissa bisa bertemu dengan sosok yang ia cari selama 22 tahun, membuat saya gemas. Kenapa dibuat ala sinetron warga +62? Harusnya bisa diperhalus. 

Misalnya ternyata sosok yang dicari oleh Marissa adalah karyawan salah satu pelanggannya. Atau bisa juga ternyata ada pelanggan yang tahu tentang sosok yang dicari Marissa dan membantu mempertemukan keduanya. Pilihan lagi, ternyata  saudara dari salah satu pelanggan. Intinya dibuat agak sulit jangan kebetulan semata.

Tapi..., kemudian saya merenung. Kadang, dalam kehidupan ini  banyak kejadian yang seperti kebetulan terjadi, seakan tak masuk akal, tapi terjadi. Jadi, mari kita anggap saja memang begitulah jalan yang harus dilalui oleh Marissa untuk bisa menemukan apa yang ia cari selama sekian puluh tahun.

Sesuai judul, kisah ini mengambil setting salon. Sayangnya, unsur "salon" kurang terasa dalam kisah ini. Misalnya, ketika sedang melakukan creambath, ditambah keterangan tentang krim yang dipakai dan manfaatnya. 

Shanen menambahkan unsur kucing sebagai sarana. Kecintaannya pada kucing membuat ia memberikan peranan penting dalam kisah ini. Anggapan kucing belang tiga membawa rezeki, juga dijadikan bagian dalam kisah.

Selain mengisahkan tentang para pelanggan, jika diperhatikan dengan lebih seksama, buku ini memberikan informasi bahwa usaha apa saja yang digeluti, tanpa promosi yang menarik, terutama melalui media sosial, jumlah pelanggan yang bisa diperoleh tak akan berarti banyak.

Keengganan Marissa mempromosikan salon melalui sosial media, terbukti nyaris membuat salon gulung tikar. Siapa juga yang mau mendetangi salon di tempat tak mentereng seperti itu. Belum lagi tampilan luar salon yang tidak mengundang minat untuk disambangi.

Layanan terbaik yang ditawarkan tak akan mampu menarik pelanggan jika tidak ada yang tahu. Untunglah pada akhirnya Marissa mau berkompromi dengan keadaan.  Bahkan melalui sosial media pula upaya Marissa mencari seseorang bisa terlaksana. 

Kita bisa mendapatkan pembelajaran, bahwa sosial media jika dipergunakan dengan bijak dapat menjadi alat untuk membantu seseorang. Ibarat dua sisi uang, semuanya tergantung bagaimana pemanfaatannya.

Salon kembali bangkit dengan aneka pelanggan. Marissa juga menemukan kebahagiaan. Dan Hara, salahs atu pelanggan yang juga dibantunya, menemukan tempat untuk menyalurkan kegemarannya secara positif.

Oh ya, saya agak lupa. Apakah ada uraian singkat tentang alopecia areata dan Hikikomori. Mungkin saja kedua istilah tersebut sudah cukup dimengerti maknanya oleh banyak pembaca. Namun tak ada salahnya memberikan informasi agar terdapat kesamaan persepsi.

Begitulah kisah ini berakhir.  Cerita ala penerbit satu ini selalu memberikan akhir yang membahagiakan. Tidak salah memang, siapa juga yang suka dengan akhir yang menyedihkan he he he.

Buku ini diberi judul Salon Jiwa, padahal nama salon dalam kisah adalah Salon Asmaraloka. Jika tidak salah mengartikan, Asmaraloka bisa berarti alam cinta kasih. Diharapkan para pelanggan salon bisa mendapatkan cinta kasih dalam kehidupan setelah berkunjung ke salon. 

Salon  memiliki fungsi untuk melakukan perawatan dan mempercantik bagian tubuh. Salon Jiwa, bisa kita asumsikan, melakukan "perawatan" pada jiwa para pelanggannya. Tidak hanya badan, jiwa juga perlu dirawat bukan?

Ada satu kalimat yang saya suka dalam buku ini, ada di halaman 221.
"Tidak semua gelas yang pecah memiliki kepingan utuh  untuk bisa dipersatukan kembali. Kadang-kadang tibalah waktunya kita merelakan suatu keadaan yang takkan menjadi seperti semula."

Jadi, berdamailah dengan keadaan karena kita tidak bisa mengembalikan keadaan seperti semula 100% jika sudah mengalami suatu kejadian. 

Oh, ya walau kenal dengan penulis, saya tetap membeli buku ini melalu jalur resmi. Jika kita mendukung sahabat atau kerabat yang sedang merintis menjadi penulis, upaya yang kita lakukan adalah mulai dari hal sederhana, beli bukunya jangan minta gratisan.