Penulis: Pim Wangtechawat
Ahli bahasa: Poppy D. Chusfani
Editor: Reita Ariyanti
ISBN: 9786020678658
Halaman: 432
Penerbit: PT Gramedia Pustaka
Harga: Rp 109.000
Rating: 3.25/5
Kita menggenggam sesuatu yang begitu berarti di tangan kita, tapi takut suatu saat nanti sesuatu itu terlepas dari jemari. Dan tidak peduli seberapa keras mencoba, kita takkan pernah mendapatkannya lagi
-The Moon Represents My Heart, hal 14-
Keluarga Wang yang baru saja memasuki Hotel Hyatt Regency di Kowloon, Hong Kong, sekilas terlihat seperti keluarga pada umumnya. Sepasang orang tua berkecukupan dengan anak perempuan dan laki-laki yang bersemangat untuk bertemu idola keluarga-Bruce Lee. Saat itu 21 Maret 1972, sebelum premier film Fist of Fury.
Yang tidak diketahui orang banyak, mereka adalah keluarga yang memiliki kemampuan untuk menjelajah waktu. Seperti kembali ke masa sebelum abad kedua puluh. Uniknya tiap anggota keluarga memiliki kemampuan yang berbeda.
Si ibu-Lily, mahir kembali pada tanggal tertentu selama masih berada di Inggris. Sang ayah-Joshua hanya mampu kembali ke Hong Kong. Tommy-anak laki-laki, selalu kembali ke London sebelum tahun 1950.
Sedangkan Eva-si bungsu, memiliki kemampuan untuk melihat anggota keluarga dan pergi ke tempat mereka berada pada lini masa tertentu. Keluarga yang unik!
Untuk bisa melakukan perjalanan waktu bersama, bukanlah hal yang mudah. Butuh persiapan yang dilakukan setahun sebelumnya. Mulai dari menyelidiki lokasi yang dituju, pakaian yang umum dipakai saat itu, hingga mengajari anak-anak bagaimana bersikap jika tak sengaja terpisah dari orang tua. Hal ini perlu
Suatu hari, Lily dan Joshua melakukan perjalanan tanpa membawa Tommy dan Eva, sayangnya mereka tak pernah kembali. Tak ada tempat untuk mencari informasi tentang keberadaan sepasang suami istri tersebut, mengingat kegiatan yang mereka lakukan terbilang rahasia.
Kedua anak yang masih kecil harus hidup tanpa orang tua. Meski hanya berdua, kehidupan keduanya bisa dikatakan tidak kekurangan kasih sayang. Keluarga dari kedua belah pihak memberikan kasih sayang yang berlimpah. Mereka tinggal bersama salah satu nenek.
Seiring waktu, kedua anak yang ditinggalkan mulai mengembangkan kemampuan untuk menjelajah waktu. Mereka mengingat segala yang diajarkan oleh orang tuanya dulu. Tommy sekarang mampu melakukan perjalanan tanpa merasa gugup dan was-was lagi.
Eva memiliki kemampuan untuk mengetahui dengan lebih jelas wajah kerabat yang selama ini tak ia ketahui karena sudah berpulang. Eva kemudian melukiskan apa yang ia lihat dan rasakan selama perjalanan, sehingga keluarga yang lain juga mengetahui.
Keduanya bersemangat melakukan perjalanan waktu meski neneknya merasa apa yang mereka lakukan adalah hal yang membahayakan. Keduanya tetap melakukan, berharap, tanpa sengaja bisa bertemu dengan kedua orang tua ketika sedang berada di waktu lain.
Terbagi dalam tiga bagian, buku tentang kekuatan cinta yang melewati ruang waktu ini memberikan inspirasi bahwa cinta memang abadi. Kisah cinta yang tak biasa. Para tokoh memiliki kisahnya masing-masing yang unik. Tak hanya kisah cinta Lily dan Joshua, tapi juga kisah Tommy dan Eva.
Tommy jatuh cinta pada seorang wanita. Sayangnya, wanita itu berada dalam waktu yang berbeda dengannya. Ia sering datang berkunjung, hingga nyaris membocorkan tentang peristiwa yang akan terjadi dalam waktu dekat. Hal ini bisa berakibat pada perubahan pada masa depan. Untunglah si wanita melarang Tommy menceritakan apapun yang mungkin terjadi di masa depan.
Tiap kali Tommy berkunjung, tenaga yang ia keluarkan semakin besar, sehingga esok hari ia terlihat kepayahan. Hal itu yang membuat sahabatnya jadi mencurigai. Ternyata, sahabat Tommy juga pernah memiliki teman dengan kemampuan sama. Kebetulan yang luar biasa!
Pada akhirnya, mereka memang harus membagi rahasia kemampuan pada orang lain. Sekedar bagian dari upaya menjaga kewarasan diri. Cinta kasih sesama membuat mereka bisa bertahan dalam kondisi sesulit apapun.
Bagaimana nasib Lily dan Joshua? Sekedar bocoran, berakhir dengan menarik! Saya jadi berpikir, jangan-jangan menghilangnya mereka akibat pilihan yang mereka lakukan pada masa lalu. Bisa saja bukan? Urusannya tentang cahaya bulan? Duh gunakan imajinasimu dung he he he.
Penjelajah waktu atau orang yang dianggap memilili kemampuan untuk berada pada waktu dan tempat tertentu, memang sering diangkat sebagai sebuah kisah. Tapi jarang yang memadukan dengan unsur romance yang kental seperti buku ini.
Menilik kover, pembaca sudah bisa menebak apa isi buku ini. Gambar jarum jam dan sosok seorang wanita yang seakan memasuki lorong, menjadi pemberi informasi isi buku.
Jadi ingat penggalan cerita HP ketika Hermione Grange memutar Time -Turner sehingga ia bisa berada di 2 kelas sekaligus mengingat banyaknya jumlah kelas yang ia ambil pada saat itu.
Selama ini saya selalu menyukai hasil kerja Mbak Poppy dalam melakukan alih bahasa sebuah buku. Bacaan mengalir dengan baik tanpa mengurangi makna yang akan disampaikan oleh sang penulis buku. Bukan hal mudah, butuh jam terbang untuk bisa menyajikan buku terjemahan semenarik bahasa aslinya.
Ketika meluangkan waktu ke toko buku G, tanpa sengaja melihat buku ini. Entah kisahnya tentang apa, karena saya sama sekali belum mempunyai informasi tentang buku ini. Ketertarikan saya adalah pada judul buku, yang langsung mengingatkan pada lagu serupa dari Teresa Teng.
Langsung melihat ratingnya di GRI. Agak ragu. Bagus memang. tapi saya ingin memperoleh buku dengan rating diatas 4. Sempat memilih buku lain. Tapi begitu mendekati kasir berubah pikiran, kembali ke buku ini. Jodoh dengan buku sungguh tak terduga.
Teresa Teng juga memopulerkan lagu Tian Mi Mi (Semanis Madu) yang diadopsi dari Gambang Semarangan seperti lagu Gambang Kromong di Jakarta. Lagu tersebut aslinya berjudul Dayung Sampan yang populer di Semarang, Jawa Tengah, tahun 1950-an.
Sehabis membaca buku ini, saya jadi kepingin menikmati kembali lagu yang menjadi inspirasi kisah. Seakan melihat anggota keluarga Wang yang sedang berada di berbagai tempat dan waktu.
Lagu tersebut pertama kali saya pelajari secara lengkap (lirik dan artinya) ketika sedang mengambil kursus bahasa Mandari. Laoshi-guru yang mengajar, kebetulan juga seorang penyanyi, sehingga mendengarkan beliau mendendangkan lagu ini di depan kelas seakan mendengarkan konser seorang penyanyi Mandarin profesional.
Bagi yang tertarik, berikut tautannya,
Sumber Gambar: https://goodreads.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar