Penyunting: Ariel Seraphino
Ilustrasi Sampul: Abdul M.
ISBN: 9786026714961
Halaman:216
Cetakan: Pertama-Juni 2024
Penerbit: Falcon Publishing
Harga: Rp 75.000
Rating: 4/5
Daun-daun teh terlihat basah karena embun. Kabut pagi ini turun, cuaca menjadi sangat dingin. Menuju tengah hari, matahari mulai bersinar lebih terik.
-hal 92-
-hal 92-
Teh merupakan komoditi yang dihasilkan di desa tempat tinggal para tokoh dalam buku ini. Sebuah desa perkebunan teh yang sejuk dan jauh dari kota. Teh jua yang menjadi penghubung para tokoh utama dalam buku ini, Samhadi, Burnomo, dan Raslan
Bagi penduduk desa, Samhadi-Juragan Sam, merupakan sosok yang murah hati. Tidak saja karena sering memberikan sembako, ia juga membantu buruh yang mengalami masalah keuangan. Misalnya dengan pinjaman lunak dengan pembayaran potong upah.
Namun citranya hancur ketika Lurah Pambudi mengakui keburukan yang dia lakukan atas tekanan Juragan Sam. Penduduk percaya pada pengakuan Lurah Pambudi, karena selain Juragan Sam yang menjaminnya saat pemilihan dahulu, beliau juga masih tergolong pamannya. Penduduk yang semula memuja, berbalik menjadikannya sebagai tokoh yang jahat.
"Gampang itu, bisa jadi lurah kamu tahun ini. Tapi tentu ada syaratnya.""Apa itu, Paklik?""Setiap aku meminta tolong apa pun kepadamu, kamu tidak boleh menolak."
Berbekal pendidikan teh tingkat internasional, Burnomo dikenal sebagai pakar teh yang mumpuni. Kali ini, ia membawa anak dan istrinya untuk tinggal di desa dan mengembangkan industri teh. Salah satunya dengan membeli perkebunan teh milik Koh Akong.
Urusan pembelian perkebunan Koh Akong membuat Burnomo harus bersiteru dengan Juragan Sam. Sebenarnya secara hukum ia menang. Proses jual-beli berlangsung dengan lancar, sertifikat juga sudah ditangan.
Hanya saja, Juragan Sam seakan tidak rela jika harus mengaku kalah. Ia memprovokasi penduduk agar menolak bekerja di perkebunan Burnomo. Bukan Burnomo namanya jika ia merasa gentar.
Tokoh ketiga, Raslan, merupakan buruh teh yang tak pernah mengeluh. Ia merasa kehidupannya memang sudah begitu adanya. Yang penting gaji yang ia serahkan pada istrinya, Sri, dapat mencukupi semua kebutuhan walau seadanya. Mau bagaimana lagi, upahnya hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Ketika sepatu anak pertamanya sudah tidak bisa dibetulkan lagi, ketika istrinya bercerita bahwa ia sama sekali tidak pernah dibelikan emas, baru ia menyadari betapa susah hidup keluargnya. Selama ini, Raslan merasa sembako dari Juragan Sam sudah sangat membantu kehidupan keluarganya. Ternyata tidak. Hidup ternyata tidak seperti yang ia kira.
Raslan juga mengira Burnomo akan tetap sama seperti zaman mereka kecil, ia kembali salah. Burnomo malah mengatakan ia tak mengenal Raslan ketika suatu sore Raslan mengunjungi rumahnya.
Raslan memang merupakan buruh pada perkebunan teh milik Juragan Sam. Banyak hal terkait juragan Sam yang ia ketahui tapi disimpan rapat-rapat. Ia juga teman kecil Burnomo. Tak terhitung juga berbagai kenangan masa kecil dengan Burnomo yang bisa ia jadikan topik ketika berada di warung kopi. Tapi Raslan memilih untuk diam ketika orang ramai membicarakan Juragan Sam dan Burnomo.
Raslan memang merupakan buruh pada perkebunan teh milik Juragan Sam. Banyak hal terkait juragan Sam yang ia ketahui tapi disimpan rapat-rapat. Ia juga teman kecil Burnomo. Tak terhitung juga berbagai kenangan masa kecil dengan Burnomo yang bisa ia jadikan topik ketika berada di warung kopi. Tapi Raslan memilih untuk diam ketika orang ramai membicarakan Juragan Sam dan Burnomo.
Tiga keluarga dengan latar belakang dan kisah kehidupan yang berbeda satu dengan lain namun terhubung karena urusan teh.
Melalui sosok Juragan Sam, pembaca diingatkan untuk selalu mawas diri. Kekuasaan dan kekayaan bisa membuat orang terlena sehinga tak sadar apa yang dilakukan. Apa lagi jika dipergunakan untuk hal-hal yang kurang baik. Bukan nama baik yang ia tinggalkan, namun kebencian orang pada dirinya.
Raslan membuat pembaca untuk menghargai diri. Hidup sederhana dan selalu bersyukur memang baik, namun bukan berarti tidak memiliki keinginan untuk bisa memiliki kehidupan lebih baik lagi. Tak ada salahnya berkeinginan untuk punya banyak uang, asal diperoleh dengan cara yang halal.
Ketika Raslan melakukan hal yang tak pernah terbayangkan seumur hidup, jelas ia salah. Bahkan walau perbuatan itu dilakukan atas nama kasih sayang anak. Untung, hati nuraninya masih membuatnya sadar.
Burnomo memang seorang pekerja keras. Keuletannya menjadikan ia sebagai seorang pakar teh yang sukses. Hanya saja, ia lupa ada seorang perempuan yang selalu mendukung dan mendoakannya hingga ia makin berkibar. Entah kenapa, ia tak bisa mencintai istrinya seperti ia mencintai teh.
Penyesalan memang akan muncul belakangan. Sekarang, Burnomo harus hidup dengan menyesali perbuatannya dan hidup dalam kenangan pahit akan anak dan istrinya. Mengembalikan cincin kesayangan sang istri, tak akan mengubah apa pun.
Kisah dalam buku diakhiri dengan adegan yang menyentuh. Begitulah, setelah sekian lama perasaan pembaca diobrak-abrik dengan aneka hal, Jeng Artie seakan menghentikan waktu agar para membaca bisa merenungi peristiwa yang baru para tokoh alami.
Karena selama ini mengetahui Jeng Artie jago melukis, saya berharap ada ilustrasi karyanya dalam buku ini. Namanya harapan, tak harus terkabul kan. Jangankan karya Jeng Artie, karya pembuat ilustrasi sampul juga tak ada dalam buku ini.
Tapi ilustrasi kover sempat menipu saya. Rumah bertingkat tiga saya asumsikan adalah rumah tempat tinggal para tokoh, yaitu 3 keluarga, sesuai judul. Karena ada 3 keluarga, bisa saja mereka tinggal dalam sebuah rumah bertingkat 3, tiap tingkat untuk 1 keluarga. Ternyata melesat jauh hi hi hi.
Oh, ya. Dalam buku ini beberapa kali disebutkan tentang teh goreng. Sepertinya teh goreng juga menjadi usaha rumahan warga desa, banyak juga yang menyukainya. Bahkan untuk mensiasati harga kopi yang dirasa kian mahal, Sri menggunakan banyak teh goreng saat merebus, rasa pahitnya akan menyerupai kopi.
Mendadak jadi ingat beberapa tempat yang dikenal karena teh. Misalnya Kampung Patehan yang berada di wilayah Dalam Beteng Kraton Yogyakarta. Kampung tersebut merupakan komplek rumah abdidalem Kraton Yogyakarta yang berprofesi sebagai abdidalem penyaji minuman teh untuk kepentingan Sultan dan tamu-tamu keraton.
Sudah minum teh hari ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar