Judul asli: Nemureru Bijou (眠れる美女)/Rumah Perawan
Penulis: Yasunari Kawabata
Penerjemah: Asrul Sani
ISBN: 9786024241209
Halaman: 115
Cetakan: Pertama-Juli 2016
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan: Pertama-Juli 2016
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Harga: Rp 45.000
Rating:3.5/5
Bau yang disebarkan gadis-gadis bagai air mukjizat kemudaan bagi para pria tua
Perihal urusan arus bawah alias seks sudah ada sejak zaman dahulu. Seorang penyanyi dari negeri jauh bahkan menyebutkan dalam bait lagunya bahwa seks adalah sebuah hal yang natural, jadi tak perlu malu untuk membicarakannya. Jika pernah mendengar bahkan membaca mengenai buku Kamasutra atau buku Serat Centhini, akan mengetahui bahwa kedua buku tersebut mengulas perihal mengenai seks dari sisi seni dan keindahan.
Bagi seorang pria setengah baya bernama Eguci, seks merupakan sebuah petualangan yang berbeda. Sejak sahabatnya bercerita tentang sebuah rumah yang baru dikunjunginya, Rumah Perawan Beradu. Di sana para perawan-perawan ditidurkan dalam posisi telanjang dan mereka tidak bisa bangun apapun yang terjadi. Singkat kata, mereka akan "dilayani" oleh seorang yang sedang tidur. Unik, sehingga ia tertarik untuk mengunjunginya.
Tidak banyak yang tahu mengenai keberadaan rumah tersebut. Seolah hanya untuk tamu dengan kriteria tertentu, tamu seperti Eguci dan sahabatnya. Menurut pengelola rumah, yang datang adalah tamu-tamu terhormat yang bisa dipercaya. Ada yang berkata mereka ingat lagi masa mudanya setelah datang ke sana. Mereka juga harus memahami bahwa seorang gadis tidur harus diterima sebagai gadis tidur. Meski tidur, gadis-gadis itu tetaplah terdiri dari darah dan daging. Tak perlu menegurnya ketika bertemu di jalan, bahkan itu merupakan perbuatan yang jahat!
Kenapa harus ditidurkan? Pertanyaan tersebut muncul dalam benaknya saya. Kebijakan rumah tersebut seperti itu, gadis-gadis dibuat tidur hingga tak tahu siapa yang mereka layani dan apa yang diperbuat oleh para tamu. Itu juga yang menggelitik rasa penasaran Eguci. Ternyata, hal itu dilakukan bukan tanpa alasan. Perinciannya bisa dibaca pada halaman 43.
Entah disebut kelainan atau apa namanya, tapi Eguci menikmati kebersamaan dengan para gadis tidur tersebut. Mungkin saja. Kelainan seksual adalah suatu keberadaan di mana seseorang memilih obyek seks yang tidak wajar. Misalnya memilih berhubungan dengan binatang, mayat, anak-anak kecil(phedophilia), suka disakiti(masochist) atau menyakiti pasangan saat berhubungan seks(sadisme), bahkan ada yang dengan memamerkan alat kelamin di depan umum(exhibitionism). Mungkin awal berkunjung karena penasaran. Namun bisa juga kunjungan kedua dan seterusnya karena ia menikmati seks dengan cara itu.
Meski ia tak seperti pria tua lainnya yang menjadi tamu, ia tetap berusaha memenuhi peraturan yang berlaku di sana. Ia bebas berbuat apa saja asal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Baca sendiri buku ini supaya tahu ketentuan apa itu ^_^
Setiap melihat sosok gadis yang menemaninya, banyak pikiran yang muncul di kepala Eguci. Misalnya ketika mengamati payudara seorang gadis, yang ada dipikirannya adalah sebuah pertanyaan. "Atau bukankah demi kejayaan manusia maka buah dada wanita dibuat begitu bagus?" Atau ketika ia merasa perlu membangunkan gadis yang menemaninya, biasanya ia lakukan dengan agak kasar seperti yang ditulis pada halaman empat belas, "Tapi keinginan untuk membangunkan gadis itu dengan kekerasan belum lagi meninggallan dirinya."
Meski ia tak seperti pria tua lainnya yang menjadi tamu, ia tetap berusaha memenuhi peraturan yang berlaku di sana. Ia bebas berbuat apa saja asal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Baca sendiri buku ini supaya tahu ketentuan apa itu ^_^
Setiap melihat sosok gadis yang menemaninya, banyak pikiran yang muncul di kepala Eguci. Misalnya ketika mengamati payudara seorang gadis, yang ada dipikirannya adalah sebuah pertanyaan. "Atau bukankah demi kejayaan manusia maka buah dada wanita dibuat begitu bagus?" Atau ketika ia merasa perlu membangunkan gadis yang menemaninya, biasanya ia lakukan dengan agak kasar seperti yang ditulis pada halaman empat belas, "Tapi keinginan untuk membangunkan gadis itu dengan kekerasan belum lagi meninggallan dirinya."
Urusan seks sepertinya menjadi bahasan utama buku ini. Tidak saja pada sosok Eguci secara pribadi, tapi juga pada nila-nilai yang berlaku pada masyarakat saat itu. Bagaimana terkejutnya seorang ibu ketika anaknya mengakui salah satu dari dua pengagumnya telah mengambil keperawanannya, dan dilakukan atas dasar sama suka. Sesudah itu, ia justru akan menikah dengan pengagum satunya lagi.
Melihat ilustrasi yang ada pada kover, sebenarnya sudah terlihat bahwa gadis-gadis yang ada dalam buku ini dibuat tidur. Hal ini terlihat dari mata para gadis yang dibuat tertutup. Sementara kondisi para wanita yang bekerja di sana bisa dibaca pada judul kisah ini.
Melihat ilustrasi yang ada pada kover, sebenarnya sudah terlihat bahwa gadis-gadis yang ada dalam buku ini dibuat tidur. Hal ini terlihat dari mata para gadis yang dibuat tertutup. Sementara kondisi para wanita yang bekerja di sana bisa dibaca pada judul kisah ini.
Secara garis besar, saya bisa menikmati kisah dalam buku ini, terutama sekali karena pemilihan kata yang dipergunakan mudah dicerna. Prinsip penggunaan kata dengan efisien dan efektif tanpa mengurangi makna yang ingin disampaikan sangat diperhatikan dalam buku ini. Meski demikian, saya penasaran dengan kalimat yang ada di halaman 44 tiga baris dari bawah, "Buah dada gadis itu tertekan sampai picak ke dadanya." Apa ya arti picak? Mencoba mencari di KBBI online tidak ada. Mbah Google melalui wikipedia menyebutkan itu adalah sejenis penyakit mata. Penasaran.
Pada situs resmi KGP disebutkan jumlah halaman adalah 122, sedangkan pada biografi atau data buku disebutkan 115. Bisa beda begitu. Akhirnya saya putuskan untuk melihat nomor halaman paling belakang yang ada di buku dan memakainya sebagai data halaman. Buku ini sebelumnya juga sudah pernah diterbitkan oleh PT Dunia Pustaka Jaya pada tahun 1977.
Jika kita kaji, pada kover depan kita akan menemukan nama
penerjemah dicetak di halaman depan di atas nama penulis kisah. Ini merupakan
sebuah penghormatan bagi pengalih bahasa, menyandingkan nama mereka dengan nama
besar penulis sastra dunia.
Sosok tukang alih bahasa buku ini juga bukan sembarangan,
Asrul Sani. Beliau merupakan anak dari kepala adat Minangkau bernama Sultan Marah Sani Syair Alamsyah Yang
Dipertuan Padang Nunang Rao Mapat Tunggul Mapat Cacang serta Nuraini binti Itam Nasution, yang lahir di Rao, Sumatera Barat pada 10 Juni
1926. Merupakan seorang sastrawan serta sutradara yang disegani. Sejak tahun 1995 menjadi anggota BP2N (Badan
Pengembangan Perfilman Nasional). Atas
sumbangsihnya, pada tahun 2004 Asrul Sani mendapat penghargaan Bintang
Mahaputra dari pemerintah. Beliau berpulang pada 11 Januari 2004.
Nama penerjemah yang tertera pada buku-buku lain seri Sastra Dunia juga merupakan nama mereka yang sudah cukup lama malang melintang di dunia buku dengan karyanya yang hebat. Ada Winarta Adisubrata, Djokolelono (hai eyang...!), Dodong Djiwaprada dan lainnya. Meski saya jadi penasaran, kenapa pada bukuRuang Inap No. 6 karya Anton Chekhov tidak ada nama penerjemah di depan.
Nama penerjemah yang tertera pada buku-buku lain seri Sastra Dunia juga merupakan nama mereka yang sudah cukup lama malang melintang di dunia buku dengan karyanya yang hebat. Ada Winarta Adisubrata, Djokolelono (hai eyang...!), Dodong Djiwaprada dan lainnya. Meski saya jadi penasaran, kenapa pada bukuRuang Inap No. 6 karya Anton Chekhov tidak ada nama penerjemah di depan.
http://arin-h-widhi.blogspot.co.id |
Dengan desain yang menonjokan nama penulis dari judul cerita, tak mungkin ada yang tak membaca nama si penulis kisah ini, Yasunari Kawabata (川端 康成). Lahir dari keluarga dokter yang berada di Osaka pada
14 Juni 1899, meninggal di Zushi, Kanagawa, 16 April 1972 pada usia 72 tahun. Merupakan
seorang novelis Jepang yang meraih Penghargaan Nobel dalam bidang Sastra pada
tahun 1968. Merupakan orang Jepang
pertama yang meraih penghargaan tersebut. Komite Nobel bahkan mengutip tiga karya utamanya, Negeri
Salju, Seribu Burung Bangau, dan Ibu Kota Lama sewaktu memberikan Penghargaan
Nobel. Lahir dari keluarga dokter yang berada di Osaka pada
14 Juni 1899, meninggal di Zushi, Kanagawa, 16 April 1972 pada usia 72 tahun.
Ini merupakan buku kedua dari Yasunari Kawabata yang saya baca. Buku pertama berjudul Penari-penari Jepang. Link mengenai karyanya bisa dibaca di sini. Sungguh, saya agak lupa apakah sudah mereviewnya, jadi jangan tanya saya bagus tidak kisah dalam buku itu. Nanti saya cek dulu di GRI ya hi hi hi ^-^
Sumber gambar:
http://arin-h-widhi.blogspot.co.id
Sumber gambar:
http://arin-h-widhi.blogspot.co.id
Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
BalasHapussedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau
Selamat malam pak, menurut bapak Truly, yang menjadi klimaks dari alur novel ini berada di bagian mana pak?
BalasHapus