Judul : Efek Jera
Penulis: Tsugaeda
ISBN: 9786237502692
Hal: 344
Cetakan: Pertama-2020
Penerbit: One Peach Media
Harga: Rp 107.000
Rating: 3.25/5
Orang-orang
ini terlalu berkuasa dan kaya untuk dimintakan pertanggungjawabannya lewat
proses hukum biasa. Mereka selama ini tidak tersentuh. Maka kami punya rencana,
untuk memaksa mereka bertanggung jawab. Untuk memberikan edek jera
~Efek Jera, hal 59~
Seorang
pemuda berusia 19 tahun bernama Dio, tak
pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam waktu singkat. Semula ia
hanyalah seorang pedagang VCD bajakan di sebuah
petakan yang terletak dekat dua kampus
di kawasan Depok. Kehidupan yang lumayan normal seperti umumnya
masyarakat.
Dalam waktu singkat, ia berubah menjadi salah satu tim yang dilatih
oleh mantan tetangga yang sudah seperti ayahnya-Om Jon, begitu ia menyapa sosok yang dikagumi. Tujuannya untuk menjalankan misi rahasia, menghancurkan yang
suka menghancurkan orang.
Dio diajak
bergabung dengan perusahaan rintisan baru
yang membakar singsasana mereka yang selama ini tak tersentuh hukum. Ia
dianggap orang yang suka menghancurkan perusahaan. Sosok yang sesuai dengan
kebutuhan kantor tempat Om Jon sekarang bergabung.
Semula Dio agak ragu, namun karena Om Jon yang
mengajak, ia mulai tertarik. Sudah lama Dio tak bertemu dengan Om Jon. Banyak
pelajaran kehidupan yang ia peroleh dari Om Jon. Sebelum pindah tugas, Om Jon sempat berpesan,
" Kalau takdir Allah menentukan, suatu hari kita pasti akan bertemu lagi.
Jaga ibadahmu dan terus berlatih jurus-jurusmu. Dan tetaplah senang membaca.
Karena itu yang akan membantumu kelak."
Membaca
merupakan satu-satunya pesan Om Jon yang masih dilakukan oleh Dio. Terbukti, berkat kesukaannya membaca Dio jadi
paham banyak hal. Unik juga, hidup serampangan namun menjadi anggota beberapa perpustakaan.
Sebuah maskapai,
Penida Airways, disebutkan
memiliki banyak skandal dan permasalahan. Bertarif murah, membuat
maskapai ini banyak dipergunakan. Sungguh sayang pelayanan yang diberikan
Penida Airways seringkali mengecewakan.
Konsep Low
Cost Carrier-LCC harusnya tetap dibarengi dengan keselamatan dan layanan secara
profesional bagi penggunanya. Bagi karyawan, perlakuan juga harus diberikan secara
adil dan manusia. Faktanya tidak begitu.
Banyak
masalah yang muncul, bahkan seorang pilot meregang nyawa. Meski demikian,
sungguh aneh maskapai tersebut tetap bisa bertahan dalam dunia penerbangan
nasional! Dio diajak bergabung untuk
membuka tabir misterius yang ada dalam maskapai tersebut.
Semakin lama membaca kisah ini, Penida Airways
mengingatkan saya pada salah satu maskapai di tanah air. Murah, tapi selamat nanti dulu. Begitu gurau banyak
orang mengenai jasa yang diberikan.
Sementara bagian yang mengisahkan
beberapa karyawan melakukan
diskusi terkait nasib mereka, mengingatkan saya pada kasus dalam dunia
penerbangan yang sempat marak di twitter.
Sosok Dio
yang digambarkan agak cereboh oleh penulis, sungguh pas dengan cerita. Hayulah!
Apa yang bisa kita harapkan dari remaja usia 19 tahun yang mendadak disiapkan
menjadi semacam agen rahasia? Terlepas dari fakta ia menyukai bacaan berbobot.
Tentu ada keteledoran yang ia lakukan. Apa lagi ini tugas pertama. Bagian ini membuat kisah lebih terasa
manusiawi. Jagoan tak selalu sempurna.
Selain Dio, ada tiga orang lagi tokoh dalam kisah.
Salah satu nama tokoh, membuat saya merasa
akrab, sepertinya pernah dengar. Ternyata masih terkait dengan kisah
lainnya. Untung sebelum membuat ulasan, saya sempat membaca ulasan dua buku
sebelumnya. Bisa ketebak siapa yang saya
maksud? Baca ulasan buku di sini. . Sekalian, jika tertarik membaca komentar buku
lain dari penulis mampir ke sini.
Baiklah, jadi
seperti yang sudah disebutkan, ada 3 orang lagi dalam kisah ini. Tiap
tokoh memiliki karaktek dan peranan yang unik dalam kisah ini. Om Jon yang purnabakti TNI AD dengan pangkat
tinggi, sosok yang sudah seperti ayah bagi Dio. Lalu seorang konsultan
keuangan dengan harta berlimpah-Makarim.
Perihal sosok Pak Makarim, disebutkan Dio secara lengkap di halaman 39.
Terakhir, ada seorang gadis misterius bernama Dinta. Mungkin saja, pada buku selanjutnya justru Dinta
yang menjadi tokoh utama. Mengingat kecenderungan penulis melibatkan karakter
pada buku sebelumnya di karya baru. Tokoh Dinta juga merupakan favorit saya
Kenapa? Karena dalam kisah ini digambarkan
bagaimana ketenangan serta kecerdikan
Dinta dalam mengatasi segala masalah. Ia digambarkan selalu dalam kondisi
dengan persiapan yang optimal. Ada rencana A, dan ada Rencana B sebagai
cadangan. Bukan tidak mungkin, ia juga sudah menyiapkan Rencana C, D, bahkan E.
Bahkan Dinta pula yang sukses mempersiapkan
rencana cadangan kepulangan Dio Ia juga membukan pikiran Dio dengan mengatakan,
" Di Indonesia ini Dio, daripada punya tenaga dalam, lebih baik punya
orang dalam." Terbukti benar, ketika Dio mencari tumpangan untuk kembali
ke Jakarta. Ia hanya perlu menyebutkan nama "orang besar" kenalannya,
urusan transportasi yang semula rumit menjadi sangat mudah.
Penyebutan beberapa daerah yang cukup dikenal
pembaca, akan menimbulkan kedekatan emosional. Jakarta, Depok, Semarang, hingga Korea. Apa lagi penjabarannya lumayan
akurat. Penulis lumayan teliti melakukan riset sebelum membuat buku ini.
Ada beberapa hal yang membuat saya penasaran. Untuk sosok yang tinggal di dekat
rel kereta, rasanya aneh jika Dio justru memilih bus sebagai sarana
transportasi. "Baru saja tadi aku turun dari bus kota di komdak lalu
berjalan di bawah terik matahari ke situ."
Kenapa
tidak kereta api? Saya masih berprasangka baik. Mungkin dari Pondok Cina naik
kereta lalu menyambung bus. Atau menggunakan bus karena lebih praktis walau
jarak tempuh menjadi lebih lama. Tapi ketika disebutkan pulang juga menggunakan
bus, hingga terbawa jauh, seperti
menjadi makin aneh.
Tengok saja yang tercetak di halaman 50-51,
"Sampai-sampai aku tak sadar dengan perjalananku. Seharusnya aku oper bus
kota yang ke arah Depok. Namun, karena keasyikan melamun, aku malah terdampar
di Senen. Akhirnya butuh waktu lebih lama untuk pulang sehingga baru sampai
Depok ketika matahari sudah tenggelam."
Apakah mendadak Dio kehilangan ingatan akan
getaran kereta api yang lewat dekat bedengnya? Jika tidak kenapa tidak naik kereta dari Stasiun Senin ke Depok? Bukan lebih murah dan
lebih cepat? Bagian ini lumayan mengusik saya.
Disebutkan
bahwa Dio mengalami perubahan besar
dalam hidupnya pada tahun kedua SMA.
Saya asumsikan usianya sekitar 16-17
tahun. Sampai usia 18-19 ketika ia mulai berjualan DVD bajakan, tentukan
banyak hal yang terjadi. Dari ia
memperoleh modal untuk menyewa bedeng
dan berjualan?
