Saya percaya bahwa buku dan pembaca berjodoh dengan cara yang unik. Tiap buku pasti memiliki pembaca, hanya mungkin saja bukan saya atau kalian jodohnya.
Seri Lawasan misalnya. Semula saya hanya bisa memanddang, menimbang, mengelus kover, membaca sinopsis di toko buku. Belum ada kesanggupan untuk membawa pulang. Belakangan melalui sarana diskon besar, saya menemukan dua buah buku seri ini, Uang Kuno dan Kamera.
Sebagai orang yang sempat merasakan mendapat uang dari hasil jerih payah ngalur-ngidul menentang kamera, tentunya ada kesenangan tersendiri mendapat buku seputar kamera dari seri ini. Dan, sebagai orang yang suka mengoleksi uang lawas (walau sekedar iseng), buku Uang Kuno menambah pengetahuan akan barang-barang yang saya koleksi.
Belum lama, naluri penimbun buku membuat saya mendatangi sebuah ajang diskon besar-besaran (katanya begitu) di antara buku-buku yang sudah tak beraturan alias porak-poranda susunannya, saya menemukan LAGI dua buku seri ini, Pratana Mangsa serta Pit Onthel. Lumayan untuk melengkapi koleksi.
Sekedar mengingatkan, Seri Lawasan merupakan pengembangan dari katalog-katalog pameran seri lawasan yang disusun oleh Bentara Budaya Yogyakarta (BBY). Ada empat judul dalam seri ini: Uang Kuno, Potret, Pit Onthel serta Pranata Mangsa. Untuk Uang Kuno, review saya bisa dibaca di link ini. Sementara untuk Potret, reviewnya ada di sini.
Judul:Pit Onthel
Penyunting: Yemima Lintang Khastiti
ISBN: 9789799103420
halaman: 90
Cetakan: Pertama-Juni 2011
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Menurut ensiklopedia Colombia, sepeda pertama kali diciptakan pada tahun 1791. bentuknya tentu belum seperti sekarang, hanya berupa kendaraan roda dua dari kayu. Roda depan dibuat dalam posisi paten dan tidak mempunya pedal. Velocipede, disebut demikian, akan bergerak maju jika pengemudinya menggerakkan kaki ke depan. Sering waktu, tentunya terjadi banyak perkembangan sehingga menjadi seperti sekarang ini.
Sepeda pertama kali masuk ke tanah air pada awal abad ke-20, sekitar tahun 1910. Awalnya sepeda digunakan oleh pegawai kolonial dan bangsawan, selanjutnya para misionaris dan saudagar kaya.
Selain diuraikan mengenai awal mula perkembangan sepeda, pembaca juga akan disuguhi tentang aneka merek sepeda. Termasuk bagaimana perkembangannya. Ada perihal sepeda merel Schwinn (Amerika), Triumph (Inggris), Hobbs (Belanda) dan lainnya.
Urusan onderdil dan aksesori sepeda juga mendapat bagian. Bahkan ada tentang iklan terkait sepeda juga ada dalam buku ini. Kisah mengenai pengguna sepeda sungguh menyentuh hati. Begitu juga cerita pendek dengan tema sepeda.
Secara singkat buku ini memang memuat banyak hal terkait dengan sepeda, hanya lebih mirip seperti katalog sepeda antik berikut dengan onderdil, aksesori dan iklan terkait sepeda. Sangat cocok untuk bernostalgia. Sementara untuk dibaca guna mendapatkan ilmu seputar sepeda, bisa dikatakan kurang tepat.
Saya jadi teringat sosok seorang guru yang digambarkan setia mengayuh sepeda. Baik dalam lagu walaupun Adzan Magrib.
Judul: Pranata Mangsa
ISBN: 9789899103611
Halaman: 80
Cetakan: Pertama-Oktober 2011
ISBN: 9789899103611
Halaman: 80
Cetakan: Pertama-Oktober 2011
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Semula saya agak bingung dengan apa yang dimaksud dengan Pranata Mangsa, untung ada pejelasannya di halaman awal.
Pranata mangsa diartikan sebagai pengaturan musim. Bahkan sistem penanggalan musim tersebut sudah ada sejak dalam kehidupan petani Jawa sebelum kedatangan orang Hindu. Bahkan pranata mangsa ikut memiliki andil dalam keberhasilan dan keagungan kerajaan Matraman Lama, Pajang, serta Mataram Islam dengan menjadikan pranata mangsa sebagai pedoman bertani, berdagang, merantau, berperang dan menjalankan pemerintah.
Selain diuraikan mengenai berbagai bagian dalam pranata mangsa, pembaca juga akan disuguhi dengan berbagai kisah yang terkait dengan Dewi Sri serta padi. Konon kisah dari sosok Dewi Sri muncul berbagai panganan yang berguna. Kematiannya memberikan kesuburan bagi para petani. Dari kepala tumbuh pohon kelapa, dari pusar tumbuh padi sementara dari vagina tumbuh pohon aren. Selanjutnya muncul buah gantung seperti kates dari dada, dari tangan tumbuh mangga dan tumbuhan menjalar seperti ubi dan ketela muncul dari kaki
Dibandingkan dengan buku mengenai sepeda, buku pranata mangsa lebih memberikan pengetahuan tambahan bagi saya. Mungkin karena buku ini lebih berjodoh dengan saya. Bagi para penggemar sepeda, tentunya justru buku Pit Onthel yang menarik perhatian mereka.
Jika ditelaah lebih lanjut, kedua buku tersebut menawarkan pengetahuan dengan caranya masing-masing. Meski untuk urusan nostalgia, kenangan masa lalu tetaplah mendapat porsi yang lumayan besar. Seperti yang ditulis pada Sekapur Sirih, "Semua yang ada dalam buku ini bukan hal baru, Tapi, memang begitulah lawasan. Ia tidak menyodorkan sesuatu yang belum kita tahu. Tapi ia segar. Ia mengejutkan."
Entah kenapa, Sekapur Sirih keempat buku dalam seri ini sama. Padahal bisa saja dibuat berbeda sebagai pengantar bagi mereka yang belum mengenal apa lagi paham mengenai topik yang dibahas.
Selain urusan gambar yang mengesankan, saya paling suka melihat ikon yang ada di pojok kanan atas. Ikon itu dibuat sesuai dengan judul buku. Untuk Potret diberi lambang kamera lawas, Pranata Manggsa dengan lambang padi, Uang Kuno dengan tumpukan uang logam (koin) lalu ada simbol rupiah di atasnya, sementara untuk Pit Onthel memasang sepeda lawas. Seru!
Jadi penasaran ingin membaca versi katalog pameran.
Jadi penasaran ingin membaca versi katalog pameran.