Penyunting: Dorothea Rosa Herliany
Perancang sampul: Sabina Kencana
ISBN: 9789797753283
Halaman:173
Cetakan: Pertama-2022Penerbit: Indonesia Tera
Harga: Rp 76.500
Rating: 4/5
Sekian lama, tak pernah ada seseorang, pun yang memelukku seperti ini. Sungguh, pada detik-detik ini, aku berharap belitan ranting yang semakin terasa meremukkan tubuhku adalah pelukan ibu yang selalu kurindukan selama hidupku.
-Tunas Ibu, hal 72-
Tak terhitung ungkapan jangan menilai buku dari kover, saya dengar dan baca. Tak terhitung pula, saya menyatakan persetujuan pada ungkapan tersebut dengan cara membeli dan membaca buku berdasarkan blurd atau rekomendasi sesama penggila buku, bukan dari menariknya kover. Tapi untuk buku Mas Yud yang satu ini, menjadi berbeda.
Ada kehangatan yang terpancar dari siluet sosok yang memeluk. Semula saya mengira itu adalah gambar manusia, namun ketika memperhatikan lebih teliti, bukan gambar jemari tapi ranting pohon. Melihat sosok yang lain, sepertinya seorang anak (terlihat dari bagian yang bisa diartikan sebagai sepasang daun telinga) terlihat nyaman dipeluk oleh pohon tersebut, membuat hati terasa tenang dan damai.
Hanya pelukan orang terkasih yang bisa membuat seseorang merasa nyaman. Melihat judul buku, sungguh pas perpaduan judul dengan ilustrasi kover. Gambar tersebut menunjukkan pelukan Tunas Ibu yang begitu hangat dan nyaman pada seorang anak. Saya langsung membaca kisah tersebut.
Mengharukan. Ada sebuah kepercayaan, jika ingin membeli waktu, maka tanamlah Tunas Ibu. Meski banyak yang tak percaya, tapi ada juga yang dikhabarkan berhasil menanam Tunas Ibu. Hanya Tunas Ibu satu-satunya harapan tokoh utama kita dalam kisah untuk bisa meninggalkan kehidupan kejam yang ia jalani.
Sebagai tukang komen buku, bacaan selanjutnya jatuh pada kisah Resensi Minggu Ini: Sebuah Buku yang Seharusnya Tak Ditulis. Dikisahkan tentang seorang penulis bernama Daradiluka. Sepuluh tahun lalu ia merilis buku dengan judul Keheningan yang mendapat sambutan meriah. Kini ia merilis Keabadian.
Kisah tersebut diceritakan dari sudut pandang seorang yang sering melakukan telaah buku-buku. Ketika buku Keheningan muncul, ia memberikan komentar positif dengan berharap gelombang kebaikan yang melanda seluruh negeri. Sedangkan kemunculan Keabadian, ia justru berharap buku tersebut tidak pernah terbit.
Kisah ini menunjukkan bahwa buku bisa memberikan dampak yang luar biasa bagi pembacanya. Ada yang begitu saja mengikuti isi buku tanpa memakai logika sehingga berbuat tolol seperti membiarkan dirinya dimakan buaya yang kelaparan atas dasar kasihan. Namun ada juga yang mempertimbangkan dengan matang, hanya mengambil hal yang baik saja.
Pohon Api di Padang Brassa membuat kita waspada dan mawas diri, bahwa perbedaan seharusnya tidak memicu timbulnya permusuhan tapi membuat warna dalam kehidupan bermasyarakat. Sungguh ngeri rasanya jika apa yang menimpa Darimudijra-tokoh dalam kisah, juga terjadi dalam kehidupan kita.
Kebaikan yang lakukan, berbalik kembali pada dirinya. Banyak orang yang pernah ditolong membantu bahkan menjadi pengikutnya. Ada saja pihak-pihak yang menyebarkan kebencian atas dasar perbedaan. Siapa menduga, hal tersebut justru membuatnya celaka, Ironi lagi, dibunuh di pohon yang ia tanam sendiri.
Kisah 30 Cerita tentang Jendela di Bukit Tidur, selain unik juga memicu adrenalin pembaca untuk segera menuju ke Cerita 30. Begitu semangatnya membaca hingga bisa saja tidak menyadari ada kejanggalan, sampai penulis menyebutkannya pada akhir kisah. Hadeh, begini jika kurang teliti, atau bisa saya sebut terlalu terpesona dengan cara bercerita.
Juru Masak Air Mata sebenarnya sebuah kisah sederhana, berkat kecanggihan Mas Yud meracik kata, maka kisah ini menjadi sesuatu "yang tak biasa". Tak sedikit yang mengatakan jika memasak dengan rasa cinta maka hasil masakannya akan luar biasa.
Membuat masakan yang enak memerlukan keahlian sendiri, tapi tak cukup hanya itu. Ada paduan bumbu yang membuat masakannya itu memiliki citra rasa tersendiri. Dalam kisah ini, air mata kebahagiaan dari orang yang menikmati masakan adalah kunci.
Nah...! Akhirnya ada juga penulis yang terbuka mengeritik iklan tentang metode membaca kilat. Ada jenis buku yang memang tak perlu dibaca secara keseluruhan, dari halaman awal hingga akhir. Buku referensi misalnya, tak akan dibaca seluruhnya. Si pembaca hanya akan membaca bagian yang memuat informasi sesuai kebutuhannya.
Tapi ada juga buku yang harus dibaca dari halaman awal hingga akhir, novel sebagai contoh. Ada juga buku yang dibaca dari awal hingga akhir namun tidak berurutan, dimulai dari yang dirasa paling menarik. Buku ini misalnya.
Atau, iklan cara cepat membaca kilat? Iklan yang aneh. Seakan-akan membaca buku adalah pekerjaan yang harus diselesaikan cepat-cepat. Padahal pembaca sejati paham sekali bahwa buku-buku bagus harus dibaca pelan-pelan, bahkan kalau perlu diulang-ulang. Entah orang goblok mana yang berpikir membaca buku harus cepat-cepat-hal 116-
Dari 13 kisah, terdapat 4 kisah yang sama sekali belum pernah dipublikasikan, yaitu Resensi Minggu Ini: Sebuah Buku yang Seharusnya Tak Ditulis; Pohon Api di Padang Brasa; Kursus Menggunakan Gunting yang Benar; dan Hal-hal Kecil yang Terjadi Saat Aku Memutuskan Bunuh Diri.
Tapi, bukannya tak mungkin 9 kisah lainnya juga belum Anda baca? Mempertimbangkan kisah-kisah tersebut dipublikasikan melalui berbagai media massa. Pohon Tuhan sebagai contoh, dipublikasikan tahun 2020 di Cendana News. Seribu Peri dipublikasikan melalui harian Suara Merdeka tahun 2013. Sedangkan kisah Juru Masak Air Mata, dipublikasikan tahun 2015 d harian Suara NTB.
Saya tentunya membaca ulang kisah yang pernah saya baca, misalnya Dewi Duri, Si Penebar Pasir si Pemanggil Hujan. Tak ada rasa jenuh. Tiap kisah menawarkan kesan berbeda dibandingkan ketika pertama kali dibaca dahulu.
Secara keseluruhan setiap kisah yang ada mengusung keunikan sendiri khas Mas Yud. Benang merah yang bisa kita peroleh dari seluruh kisah adalah tentang kehidupan sosial di masyarakat. Ada beberapa kisah yang sama mengusung tema tanaman.
Membaca kisah dalam buku ini mampu membangkitkan imajinasi pembaca, ide-ide kreatif bisa bermunculan karenanya. Bebaskan pikiran Anda ketika membaca. Mengutip yang disampaikan Mas Yud, "Karena kadang saya merasa mereka hidup, dan kerap memberontak dengan kuat. Maka apa yang perlu saya lakukan, tak lain, hanya mengikutinya...."
Hujan, sebagai contoh, sesungguhnya hal yang biasa terjadi, tapi melalui imajinasi seorang Yudhi, hujan menjadi sesuatu yang luar biasa. Seorang anak kecil membawa awan gelap berisi hujan setiap kali ia pergi. seorang pria menebarkan pasir agar hujan turun.
Dari sisi ukuran, ini menjadi buku yang akan saya pilih untuk menemani perjalanan. Ukurannya pas untuk dimasukkan dalam tas, ketebalan juga sesuai. Huruf yang dipilih penerbit ramah dengan mata. Hanya saja, tata letak seperti yang ada di halaman 24 dan 25 membuat gatal untuk komen he he he.
Entah berapa purnama penantian buku ini. Akhirnya muncul juga. Penantian sekian lama terbayar dengan buku yang sesuai bahkan melewati harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar