Kamis, 15 September 2016

2016 #102: Membaca Bersama Anak-Anak Multatuli

Judul: Anak-Anak Multatuli
Penulis: Ubaidilah Muchtar
Editor: Vini Mariyane Rosya
ISBN: 978-602-70564-8-0
Cetakan: Pertama-Desember 2015
Penerbit : ArkeaBooks
Bintang: 3/5

Multatuli itu adalah orang yang membela lebak dari penjajah Belanda dan penjajah pribumi

Sungguh saya mengaku kalah!
Rencananya  untuk  mereview buku ini, saya akan mencoba membaca ala kang Ubai. Perlahan tapi pasti. Bukannya sukses, malah jadi kacau balau. Awalnya lancar, dibaca setiap minggu saat istirahat kerja di hari Jumat. Dibatasi hanya 5 halaman maksimal. Makin kebelakang, mulai tidak tiap minggu, sekali baca lebih lima halaman.

Saya terbawa suasana. Serasa ikut membereskan buku-buku yang berantakan, ikut berdiskusi, bahkan suatu ketika sibuk mencari makna sebuah kata dalam kamus. Seakan saya membaca bersama dengan Ucu, Suherti,  Mariam, Elah  dan lainnya.

Guna menahan diri membaca dengan "berlari" buku ini sengaja saya tinggal di kantor. alih-alih dibaca, malah tertimbun buku-buku yang baru berdatangan. Aduh deh...., baiklah kita kembali ke metode saya membaca saja.

Bisa dikatakan ini merupakan catatan harian alias diari seorang Ubai saat mengajak anak-anak di Lebak Banten menikmati kisah karya Multatuli melalui reading group yang ia adakan. Aneka suka duka kelucuan hingga kepolosan anak-anak yang mengundang senyum diuraikan dengan jelas dalam buku ini. 

PEMBACA yang terhormat,
Aku ingin melanjutkan catatan kecilku. Catatan Reading Group minggu ke-8 dari novel Max Havelaar yang sempat terpotong dan tidak terselesaikan. Kini aku melanjutkan kembali. Ini catatanku. Catatan Reading Group hari Selasa, 11 Mei 2010.
Kurang lebih seperti itu Kang Ubay  menulis diawal tiap catatan kegiatan. Pembaca terbawa hanyut dalam untaian kata yang disusun dengah apik. Ini merupakan kelebihan kang ubai menurut saya, beliau mampu membuat pembaca terbawa suasana seperti yang diuraikan dalam buku.

Catatan kegiatan dibuat urut setiap minggu. Sebenarnya pada pojok kanan atas, sudah tercantum tulisan yang menyebutkan catatan itu merupakan catatan kegiatan minggu keberapa. Saya mengutip catatan dari Minggu 8 (2) di halaman 89. Maksud arti (2) adalah catatan tersebut merupakan catatan kedua yang ditulis pada minggu ke-8.

Setiap selesai melakukan reading group, kang Ubai akan meminta perserta mengisi semacam daftar hadir dan menuliskan kesannya. Beragam ternyata. Dari sana saya makin mengenal sosok anak-anak yang mengikuti kegiatan tersebut.

Tidak saja membaca anak-anak itu juga melakukan pementasan drama Saijah dan Adinda, salah satu bagian dari kisah Max Havelaar. Mereka sangat menikmati kebersamaan yang ada. Ketika ada yang mengunjungi mereka untuk mengamati bagaimana berjalannya reading group tersebut, mereka makin bersemangat. 
Bagian yang mengisahkan tentang Saijah dan Adinda memang sudah sering diangkat dalam berbagai alih kisah. Pernah dibuat film di tanah air dan setelah sekian puluh tahun baru mendapat ijin putar. Anak-anak juga diperkenalkan dengan cerita ini dalam bentuk cerita bergambar.

Dari apa yang ditulis kang Ubay, metode ini tidak saja mengajarkan nilai yang ada dalam buku, namun juga mengajarkan banyak hal lain. Saat menemukan sebuah kata yang dirasa belum dipahami, anak-anak akan mengajukan pertanyaan mengenai makna kata tersebut.Bisa juga mengenai sebuah hal. Jika kebetulan kang Ubay tidak mengetahuinya, maka akan dijadikan pekerjaan rumah untuk dicarikan jawaban.

Kopi daun sebagai contoh. Dahulu orang-orang Lebak tidak dapat meminum kopi dari biji kopi karena semua produksi kopi akan diangkat ke Belanda. Mereka meminum kopi yang merupakan hasil olahan dari daun kopi. Mula-mula daun kopi dipetik lalu ditumbuk halus, setelah itu diseduh dengan air hangat seperti menyeduh kopi. Rasa dan harumnya konon menyerupai kopi. Jika ingin lebih wangi, maka daun yang dipetik dipanaskan dulu di atas tunggu. Menyedihkan bukan nasib pribumi saat itu.

Atau penjelasan singkat  seperti yang tertera di halaman 106.
    "Etiket itu apa?" tanya Pipih.
    "etikat itu aturan kesopanan, aturan sopan santu, tata karma," jelasku. Ketika itu mereka sedang membaca paragraf pertama Bab 7. Dari satu paragraf saja anak-anak di Ciseel mendapat banyak ilmu. Oh ya, sepertinya ada sedikit kesalahan menulis, mungkin maksudnya adalah sopan santun dan tata krama.

Mungkin banyak orang yang bertanya-tanya apakah mudah mengadakan reading group dengan mengambil buku seperti itu pada anak-anak. Orang dewasa juga belum tentu bisa memahami nilai yang ada dalam kisah itu. Justru dengan menerapkan pola seperti yang dilakukan oleh Kang Ubay, anak-anak bisa lebih paham pada isi buku tersebut. Kenapa reading group? Silahkan buku di halaman xxiii dan 394 ^_^.

Satu hal lagi menurut saya yang memudahkan kang Ubay  melakukan reading group, kedekatan tempat tinggal anak-anak dengan lokasi dalam kisah. Secara emosi mereka merasakan kedekatan dengan tokoh dalam kisah itu, sama-sama berasal dari Lebak Banten.  Bukan hal utama, namun merupakan pendukung yang sangat membantu. 

Dalam buku ini, saya menemukan banyak ilustrasi terkait peristiwa dalam kisah. Dari foto yang ada, saya bisa wajah-wajah ceria seusai kegiatan reading group minggu ke-12 di halaman 144 sambil sibuk menerka wajah siapa saja yang ada di sana. Bisa juga mengetahui bagaimana  sungai di Desa Cisel tempat anak-anak bermain.

Selain beberapa salah ketik yang cukup manusiawi, kekurangan buku ini ada pada kertas yang digunakan, terlalu tipis.  Hal ini mengakibatkan pada beberapa bagian pembaca seakan melihat bayang-bayang tulisan yang ada di baliknya. Ukuran huruf juga agak terlalu kecil, mungkin karena menyiasati ketebalan halaman.

Sepertinya kapan-kapan saya juga ingin ikut menikmati rasa ayam goreng yang dimasak dan makan bersama pada pertemuan ke-37, pertemuan terakhir pembacaan buku ini. Ternyata jika dilakukan dengan secara terus menerus tak ada yang tak mungkin. Anak-anak di Lebak Banten sudah menyelesaikan satu putaran membaca buku ini. Dan itu merupakan sebuah prestasi yang tidak dapat diremehkan!

Eduard Douwes Dekker (2 Maret 1820-19 Februari 1887) dikenal dengan nama pena Multatuli merupakan penulis asal Belanda yang dikenal melalui bukunya Max Havelaar. Buku tersebut terbit pada tahun 1860, isinya penuh kritik atas perlakuan buruk para penjajah terhadap orang-orang pribumi. Hal ini menjadi pembicaraan ramai, seorang Belanda berani memberikan kritik pedas pada bangsanya sendiri. Sifat simpati pada orang-orang pribumi sepertinya menular dalam keluarga Dekker. Salah seorang cucu keponakannya (cucu dari saudaranya yang bernama Jan) merupakan  tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, Ernest Douwes Dekker yang dikenal pula dengan nama Danudirja Setiabudi.

Apa yang dilakukan oleh Kang Ubay menurut saya patut diacungi jempol. Membuat anak suka membaca merupakan hal yang cukup sulit dilakukan. Apa lagi jika buku yang dijadikan bacaan adalah buku seperti max Havelaar. Tapi bukan tidak mungkin^_^ Pastinya akan ada jalan untuk setiap niat baik.

Sumber gambar:
https://www.facebook.com/ubaidilah.muchtar
---->
Perkenalan saya dengan kang Ubay adalah saat bedah buku Max Havelaar di kantor. Kang Ubay didaulat menjadi salah satu pembicara. Acara boleh selesai, tapi urusan kecintaan kami pada buku terus berlanjut.

Dimulai dari saya mengirimkan banner acara kegiatan yang lalu untuk dipasang di Taman Baca Multatuli di Cisaeng, sebagai kenang-kenangan katanya. Selanjuya aneka kegiatan mengirim buku-buku yang sudah tidak saya baca. Lalu acara BBI Berbagi, dimana teman-teman BBI di salah satu wilayah melalukan lelang buku dan menyerahkan seluruh pendapatannya untuk dimanfaatkan bagi taman baca yang kang Ubay kelola.

Bagian ini ajak menyentuh hati. Mungkin karena amanah, suatu ketika kang Ubay memberikan laporan mengenai pengeluaran dana yang ia terima. Begitu terinci hingga disebutkan pembelia makanan kecil. Aduh si akang bikin kita tidak enak hati ^_^. Padahal niat teman-teman hanya memberi saja, pengaturan 1.000% percaya pada akang saja he he he.

Pertemuan terakhir dengan kang Ubay adalah di IRF 2015 yang lalu. Setelah melapor pada panitia bahwa kang Ubay membutuhkan bantuan buku bagi anak-anak Ciseel, lalu mendapat izin untuk memilih buku sisa bookswap-bookwar, mulailah saya berdua kang Ubay memilah mana buku yang cocok.  Sempat bingung bagaimana membawanya, untung saya ingat ada dus bekas di booth saya. Jadi total akang mendapat 1 dus buku plus beberapa tas hadiah dari teman-teman BBI. Seru!

Malu!
Sebenarnya malu juga melihat semangat seorang Ubay menggiatkan literasi dalam segala keterbatasan. Sementara saya hanya bisa membagi-bagikan buku saja. Semoga apa yang dilakukannya bermanfaat serta mendapat balasan kelak. Aamiin YRA

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
    saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
    jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus