Jalan Lurus berkisah tentang jalan yang lurus. Lah memangnya tentang apa lagi? Sebuah Jalan Lurus memperkenalkan diri kemudian menyampaikan keluh kesah tentang panggilan banyak orang untuknya. "Bagaimana seandainya aku menjadi gila sebab tidak punya hak untuk berbuat lain kecuali terus-menerus agar tetap lurus Siapa yang mau bertanggung jawab? "Sungguh kasihan nasib Jalan Lurus.
Main Catur berkisah tentang perdebatan dua orang laki-laki. Sosok yang pertama menganggap hanya dalam permainan catur hak menentukan nasib sendiri benar-benar berlaku. Sementara satu lagi menganggap hanya melalui permainan catur ia bisa mengendalikan nasib bidak, menteri, dan raja.
Keduanya memiliki bayangan strategi apa yang akan dilakukan guna memenangkan permainan. Sementara masing-masing buah catur sudah memiliki langkah yang sudah disepakati dalam peraturan. Misalnya bidk boleh menyantap kuda. Begitulah.
Kisah Supir Taksi merupakan kisah yang paling singlat. Hanya terdiri dari satu paragraf dalam satu halaman, dan terdiri dari 20 baris. Dipikir lagi, tidak satu halaman penuh, karena kisah ini dimulai dengan menyisakan ruang kosong seperempat bagian atas.
Seorang penumpang menyampaikan kekesalannya menghadapi jalan macet. Saat itu ia sedang naik taksi. Sang supir sepertinya tidak serius mendengarkan keluhan penumpangnya. Tanggapan yang diberikan hanya jawaban singkat serta kalimat yang tak bisa ditangkap maknanya. Seolah-olah ia tak terganggu dengan kemacetan yang dialami.
Menurutnya, ia tak peduli akan kemacetan. Ia akan berikir saja sehingga bisa menikmati dan menghayati kemacetan, maka kemacetan akan menjadi suatu pengalaman yang menyenangkan bagi dirinya. Ketika hal tersebut disampaikan pada penumpang yang menggerutu sejak tadi, ganti penumpang yang bersikap seolah-olah tak mendengarkan ucapannya.
Jika ditelaah lebih lanjut, kisah dalam buku ini memberikan filosofi yang mendalam. Dalam Testamen digambarkan bagaimana seorang gelandangan-lebih suka disebut Sang Kelana, mengucapkan terima kasih pada anjing kampung yang selama ini mengikutinya. Jika selama ini mereka berbagi makanan, maka ketika Sang Kelana menutup mata, anjing tersebut menyobek-nyobek jasad sampai tak berselera lagi.
Pada akhirnya seseorang akan sendiri. Meski semula ada yang menemani, namun ia akan pergi sendirian, seperti ketika ia datang. Sendirian juga. Jika perut dan rasa lapar sudah berbicara, maka tak ada yang tak mungkin. Tidak juga kesetiaan anjing kampung pada Sang Kelana. Lupakan ingatan indah masa lalu, urusan perut utama saat ini. Menyedihkan sekali nasib Sang Kelana.
Penasaran juga dengan sebuah judul yang juga mencantumkan nama, misalnya yang ada di halaman 20. Tertera SAKSI: Afrial Malna. Apakah maksudnya karya ini terinspirasi atau diperuntukan bagi sosok yang bernama Afrial Malna. Atau ada makna lain?
Sempat menemukan ada beberapa salah ketik. Tidak terlalu bermasalah namun seharusnya hal tersebut tidak terjadi. Namun karena saya tak menemukan nama editornya, saya asumsikan buku ini minim proses pengeditan. Ya sudahlah, diterima saja dengan santai.
Pada keterangan di bagian belakang buku, disebutkan bahwa pernah diterbitkan sebagai bagian dari Pengarang Telah Mati 2022. Segera meluncur ke Goodreads untuk mendapat informasi lebih lanjut.
Koleksi pribadi