Penulis: Dwi Prasetyo
ISBN: 9786239628611
ISBN: 9786239628611
Halaman: 102
Cetakan: Pertama-Juli 2021
Penerbit: Orang-orang Madura
Harga: Rp 46.000
Rating: 3.25/5
Selain kerugian ekonomi, ada dua persoalan pokok yang dihadapi oleh seorang penulis, yaitu tidak jelasnya inikator pelarangan buku dan stigma tertentu terhadap seorang penulis yang bertahan lama dalam pemahaman masyarakat.
-Pelarangan Buku: Upaya Negara Melawan Hukum, hal 53-
Gara-gara dipameri Muthia Esfand, saya langsung meminta (baca: memaksa) Dion-salah satu rekan di dunia buku, untuk mencari dan membeli buku ini. Berhubung Dion memiliki jaringan yang luar bisa, plus saya enggan mencari-cari di lapak buku, kenapa tidak dimanfaatkan saja he he he. Benar saja, dalam waktu tak lama buku ini bisa diperoleh dengan harga terjangkau.
Semula, buku ini merupakan karya ilmiah penulis dalam rangka menyelesaikan program strata satu di FH Universitas Airlangga, seperti yang tertera dalam Prakata Penulis, buku ini diharapkan dapat menjawab peran negara dalam menjaga hak asasi melalui mahkamahnya, melindungi warga negara dari kewenang-wenangan aparatnya sendiri, juga menjamin kepastian hukum dan memberikan keadilan bagi orang-orang yang mewakafkan dirinya untuk membantu mencerdaskan bangsa sendiri melalui buku. Sungguh mulia cita-citamu Nak!
Dibuka dengan pengantar dari Herlambang P. Wiratraman, ketua Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik 2019-2021 dengan judul Kebebasan Membaca dan Kebebasan Menulis Sebagai Kebebasan Akademik. memberikan informasi.
Disebutkan juga beberapa contoh terkait kebebasan membaca dan menulis. Ada peristiwa ajakan untuk melakukan pembakaran buku karya Prof. Soetandyo Wignjosoebroto karena dianggap meracuni ilmu hukum. Sebuah ajakan yang tak lazim menurut saya.
Herlambang menyebutnya sebagai sebuah anjuran yang terkesan heroik namun tak mencerdaskan. Setuju! Seharusnya jika buku tersebut dianggap sesat, maka harus ada penulis yang bisa menjelaskan dimana letak ketidakbecusan isi buku tersebut, diberikan juga data bagaimana yang seharusnya.
Terdapat juga informasi mengenai razia buku oleh pihak-pihak tertentu dengan alasan buku-buku tersebut berhaluan kiri atau komunis. Bahkan beberapa buku yang tak ada kaitannya juga "disita".
Buku ini terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama berisikan tentang Pelarangan Buku di Indonesia. Bagian kedua tentang Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010. Terdapat beberapa bahasan, antara lain tentang Sejarah Pelarangan Buku; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010; serta Dampak Pelarangan Buku Bagi Masyarakat.
Bagian ketiga membahas tentang Pelarangan Buku dan Hak Azasi Manusia. Bagian ini antara lain menguraikan tentang Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia, Kebebasan Berekspresi, serta Hak atau Pengakuan, Jaminan, Perlindungan, Kepastian Hukum yang Adil, serta Perlakuan yang Sama di Hadapan Hukum. Sementara bagian keempat berisi Penutup.
Secara rinci, buku ini menguraikan perkembangan aturan dan kebijakan, hingga putusan makamah konstitusi yang menegaskan posisi perlindungan atas buku-buku. Hal ini terhubung dengan isu hukum terkait Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010.
Pada halaman 46, diuraikan perihal makna "mengganggu ketertiban umum". Point vi menyebutkan Merusak akhlak dan memanjukan pornografi/pencabulan, saya jadi teringat dengan beberapa buku yang menurut versi saya berisikan hal terkait pornografi/pencabulan.
Tapi, sesuatu yang porno atau cabul menurut saya, tidak demikian menurut orang lain. Bagian ini yang perlu diperhatikan lebih mendalam. Perlu ada sebuah pedoman agar ada kesepakatan perihal beberapa makna yang bisa berbeda bagi tiap orang.
Mendadak saya kembali teringat pada beberapa pengunjung dari sebuah sekolah agama yang begitu bersemangat menemukan buku Harry Potter di rak. Apalagi ketika mengetahui ada berbagai versi Harry Potter di sana. Di perpustakaan sekolah mereka, buku ini termasuk dilarang karena isinya dianggap tidak sesuai dengan kebijakan pendidikan di sana.
Begitulah! Di sekolah lain, mungkin menyediakan buku ini menjadi salah satu upaya mendorong minat baca. Sementara di tempat lain, bisa saja buku ini dianggap bisa merusak.
Membaca buku ini membuat saya teringat pada buku Penghancuran Buku dari Masa ke Masa karangan Fernando Báez. Bedanya, buku ini lebih menekannya pada penerapan hukum di tanah air. Komen singkat ada di sini.
Mereka yang menggilai buku dan mempelajari hukum, wajib rasanya membaca dan memiliki buku ini. Sementara pada pekerja dunia buku seperti penulis dan penerbit, rasanya perlu juga membaca agar bisa mengantisipasi segala hal yang mungkin saja muncul kelak. Sedai payung sebelum hujan, kata para bijak.
Meski mengusung tema hukum, kalimat yang dipergunakan efektif, sehingga buku ini menjadi mudah dibaca serta dipahami. Tak butuh waktu lama bagi saya untuk menuntaskan buku ini.
Sebuah karya yang memberi warna dunia buku di tanah air. Penerbit yang baru saya ketahui ini, perlu diberikan acungan jempol karena mau menerbitkan buku yang penjualannya masih abu-abu. IG-nya ada di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar