Selasa, 05 Januari 2016

2016 #5: Sebuah Rencana Besar untuk UBI

Judul asli: Rencana Besar
Penulis: Tsugaeda
Penyunting: Pratiwi Utami
Perancang sampul: Upiet
Pemeriksa aksara: Yusnida & Dewi Surani
Penata aksara: Gabriel
ISBN: 9786027888654
Halaman: 384
Cetakan: Pertama-Agustus 2013
Penerbit: PT Bentang Pustaka
Rating: 3/5


Sebuah fakta kecil saya temukan dalam buku ini. Penulis menyukai kemeja tangan panjang dengan motif garis-garis vertikal.

Alasan saya menyebutkan itu karena kembali dalam buku ini ia memberikan penjabaran mengenai pakaian yang dipergunakan oleh tokoh utama, Makarim dengan sangat jelas. Sama dengan saat ia menjelaskan mengenai pakaian yang dipakai oleh Teno dalam kisah Sudut Mati saat baru keluar dari penjara. 

Oh ya, kisah dalam buku ini masih mengusung tema konspirasi dan kejahatan kerah putih. Tokoh utama kita, Makarim, dihubungi oleh seorang teman kuliahnya dahulu yang kini telah menjadi pejabat tinggi di Universal Bank of Indonesia, UBI. Makarim diminta bantuan untuk melakukan penyelidikan mengenai kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang serta menghilangnya dana sebesar 17 M lebih dari laporan keuangan. 

Semula Makarim ragu untuk menerima pekerjaan tersebut. Kariernya sebagai konsultan berbagai perusahaan besar membuat ia cukup dikenal. Tapi sekali lagi ia adalah seorang konsultan, bukan detektif swasta spesialisasi kejahatan kerah putih. Apa lagi temannya itu sudah melakukan penyelidikan terlebih dahulu dan menyodorkan tiga nama yang dijadikan tersangka utama.

Ada  tiga nama tersangka yang diajukan oleh pihak manajemen UBI . Reza Ramaditya, penyuka buku yang mendadak kehilangan semangat kerja tanpa alasan.  Amanda Suseno, gadis cantik yang mampu membuat setiap pria di UBI bercanda jorok, prestasinya yang terlalu bagus menimbulkan tanda tanya. Ditambah dengan kepercayaan yang diberikan pihak manajemen padanya terlihat terlalu berlebih. Terakhir, Rifad Akbar yang bagaikan duri dalam daging dengan gaya militannya memimpin Serikat Pekerja dalam memperjuangkan kesejahteraan rekan-rekannya.

Tanpa Makarim sadari, ia sudah berada dalam permainan yang membahayakan dirinya. Ia juga harus berpacu dengan waktu mengingat ia sendiri yang menjanjikan penyelidikan selesai dalam waktu 30 hari. Makarim terjebak antara keinginan untuk mengubah nasib orang banyak, dendam masa lalu, kartel narkoba, pencucian uang dan pembunuhan berencana. Salah melangkah sedikit, nyawanya yang menghilang.


Ketika salah satu tokoh dalam buku ini menyebutkan bahwa suasana kerja tidak nyaman dan jam kerja yang tidak masuk akal sehingga membuat pegawai kehilangan motivasi kerja tapi neraca perusahaan justru dalam kondisi menanjak, saya langsung kehilangan minat pada kisah ini. Sudah jelas bagi saya kenapa dan bagaimana.

Dibandingkan dengan buku yang lain, buku ini jelas menunjukan kelas yang berbeda. Pada buku ini sepertinya penulis masih agak ragu untuk melakukan pengembangan karakter dan manuver cerita yang tidak biasa. 

Terlihat sekali kemajuan pesatnya pada buku kedua. Saya seakan membaca buku yang ditulis oleh dua pengarang yang berbeda. Atau karena pada buku kedua, peranan lebih dari satu editor yang membuatnya jadi demikian? Tapi sebagai buku pertama, ini sudah sangat lumayan.

Mungkin karena terlalu sering menonton film, saya sudah menduga ada sesuatu yang disembunyikan oleh teman lama Makarim ketika pertama kali bertemu. Kenapa ia tidak minta bantuan reserse ekonomi, malah menghubungi konsultan yang sedang  kacau hidupnya akibat kasus perceraian. 

Nyaris setengah buku selesai dibaca, belum ada greget yang berarti. Belakang, bagaikan ombak, segala hal yang bisa membuat pembaca melotot datang secara beruntun. Dari terbongkarnya siapa pelaku kejahatan, usaha pembunuhan hingga urusan demo buruh.

Untuk buku yang ini, penulis justru memberikan banyak catatan kaki mengenai berbagai istilah yang digunakan. Hal ini sangat membantu pembaca, terutama yang tidak memiliki pengetahuan dalam bidang perbankan.

Untuk urusan kover, sepertinya tidak perlu banyak dikomentari. Warna merah tua yang menjadi latar terlihat menarik dipadu dengan nuansa coklat Ilustrasi dan judul. Ilustrasi dengan mempergunakan boneka yang digerakan dengan tali sangat cocok untuk menggambarkan situasi yang terjadi dalam kisah. Mereka yang dipaksa bergerak sesuai dengan keinginan pimpinan diwakili dengan sosok boneka kayu. Sementara mereka yang menjadi pemimpin, penentu arah kebijakan diwakili dengan ilustrasi telapak tangan. 

Kemarin malam, saya menghubungi beberapa teman yang memiliki profesi sebagai edtor demi memuaskan rasa penasaran saya akan "..." yang sering saya temukan dalam buku karangan Tsugaeda. Menurut mereka itu bisa bermakna orang yang menjadi lawan bicara tidak bisa berkata-kata atau tidak tahu harus menjawab apa. Baiklah, meski begitu dicoba saya merasa aneh tapi setidaknya tidak penasaran lagi.

Btw thx berat buat Silvana Rahayu yang membuat buku ini bisa mendarat dalam timbunan saya 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar