Judul asli: Dari "Si Kumbang" Hingga
"Tetuko"
Bagian sang ayah yang mengajak kedua anaknya berdiskusi merupakan hal yang sudah mulai jarang kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Padahal dengan cara tersebut selain menjalin rasa kedekatan, sang ayah juga membagikan pengetahuan pada sang anak. Apa yang tak diketahui oleh sang anak bisa ditanyakan pada orang tua. Jika ada yang dirasakan kurang pas, bisa dilakukan diskusi dalam keluarga.
Dalam buku ini, sang ibu tidak ikut melibatkan diri dalam diskusi, mungkin karena beranggapan bahwa topik tersbut lebih dikuasai oleh sang ayah. Namun tindakan menyajikan minuman hangat bisa dianggap sebagai dukungan atas kegiatan mereka. Padahal akan lebih pas jika sang ibu juga ikut duduk bersama anak dan suaminya, walau hanya sebagai pendengar.
Penulis: Dahlan Djazh
Ilustrasi: Samin A
Halaman: 96
Cetakan: Ketiga-1990
Penerbit: Bahtera Jaya
Rating: 2.75/5
Rating: 2.75/5
Pesawatku
BY MEMES
Biar kurakit pesawatku
Rentangkan pelan dua sayapnya
Nyalakan sumbunya hingga terpercik api menari
Lepaskan pengaitnya relakan pergi ke arah bulan
Tak perlu kau rindu menyinggungnya
Perlahan lupakan kepergiannya
Tunggulah kerling lampunya disaat bulan purnama
tiba
Pertanda dia telah bertemu dengan peri kecilnya di bulan
Pertanda dia telah bertemu dengan peri kecilnya di bulan
Reff:
Pesawatku terbang ke bulan
Pesawatku terbang ke bulan
Tak perlu kau rindu menyinggungnya
Perlahan lupakan kepergiannya
Tunggulah kerling lampunya disaat bulan purnama tiba
Pertanda dia telah bertemu dengan peri kecilnya di bulan
Reff
Tunggulah kerling lampunya disaat bulan purnama tiba
Pertanda dia telah bertemu dengan peri kecilnya di bulan
Bermula dari mencari bahan bacaan untuk melengkapi ulasan buku
Efek Jera (bisa dibaca di sini), saya jadi tertarik untuk membeli buku ini pada
salah satu lapak buku bekas daring langganan saya. Kenapa buku ini? Karena saya
butuh buku yang membuat informasi tentang pesawat terbang. Dalam koleksi saya
hanya ada tentang desain lapangan terbang, bukan tentang pesawatnya.
Prinsip saya saat mengomentari buku, harus ada pengetahuan
yang bisa diambil oleh pembaca dari ulasan saya. Untuk buku Efek Jera, jika melihat adanya keterlibatan sebuah
maskapai dalam kisah, maka sedikit
tambahan pengetahuan tentang pesawat terbang tentunya akan sesuai.
Ketika buku ini tiba, saya hanya sempat membaca cepat isinya
agar bisa segera menuntaskan ulasan buku yang sudah saya janjikan. Hal-hal
lain, baru sempat saya perhatikan dengan lebih seksama belakangan. Buku yang cukup menarik .
Misalnya, buku ini memuat keterangan sudah
dianggap layak untuk dipergunakan sebagai bacaan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 023/C/Kep/R/89 pada
tanggal 1 Maret 1989. Jadi pilihan saya membeli buku ini bisa dianggap tepat! Karena
isinya sudah melalui uji kelayakan untuk dibaca.
Selanjutnya, pada Kata Pengantar, banyak disebutkan hal yang membuat pembaca akan teringat pada alm Bp B.J Habibie. Terutama pada
tujuan pendirian IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara), yaitu agar mudah
menghubungkan berbagai daerah dan pulau yang ada di tanah air, khususnya untuk
daerah pedalaman.
Ketika memasuki awal
cerita, kita akan disuguhi percakapan dua tokoh dalam kisah ini, Ramli dan
adiknya-Amri. Keduanya terbang dari Jayapura setelah berlibur untuk pulang ke
Jakarta dengan mempergunakan maskapai Garuda. Sempat disingung sedikit tentang bagaimana pelayanan yang diberikan oleh masakapai tersebut.
Dari dalam pesawat, keduanya mengagumi keindahan Kepulauan
Maluku yang dilihat dari udara. Suatu pengalaman yang tak terlupakan tentunya. Keduanya digambarkan sebagai anak seorang pilot. Maka tak heran jika sang kakak memiliki lumayan banyak pengetahuan tentang pesawat, sementara sang adik memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang dunia penerbangan.
Karena
perjalanan yang mereka tempuh lumayan membutuhkan waktu lama (menurut https://www.tiket2.com memerlukan waktu sekitar 5 jam), keduanya juga
menghabiskan waktu dengan berdiskusi seputar pesawat terbang. Tentang sejarah ditemukannya pesawat terbang, tugas pengawas di menara,
bagaimana pesawat berbelok, dan banyak lagi.
Salah satunya tentang bagaimana pesawat yang memiliki bobot begitu
besar bisa terbang. Ada yang tahu? Disebutkan dalam buku ini, bahwa untuk dapat naik ke udara,
pesawat memerlukan gaya angkat. Gaya angkat itu dimungkinkan oleh kedua
sayapnya yang merentang.
