Penulis dan Penyunting: Moh Sidik Nugraha
Perancang sampul dan isi: Moh Sidik Nugraha
Halaman: 76
Buku ini kecil-kecil cabe rawit, begitu pikiran saya ketika melihat untuk pertama kali. Ditinjau dari nama penulis dan ketebalan halaman tentunya, terlepas warna kover yang dominan merah. Plus kata revisi yang bisa diartikan buku ini sudah mengalami perbaikan isi.
Itu sebabnya saya menunggu saat yang tepat untuk membacanya. Versi saya adalah ketika saya bangun tepat waktu, berangkat dengan santai dan bisa duduk manis di tempat favorit, baik di angkot serta kereta api. Dan kesempatan itu baru tiba pagi ini (Senin, 23 November 2015).
Terdapat tiga belas ulasan dengan judul yang membuat saya tertawa membacanya. Ada Keluar ke Luar, Pejaten Village, Sesuatu Banget, dan Dribel Payudara.
Sepanjang perjalanan, saya merasa jadi penumpang yang paling banyak dilirik penumpang lain karena dengan asyiknya membaca buku sambil s
Serius, buku ini disajikan dengan bobot yang serius tapi mempergunakan bahasa yang sangat mudah dipahami dan tepat pada sasaran. Misalnya saat membahas tentang Ribuan Dan. Bermula karena terganggu dengan banyaknya kata "and" dalam naskah Anton Chekhov, penulis mulai mengamati pemakaian kata tersebut, diterjemahkan menjadi "dan". Memang ada pemakaian kata yang berlebihan, sementara kata tersebut bisa diganti dengan "lalu" atau "sedangkan".
Pemakaian kata "pasca" yang terkesan memaksakan juga dibahas oleh penulis. Kata tersebut selain lebih ringkas, juga menjadi kata yang membuat pemakaiannya terkesan menjadi lebih kekinian. Padahal kata tersebut menggeser penggunaan kata "setelah". Selain menguraikan mengenai kata tesebut, penulis juga memberikan contoh dalam sebuah kalimat, jelas-jelas membuat saya tertawa geli (ge er mbok ya rada nyadar tho mas). Contohnya adalah, "Pasca sepuluh tahun berpacaran, Dian Sastro memutuskan Sidik, hiks-hiks..."
Sebagai orang yang kurang bisa paham urusan tata bahasa, saya berusaha mengurangi kesalahan dengan belajar. Tapi sampai saat ini saya hanya bisa belajar sendiri dengan memperhatikan tata bahasa yang terdapat dalam buku atau review sahabat-sahabat saya di BBI. Ternyata itu belum cukup membuat saya lebih memahami tata bahasa,
Tapi bukan berarti saya mendukung anggapan seorang penulis yang mengatakan bahwa tata bahasa tidak penting dalam penulisan kreatif sebuah karya. Bagi saya, tata bahasa adalah penting tapi jangan sampai menghalangi keinginan untuk berkarya. Jika ragu pada sebuah kata, tulis saja dahulu sambil mencari tahu bagaimana penulisan dan menggunaan kata yang tepat. Setelah ketemu baru dilakukan revisi. Salah dalam belajar itu biasa, tak perlu malu dan minder. Justru malu jika tidak mau belajar untuk memperbaiki kesalahan.
Seandainya saja mas yang satu ini membuat kelas kemampuan belajar tata bahasa dengan baik dan benar,
Saya jadi ingat seorang peserta ujian masuk kelas Internasional di tempat saya kerja dahulu. Ia kebetulan berasal dari Inggris. Tanpa kecuali, setiap peserta harus mengikuti test TOEFL. Selesai ujian ia bercerita bahwa ia merasa soal yang dibuat penuh jebakan. Saat pengumuman nilai tiba, para peserta dari tanah air sudah merasa yakin bahwa ia akan mendapat nilai tinggi, minimal lumayan. Bagaimana tidak, mimpi dan mengigaunya saja juga dalam bahasa Inggris. Ternyata nilainya biasa-biasa saja, malah kalah tinggi dengan peserta dari tanah air. Hal ini membuktikan meski kita mempergunakan bahasa ibu, belum tentu kita tahu bagaimana tata bahasa yang tepat.
Sekarang buku ini sedang dipinjam oleh beberapa mahasiswa jurusan Ilmu Perpustakaan yang saya kenal. Akan dibaca bergiliran. Semoga menjadi ladang amal bagi penulis. Aamiin YRA.
Oh ya, Ada yang bertanya bagaimana cara mendapatkan buku ini. Saya tidak bisa menjawabnya karena buku dan pin indah merupakan hadiah dari penulis yang dicetak terbatas. Bagi yang ingin menghubungi penulis, bisa melalui surel kidis.nugraha@gmail.com.
dl nilai bhasaku lumayan, tp ya msh jg belajar bahsa yg baik dan benar
BalasHapusHe eh susah-susah gampang ternyata
BalasHapusTerima kasih, Mbak Truly
BalasHapus