Penyelia
naskah: Mirna Hasanbasri
ISBN:
9786020642932
Halaman:66
Cetakan:
Pertama- Mei 2020
Penerbit:
PT Gramedia Pustaka Utama
Harga:
Rp 70.000
Rating:3.25/5
gerah
serakah
aku
terengah
wahai
air
wahai
angin
wahai
Hyang Maha
siram
aku
dengan
hakekat-Mu
:
segala
tawar
segala
segar
Mantra Pengusir Gerah, halaman 56
Suatu saat, saya sedang menjalankan "tugas negara" ke Penerbit Gramedia. Di sana secara tak sengaja, saya mendapatkan info bahwa bakalan terbit beberapa buku baru dari Sapardi. Mohon dirahasiakan, demikian pesan para sahabat. Baiklah. Setelah sekian lama, ternyata memang benar ada buku baru yang muncul, salah satunya buku ini.
Seperti tak ada yang meragukan kemampuan olah kata seorang Sapardi. Begitu disebutkan buku puisi-baca mantra, saya yang bukan penggemar puisi saja tertarik untuk membeli dan mengoleksinya. Iming-iming tanda tangan saat pemesanan awal juga menjadi salah satu faktor.
Apa lagi seingat saya, buku ini pernah diterbitkan oleh salah satu penerbit. Saya makin penasaran dengan perubahan apa yang muncul dalam buku ini.
Pasti ada perubahan, jika tidak bukan penebit Gramedia namanya. Mereka selalu menyajikan hal baru dalam tiap buku yang diterbitkan ulang siapa pun yang menuliskannya. Selalu ada hal berbeda yang ditawarkan sehingga saya tergoda untuk membeli.
Ketika
akhirnya buku ini tiba, seperti dugaan saya,memang terdapat beberapa perubahan
dalam buku ini dibandingkan buku sebelumnya. Tinggal mencari seperti apa
perubahan yang terjadi. Bukan iseng, tapi begitulah kebiasaan saya jika membeli buku yang sama untuk kedua kalinya.
Terdapat
lebih dari 50 mantra dalam buku ini, lebih banyak dibandingkan buku sebelumnya.
Mulai dari asal-muasal manusia; bunyi & sunyi; biji mantra; mantra pengasih
1-9; mantra mengusai orang; mantra wewe putih; mantra batu terbang; sungai;
hingga mantra menjelang tidur.
Pada buku sebelumnya, Doa Hari Lahir, diubah menjadi Mantra Hari Lahir pada buku edisi baru. Lalu Makna Air
menjadi Air pada edisi revisi. Beberapa judul yang ada pada buku
sebelumnya namun tidak ada pada buku edisi revisi antara lain Keteguhan; ilmu;
mantra jayabrana; ajian semar mesem.
Sementara
pada versi baru pembaca akan menemukan mantra pengusir gerah; jopa-japu; mantra
wewe putih; mantra menjelang tidur dan beberapa lagi.
Oh ya mantra
yang ada pada kover, merupakan Mantra Mengeja Abjad dari halaman 24. Untuk mantra yang lain, sepertinya saya tak perlu memberikan banyak komentar.
Dari sisi bahasa, terlihat rangkaian huruf yang dijalin menjadi sesuatu yang indah. Sementara dari sisi makna, jika dielaah lebih dalam, banyak hal yang terkandung dalam bait-bait tersebut.
Dari
sisi ukuran buku, jelas mengalami perubahan yang signifikan. Ukurannya
bertambah besar dibandingkan edisi yang lalu. Jika dulu bisa dimasukkan dalam
saku, ukuran sekarang tentunya butuh saku yang lumayan besar.
Untuk kover, batik dengan nuansa warna biru pastinya membuat saya bahagia. Urusan blangkon sempat membuat saya heran. Sepertinya bukan blangkon dari Solo. Ternyata dugaan saya benar, pada pengantar di halaman viii disebutkan dari mana asal blangkon tersebut.
Dari bagian tentang blangkon, saya memperoleh kesan bahwa seorang
Sapardi pada dasarnya menerima segala perbedaan. Tidak banyak menuntut. Walau
mengatakan "apa pula bedanya" namun beliau tetap merasa perlu
memberikan klarifikasi. Hem..., saya penasaran sepertinya ada kisah
dibalik blangkon pada kover.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Mantra diartikan sebagai susunan kata yang berunsur puisi (seperti rima dan irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.
Sementara menurut majalah pendidikan.com. mantra adalah kumpulan kata-kata yang didukung oleh kekuatan mistis atau magis. Mantra juga termasuk dalam puisi lama, yang dalam masyarakat Melayu tidak dianggap sebagai karya sastra, tetapi lebih terkait dengan kebiasaan dan kepercayaan.
Dengan demikian, bisa kita simpulkan bahwa mantra sering dianggap memiliki kekuatan. Mereka yang dianggap mampu merapal mantra, secara otomatis juga dianggap melakukan banyak hal terkait urusan gaib.
Maka tak heran jika sejak awal buku, Sapardi Djoko Damono sudah mengingatkan agar pembaca tak begitu saja percaya dengan hal-hal yang mungkin muncul dari membaca mantra tersebut. Beliau melihat dari sisi lain, dari keindahan bahasa. Namun bagi mereka yang percaya, silakan saja.
Seperti yang saya sebutkan di atas, saya bukan penikmat puisi yang fanatik. Tapi saya bisa menikmati karya ini. Jadi penasaran membaca buku barunya satu lagi. Berburu diskon ah ^_^.