Jika kita perhatikan agak teliti, maka kedua sisi
sayap pesawat terbang itu mempunyai bentuk yang berbeda. Sisi sayap bagian atas
berbentuk lengkungan, sedangkan bagian bawah agak rata. Saat mesin dihidupkan maka pesawat itu akan bergerak ke depan.
Dengan demikian sayap pesawat akan menembus udara, yang mengalir melalui sisi
atas dan sisi bawah sayap pesawat. Bentuk sayap sisi atas yang melengkung dan lebih tinggi itu membentuk
pula aliran udara yang melengkung. Ia akan menghisap udara ke atas sedangkan
udara pada sisi bagian bawah akan mendorong pula ke atas.
Pembicaraan kedua anak tersebut seputar pesawat tidak berhenti
begitu saja. Di rumah, mereka juga mendiskusi banyak hal terkait pesawat dengan sang ayah. Sebagai seorang pilot, tentunya pengetahuan beliau tentang dunia penerbangan lebih luas. Pembicaraan berkembang tak hanya mengenai bagaimana cara kerja
pesawat. Tapi juga membahas mengenai produk dari IPTN, pesawat yang pertama
dimiliki bangsa kita, hingga aneka jenis psawat yang ada.
Menbaca judul asli buku ini, sebenarnya ada informasi tambahan
yang bisa diperoleh pembaca. Si Kumbang adalah pesawat pertama buatan
Indonesia dengan kode registrasi X-01.
Pesawat tersebut didisain sebagai pesawat intai bersenjata
yang dapat dioperasikan di lapangan terbang tanah atau landasan rumput. Pesawat
tersebut butuh area sepanjang 350 meter
untuk take off serta 150 meter untuk
landing. Uji coba perdana pesawat Sikumbang dilaksanakan pada 1 Agustus 1954.
Anak zaman sekarang atau mungkin sebaya saya ada
yang tak mengerti kata "Tetuko" yang ada pada judul buku ini. Sebenarnya "Tetuko" adalah nama
kecil dari Gatot Kaca, salah satu tokoh dalam pewayangan. "Tetuko" juga nama yang diberikan
oleh Presiden Soeharto untuk pesawat CN-235 sebagai pesawat buatan Indonesia
pertama yang dibangun dengan teknologi penerbangan memenuhi standar dunia.
Secara garis besar, layak jika buku ini dianggap sudah lolos untuk dijadikan bacaan bagi anak usia sekolah. Isinya memang sangat informatif dengan gaya bahasa yang mudah dicerna oleh anak-anak usia SD. Ilustrasi yang ada, meski sederhana juga membuat buku ini menjadi makin menarik dan mudah dipahami.
Bagian sang ayah yang mengajak kedua anaknya berdiskusi merupakan hal yang sudah mulai jarang kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Padahal dengan cara tersebut selain menjalin rasa kedekatan, sang ayah juga membagikan pengetahuan pada sang anak. Apa yang tak diketahui oleh sang anak bisa ditanyakan pada orang tua. Jika ada yang dirasakan kurang pas, bisa dilakukan diskusi dalam keluarga.
Dalam buku ini, sang ibu tidak ikut melibatkan diri dalam diskusi, mungkin karena beranggapan bahwa topik tersbut lebih dikuasai oleh sang ayah. Namun tindakan menyajikan minuman hangat bisa dianggap sebagai dukungan atas kegiatan mereka. Padahal akan lebih pas jika sang ibu juga ikut duduk bersama anak dan suaminya, walau hanya sebagai pendengar.
Meski buku ini berisi hal yang layak dibaca oleh anak-anak, saya agak keberatan membaca kalimat yang ada di halaman 72. "Ayahnya tak segera menjawab, karena ia harus membuang puntung rokoknya dalam asbak." Kenapa harus disebutkan adegan merokok pada anak-anak? Seolah-olah seorang ayah memang wajar jika merokok. Hal ini bisa memicu anak yang umumnya meniru orang tua, jadi perokok juga kelak. Jadi bingung memberikan bintang ini.
Saya tertarik pada kalimat yang ada di pojok kanan atas yang menyatakan bahwa buku ini merupakan milik negara serta tidak dapat diperdagangkan. Kemudian tertera juga INPRES No 6 Tahun 1984 (1991/1992). Sekedar iseng, saya jadi penasaran dengan isi INPRES tersebut, yang tertarik atau sekedar ingin tahu bisa tautannya ada di sini
Jadi bagaimana buku ini berada di lapak buku daring? Harusnya buku ini diberikan gratis ke sekolah-sekolah. Sepertinya ketika terjadi penyiangan koleksi ada yang mengambil kemudian menjualnya hingga bisa mendarat ke rak saya. Sama seperti nasib buku-buku sejenis. Tapi buku yang saya miliki bersih dari cap sekolah, nomor panggil dan lainnya. Seolah-olah belum pernah diolah dalam perpusatkaan sekolah mana pun. Hem...penasaran.
Begitulah perjalanan sebuah buku ^_^.
Jadi bagaimana buku ini berada di lapak buku daring? Harusnya buku ini diberikan gratis ke sekolah-sekolah. Sepertinya ketika terjadi penyiangan koleksi ada yang mengambil kemudian menjualnya hingga bisa mendarat ke rak saya. Sama seperti nasib buku-buku sejenis. Tapi buku yang saya miliki bersih dari cap sekolah, nomor panggil dan lainnya. Seolah-olah belum pernah diolah dalam perpusatkaan sekolah mana pun. Hem...penasaran.
Begitulah perjalanan sebuah buku ^_^.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar