Judul asli: Delusi Moneter, Paradigma yang Berbeda tentang Uang, Sistem Keuangan, dan Permasalahannya
Penulis:
Joseph Pangaribuan
Editor:
Moh. Sidiq Nugraha
ISBN:
9786237022336
Halaman:
257
Cetakan:
Pertama- Desember 2018
Penerbit:
Deepublish
Harga:
Rp 90.000
Rating:3.5
/5
"Bagaimana
kita mengharapkan utang turun jika penambahan pendapatan memerlukan penambahan
uang dan untuk penambahan uang memerlukan penambahan utang? Uang adalah utang! Penambahan uang adalah penambahan utang.
~Delusi
Moneter, hal 92-93~
Seberapa
jauh pemahaman Anda mengenai uang dan sistem keuangan? Yakin sudah tahu
bagaimana sesungguhnya sistem keuangan itu berlangsung? Baiklah, jadi menurut
Anda, siapakah pencipta uang?
Jika
Anda menjawab pemerintah dan bank sentral, maka saya sarankan (seperti saya)
Anda membaca buku ini. Bisa jadi Anda merupakan bagian dari 50% responden
survei Motivaction Internasional and the
Sustainnable Finance Lab pada Desember 2013-Januari 2014 yang kurang paham
mengenai sistem keuangan ^_^.
Gagasan
utama penulisan ini adalah untuk meluruskan kesalahpahaman mengenai sistem
keuangan. Terutama pemahaman bahwa uang berasal dari pemerintahan ataupun bank
sentral. Dengan demikian maka
pemerintahan atau bank sentral mampu mengendalikan perputaran uang melalui suka
bunga dan operasi pasar terbuka. Setidaknya begitu yang diketahui umum,
padahal tidak begitu adanya.
Buku
ini memberikan penjelasan bagaimana sebenarnya sistem keuangan bekerja serta
konsekuensinya terhadap ekonomi dalam perpektif yang berbeda. Menurut
penulis banyak hal yang diyakini masyarakat tentang ekonomi, terutama
moneter yang sesungguhnya tidak terjadi di dunia nyata.
Terdiri dalam delapan bagian, pembaca diajak untuk memahami bagaimana sesungguhnya
sistem keuangan itu berjalan. Mulai dari
sejarah uang, bank dan bank sentral, bagaimana sistem ekonomi bekerja, hingga
konsekuensi dari sistem ekonomi saat ini. Tiap bagian, terdiri dari beberapa
sub bagian yang akan memberikan penjelasan secara gamblang terkait topik.
Jika
diperhatikan, saat mengajukan kredit
atau pinjaman pada bank, nasabah diharapkan memiliki rekening di bank tersebut,
jika belum ada maka dianjurkan untuk membuka rekening baru. Sebuah pemaksaan
terselubung he he he. Alasan yang sering saya dengar (ketahuan sering mengajukan
kredit nih ^_^) adalah guna memudahkan urusan adminstrasi dan transfer dana
yang dipinjamkan oleh bank.
Disebutkan
dalam buku ini, bahwa ketika bank menyalurkan kredit, maka sang peminjam
akan menerima simpanan dalam jumlah yang sama dengan kredit yang ia ajukan
dalam rekeningnya. Dengan kata lain kredit yang diajukan nasabah berubah
menjadi simpanannya. Bisa dikatakan uang nasabah bertambah karena memiliki
hutang, seperti yang diuraikan di atas, uang adalah utang!
Saya
masih ingat definisi ilmu ekonomi yang saya terima ketika SMA, dengan modal sekecilnya mendapat untung
sebesar-besarnya. Kesannya kejam sekali ya. Ketika kuliah, pengertian
tersebut berubah, dengan modal sedikit mendapatkan untung dalam
jumlah tertentu. Tetap saja kesannya sungguh kecam urusan ekonomi.
Padahal
menurut buku ini, tujuan ilmu ekonomi adalah memberikan kehidupan yang lebih
baik (penulis menyebutnya kesejahteraan) kepada seluruh masyarakat. Sementara
apa yang selama ini saya peroleh, tentunya juga saya yakini bukanlah pengertian
ilmu ekonomi melainkan tujuan dari manajemen keuangan.
Bagi
manajemen keuangan, tujuan yang ingin diperoleh adalah mendapatkan keuntungan
dan kekayaan bagi segelintir orang. Perbedaan tujuan yang sering dimaknai salah
oleh masyarakat menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi.
Dan tanpa sadar,
saya pastinya juga pernah berperan aktif dalam menimbulkan ketimpangan
tersebut. Ketimpangan ini yang bisa menimbulkan aneka permasalahan dalam
masyarakat. Ngeri juga jadinya.
Bagian
yang menguraikan perihal krisis keuangan global memberikan pencerahan
tersendiri bagi pembaca. Bahkan kondisi ekonomi yang stabil pun dapat
mengakibatkan ketidakstabilan. Ketidakstabilan yang muncul dari kestabilan ekonomi, ironi sekali.
Tindakan
spekulasi yang membutuhkan uang berujung pada timbulnya utang. Dan para
spekulan akan terus berupaya mencari uang walau harus memiliki utang selama masih
ada harapan keuntungan. Kembali, uang adalah utang!
Masih banyak lagi uraian yang membuat saya menjadi malu. Jelas malu, banyak pemahaman tentang ekonomi yang selama ini saya yakini benar ternyata salah total. Kalau pemahamannya saja sudah salah, lalu bagaimana bisa membangun perekonomian negara menjadi lebih baik? Pahami dengan benar dulu, baru bertindak.
Masih banyak lagi uraian yang membuat saya menjadi malu. Jelas malu, banyak pemahaman tentang ekonomi yang selama ini saya yakini benar ternyata salah total. Kalau pemahamannya saja sudah salah, lalu bagaimana bisa membangun perekonomian negara menjadi lebih baik? Pahami dengan benar dulu, baru bertindak.
Selesai
membaca buku ini, mendadak saya ingat saran beberapa rekan kantor.
Menurut mereka jika kami sebagai anggota koperasi rajin meminjam uang, maka uang kita di koperasi akan bertambah. Kenapa bisa
bertambah? Karena dari uang yang kita pinjam akan dikenakan semacam bunga.
Bunga tersebut sebagian akan masuk dalam SHU anggota yang meminjam.
Mungkin saya salah, tapi bagi saya uang saya justru berkurang. Karena dari bunga yang saya bayarkan hanya sebagian yang menjadi SHU saya. Sisanya untuk operasional koperasi. Selain itu uang saya memang bertambah, tapi karena utang.
Beberapa hari yang lalu, salah satu teman saya pamer mobil barunya. Dia bercerita dengan semangat mengenai proses memperoleh mobil tersebut. Konon itu mobil idamannya. Sebagai teman, tentunya saya ikut senang.
Maafkan reflek emak-emak yang dengan spontan mengatakan betapa beruntungnya ia memperoleh rezeki lebih hingga bisa membeli mobil dan beberapa barang elektronik lainnya.
Dan..., jawabannya membuat saya tertawa tiada henti sampai ia merasa sebal. Bisa tebak apa jawabannya? Katanya, "Iya dong, baru dapat pinjaman uang dari Bank XXX nih, jadi bisa beli mobil idaman."
Dasar emak-emak jahil, saya katakan bahwa itu namanya ia mendapat tambahan utang bukan uang. Wajahnya langsung masam, mungkin sebal karena saya mengatakan apa adanya, dan ia jadi teringat berapa cicilan utang terbarunya. Bagaimana lagi memang ia menambah jumlah utang kok, kecuali uang membeli mobil ia peroleh dari hadiah.
Tapi mengubah apa yang diyakini orang merupakan suatu hal yang tidak mudah. Diharapkan setelah membaca buku ini, mereka yang memiliki persepsi salah mengenai sistem keuangan bisa berbesar hati untuk mengakuinya dan mengubah pandangannya. Minimal berpikir panjang sebelum mencari utang^_^.
Maafkan reflek emak-emak yang dengan spontan mengatakan betapa beruntungnya ia memperoleh rezeki lebih hingga bisa membeli mobil dan beberapa barang elektronik lainnya.
Dan..., jawabannya membuat saya tertawa tiada henti sampai ia merasa sebal. Bisa tebak apa jawabannya? Katanya, "Iya dong, baru dapat pinjaman uang dari Bank XXX nih, jadi bisa beli mobil idaman."
Dasar emak-emak jahil, saya katakan bahwa itu namanya ia mendapat tambahan utang bukan uang. Wajahnya langsung masam, mungkin sebal karena saya mengatakan apa adanya, dan ia jadi teringat berapa cicilan utang terbarunya. Bagaimana lagi memang ia menambah jumlah utang kok, kecuali uang membeli mobil ia peroleh dari hadiah.
Tapi mengubah apa yang diyakini orang merupakan suatu hal yang tidak mudah. Diharapkan setelah membaca buku ini, mereka yang memiliki persepsi salah mengenai sistem keuangan bisa berbesar hati untuk mengakuinya dan mengubah pandangannya. Minimal berpikir panjang sebelum mencari utang^_^.
Meski
judulnya berkesan berat, namun ternyata untuk memahami isi buku ini sangatlah
mudah. Penulis sudah berupaya semaksimal mungkin membuat pembaca paham akan
uraian yang ada, meski tidak memiliki pemahaman mengenai uang, sistem keuangan
dan hal-hal terkait ekonomi.
Penulis sudah meletakkan dasar pemahanan mulai
dari Kata Pengantar hingga Pendahuluan. Sayangnya tidak tersedia semacam glosarium. Padahal hal tersebut berguna untuk menyamakan perfektif antara penulis dan pembaca. Juga untuk sekedar mengingatkan pembaca pada beberapa istilah ekonomi. Dari pada harus membolak-balik halaman he he he.
Cara
lainnya, dengan memberikan uraian singkat mengenai pembahasan yang ada
dalam tiap bab. Sebagai contoh, pada halaman 9 tercetak, " BAB
VI: Pada bab ini, kita akan membahas bagaimana ketimpangan ekonomi dapat
terjadi. Kita akan melihat bagaimana sistem ekonomi yang kita miliki sekarang
yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, berperan dalam meningkatkan
ketimpangan."
Selain
memberikan informasi mengenai isi bab yang dimaksud, penulis juga mencoba
menggugah rasa ingin tahu pembaca dengan memberikan beberapa kata pancingan,
misalnya dengan, "Kita akan melihat..." Ilustrasi yang ada pada
tiap awal bagian menjadi penyejuk mata dan menjadikan daya tarik tersendiri
bagi buku ini.
Saya
menemukan contoh yang bisa dikatakan unik. Saya sebut unik karena jarang ada
buku ekonomi yang mengambil contoh kasus dari daerah yang bukan termasuk kota
besar. Pada kesempatan kali ini, mengambil Pasar Barter Wulandoni di
Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur sebagai contoh. Hal
ini membuktikan bahwa apa yang diuraikan penulis memang benar terjadi pada
masyarakat kita di mana pun.
Buku ini layak dibaca bagi mereka yang berkecimpung dalam sektor ekonomi. Juga bagi dosen dan mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis. Dan tentunya bagi masyarakat umum sebagai tambahan wawasan.
Seandainya penulis mau membuat versi singkat, entah dengan model infografis atau komik, tentunya buku ini akan lebih mudah dipahami bagi murid sekolah menengah. Agar kelak dalam memilih jurusan kuliah atau memilih profesi pekerjaan, paham apa berbedaan ekonomi dan keuangan.
Sang
penulis, Joseph Pangaribuan, merupakan seorang analis investasi di pasar modal
yang sehari-hari melakukan analisa perusahaan, industri, dan ekonomi. Buku ini
lahir dari keinginannya mempelajari kembali ekonomi karena selama ini banyak
hal yang dia rasa janggal dari ilmu ekonomi yang pernah dipelajari dan
diyakininya. Pembelajaran yang awalnya untuk diri sendiri berubah menjadi buku
karena dia melihat banyak orang mengalami kekeliruan tentang ekonomi khusus
moneter seperti yang pernah dialaminya.
Saat
ini bekerja sebagai Analis Investasi Senior di Samuel Aset Manajemen.
Sebelumnya pernah menjadi Kepala Riset Analis di Samuel Sekuritas Indonesia dan
Pratama Capital Assets Management.
Sumber gambar:
1. Delusi Moneter, Paradigma yang Berbeda tentang Uang, Sistem Keuangan, dan Permasalahannya
2. Koleksi pribadi penulis