Meski game
dan program bisa diperoleh melalui internet, tapi dari mana uang untuk menyewa
bedeng? Tentunya pemiliknya meminta uang muka didepan untuk sekian bulan sewa.
Lalu darimana uang untuk membeli PC dan DVD kosong? Butuh modal juga untuk itu.
Saya penasaran, jadi bagaimanakah nasib keluarga Dio? Hanya disinggung sekilas untuk
memperjelas kepribadian Dio. Menjadi korban ketidakadilan dari orang berkuasa
tentunya berdampak besar bagi keluarga. Selanjutnya bagian ini seakan menguap.
Dalam
kisah, saya sempat berasa aneh dengan bagian yang dimuat di halaman 184. Apakah
Dio tak sadar ia sudah dijebak? Atau mungkin ini hanya dugaan saya saja karena
terlalu sering membaca kisah detektif. Ternyata dugaan saya benar! Ada runtutan
kisah yang mengempar dari kejadian tersebut. Ini agak mengecewakan saya, karena
dari dua buku yang lalu, tebakan saya
selalu salah.
Dari kover buku ini, sebenarnya pembaca sudah bisa
menduga isi dari buku. Kata investigasi bisa diartikan sebagai suatu penyelidikan
tentang suatu hal atau suatu perkara. Ilustrasi kapal terbang yang ada bisa
kita maknai bahwa investigasi yang dilakukan berkaitan dengan pesawat udara.
Entah para pilot, perusahaan penerbangan, atau hal lain, intinya terkait dengan
dunia penerbangan.
Saya tak pandai eh maksudnya tak bisa menggambar,
namun ilustrasi pesawat yang ada terlihat agak kurang pas menurut versi mata
saya. Sayapnya bergesan lentur. Alih alih gambar spesawat yang terbang
gagah, saya malah jadi terbayang kepakan
sayap burung yang luwes dan lentur.
Secara tak
sengaja, ketika mengamati kover,
ilustrasi bangunan yang ada di pojok kanan bawah mengingatkan pada
menara kontrol pesawat yang ada di Halim Perdanakusuma. Terlalu fanatik dengan kisah Tintin,
Penerbangan 714 sepertinya.
Dibandingkan dengan dua buku sebelumnya, serasa ada yang berbeda. Seolah-olah kita makan
masakan yang dibuat dari koki yang sama, namun ternyata rasanya berbeda. Meski begitu, nuansa rasa Tsugaeda
alias Ade Agustian masih terasa kental.
Ketegangan berhasil dibangun, walau seperti yang saya sebut di atas, rasanya kurang maksimal. Topik yang diangkat selalu unik. Andai buku ini muncul tahun lalu, saat ada peristiwa heboh terkait sebuah maskapai, tentunya lebih seru lagi.
Ketegangan berhasil dibangun, walau seperti yang saya sebut di atas, rasanya kurang maksimal. Topik yang diangkat selalu unik. Andai buku ini muncul tahun lalu, saat ada peristiwa heboh terkait sebuah maskapai, tentunya lebih seru lagi.
Keputusan penulis untuk mencetak buku ini pada
penerbit indie, merupakan keputusan yang berani. Mungkin ia ingin bisa bebas
mengeluarkan daya kreasinya tanpa ada bayang-bayang kesuksesan
dua buku sebelumnya. Suatu langkah
berani.
Penulis juga memberikan tambahan pengetahuan tentang
Korea Selatan. Dari penginapan, transportasi, kehidupan masyarakat yang lebih
banyak merupakan warga senior, hingga makanan. Siapa tahu ada yang mau ke sana
kelak.
Soal pesan moral, tentunya ada dalam buku ini. Meski tugas Dio selesai dalam waktu singkat, bahkan cenderung dibuat agak dipaksakan sehingga berkesan buru-buru, tentunya tetap ada hikmah yang bisa diambil. Salah satunya, tak selamanya kejahatan bisa terus merajalela. Jika saat ini bukan Anda yang menumpas, tetaplah yakin suatu saat akan ada pihak yang akan membuat kejahatan tersebut kalah dari muka bumi.
Meski Dio merasa malu akan pandangan masyarakat, namun apa yang ia lakukan juga tak tepat. Meninggalkan ibu dan saudaranya menghadapi segala hal hanya berdua, bukanlah hal yang bijak. Bagaimana pun kondisinya, seharusnya kita tetap bersama dengan keluarga guna memecahkan masalah yang ada.
Sekedar mengingatkan, pesawat terbang yang dapat dijalankan dengan mesin
menurut buku Dari "Si Kumbang" Hingga "Tetuko" karangan
Dahlan Sjazh, adalah hasil temuan Wright bersaudara pada tahun 1903. Namun
pesawat tersebut hanya mampu mengudara selama 12 detik dengan jarak tempuh 36,5
meter saja.
Bagi yang penasaran bagaimana pesawat terbang bisa
naik ke udara meski memiliki bobot yang sangat berat, bisa menemukan jawabannya
dalam buku ini. Dari "Si Kumbang" Hingga "Tetuko" karangan Dahlan Sjazh
Disebutkan bahwa untuk dapat naik ke udara, pesawat memerlukan gaya angkat. Gaya angkat itu dimungkinkan oleh kedua sayapnya yang merentang. Jika kita perhatikan agak teliti, maka kedua sisi sayap pesawat terbang itu mempunyai bentuk yang berbeda. Sisi sayap bagian atas berbentuk lengkungan, sedangkan bagian bawah agak rata.
Jika mesin dihidupkan maka pesawat itu akan bergerak ke depan. Dengan demikian sayap pesawat akan menembus udara, yang mengalir melalui sisi atas dan sisi bawah sayap pesawat.
Bentuk sayap sisi atas yang melengkung dan lebih tinggi itu membentuk pula aliran udara yang melengkung. Ia akan menghisap udara ke atas sedangkan udara pada sisi bagian bawah akan mendorong pula ke atas.
Disebutkan bahwa untuk dapat naik ke udara, pesawat memerlukan gaya angkat. Gaya angkat itu dimungkinkan oleh kedua sayapnya yang merentang. Jika kita perhatikan agak teliti, maka kedua sisi sayap pesawat terbang itu mempunyai bentuk yang berbeda. Sisi sayap bagian atas berbentuk lengkungan, sedangkan bagian bawah agak rata.
Jika mesin dihidupkan maka pesawat itu akan bergerak ke depan. Dengan demikian sayap pesawat akan menembus udara, yang mengalir melalui sisi atas dan sisi bawah sayap pesawat.
Bentuk sayap sisi atas yang melengkung dan lebih tinggi itu membentuk pula aliran udara yang melengkung. Ia akan menghisap udara ke atas sedangkan udara pada sisi bagian bawah akan mendorong pula ke atas.
Inspiratif bukan?
Dari menikmati sebuah kisah konspirasi,
pembaca-minimal saya, menjadi tertarik untuk mengetahui beberapa hal terkait
pesawat udara. Tak jarang penulis yang menciptakan sebuah kisah, sekaligus
membuat pembacanya ingin belajar sesuatu hal. Dapat hiburan, dapat ilmu.
Semoga karya selanjutnya tidak memerlukan waktu
lama lagi untuk terbit.
Sumber gambar:
Buku Dari "Si Kumbang" Hingga
"Tetuko" karangan Dahlan Sjazh
-------------
Akhirnya, saya menemukan buku tentang pesawat di salah satu lapak buku daring. Lumayan ada tambahan informasi bagi pembaca. Hutang lunas sudah! he he he.
menarik ulasannya. SEbagaimana kakak terganggu dengan detail2 cerita Tsugaeda, saya juga terganggu dengan "keberatan" kakak soal ilustrasi sayap pesawat. Sayap pesawat memang lentur. Tentu tidak bisa mengepak seperti burung. Tapi sayap pesawat bisa bengkok. Kok bisa? Aneh??
BalasHapusJustru sayap dirancang bisa bengkok supaya tidak patah. Dan di kover ilustrasi tersebut tingkat bengkoknya sayap juga realistis kok. Emang kayak gitu sebenernya sayap pesawat kalo lagi terbang. Bengkok. Ga percaya? Cek ini aja...
https://www.youtube.com/watch?v=OLP7i1jQBh4&ab_channel=SISITERANG