Editor: Mirna Yulistianti
Desain sampul & ilustrasi: Umar Setiawan
ISBN: 9786020653242
Halaman:60
Cetakan: Pertama-2021
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 50.000
Rating: 5/5
Jodoh antara buku dengan pembacanya, kadang melalui cara yang unik untuk bisa bersatu. Setiap perjodohan memiliki kisah yang unik dan layak dikenang.
Jodoh saya dengan buku ini misalnya. Entah karena terlalu sibuk (terlalu banyak nonton dan baca maksudnya ^_^) atau kelupaan memesan, saya terlewat prapesan buku ini. Padahal salah satu sahabat saya sudah memberikan informasi jauh hari.
Untung salah satu toko buku langganan saya masih memiliki stoknya. Langsung meluncur dan meminang buku ini plus beberapa buku lainnya dengan memanfaatkan voucher sisa lebaran jatah kantor. Namun, apa daya, ketika salah satu toko daring menawarkan versi tanda-tangan, ikutan beli juga. Versi satunya bisa buat GA.
Secara garis besar, buku ini bercerita tentang kisah cinta antara Toyib dan Siti. Sejak usia belia Toyib sudah menyukai Siti. Layaknya seorang remaja yang jatuh cinta, ia juga melakukan berbagai hal guna menarik hati Siti, seperti pergi ke sekolah dan pulang bersama. Atau memberikan hadiah anak ayam yang akan dipelihara Siti hingga siap disembelih saat malam Lebaran. Keluarga mereka juga bersahabat.
Di kampung mereka, kekeringan mulai menjadi bagian hidup walau tak diinginkan. Suatu ketika, akibat kekeringan, terjadi hal yang membuat kedua keluarga tersebut saling menjaga jarak.
Toyib tak bisa leluasa bertemu Siti lagi. Sementara Siti juga tak berupaya untuk menemui Toyib Keduanya menjauh karena keadaan. Keluarga juga tak berani campur tangan pada kelanjutan kisah kedua.
Ada sebuah sumur di lembah yang menjadi harapan air bagi warga kampung. Meski harus menggali selama 20 meter dan tak mendapatkan air melimpah, tapi lebih baik dari pada tak ada apa-apa. Di sana, warga tanpa sengaja sering bertemu ketika mengambil air.
Demikian pula dengan Toyib dan Siti. Pertemuan pertama yang kemudian disusul dengan sejumlah pertemuan lagi di sana. Seakan keduanya berupaya mengganti waktu yang telah mereka lewati.
Nasib seakan mempermainkan kisah cinta kedua anak manusia tersebut. Ketika hubungan keluarga juga mulai membaik, urusan perut demi menyambung kehidupan menjadi alasan permisahan mereka untuk kedua kali.
Kembali, sumur mempertemukan keduanya. Keduanya seakan saling memiliki selama berada di sumur. Waktu seakan terhenti di sana, memberikan kesempatan bagi kisah cinta keduanya. Meninggalkan sumur, berarti, kisah cinta mereka berakhir untuk hari itu. Hingga esok, keduanya bertemu di sumur untuk menuliskan tentang cinta mereka satu hari lagi.
Meski keluarga dan warga banyak yang mengetahui kebiasaan keduanya menghabiskan waktu di Sumur, tak ada seorang pun yang memberikan komentar atau sekedar memberikan peringatan mengingat status keduanya. Entah karena merasa kasihan dengan kisah cinta keduanya, atau begitu berat kehidupan membuat mereka bersikap masa bodoh dengan lingkungan sekitar selama tak mengganggu kepentingan mereka.
Buku yang hanya terdiri dari 60 halaman dengan huruf yang lumayan memanjakan mata alias besar, mampu mengaduk-aduk perasaan pembacanya melalu kisah cinta kedua anak manusia tersebut.
Latar belakang kehidupan penduduk yang semula makmur karena air melimpah, kemudian menjadi terpuruk karena kekeringan akibat kekurangan air sehingga banyak warga yang pindah ke kota, membuat semakin suram suasana.
Akhir kisah percintaan keduanya justru membuat saya memiliki banyak pertanyaan. Bagaimana nasib Siti ketika Toyib kembali menjauh darinya? Kenapa keduanya tak mengikat janji sehidup-semati ketika semua hal yang menghalangi sudah tak ada? Masih banyak kenapa yang muncul dalam benak saya.
Awalnya saya sempat tertawa membaca nama Toyib diberikan pada tokoh utama kisah ini. Maklum, terlalu sering mendengar lagu perihal Bang Toyib yang tak pulang-pulang. Berharap kisah cintanya tak sama dengan Bang Toyib. Ternyata, tak berbeda, tragis.
Ada beberapa alasan kenapa buku ini layak dibaca serta dikoleksi. Buku ini dijual dengan model yang cukup unik. Selain jaket buku yang merupakan bagian dari ilustrasi, tersedia semacam amplop yang bisa dianggap sebagai tempat penyimpanan buku.
Konon Sumur hanya dicetak 5.000 eksemplar, dimana 3.000 melalui prapesan dengan tanda tangan. Masih ada 2.000 buku untuk dimiliki yang tersebar di berbagai toko buku.
Walau stok buku tersebut habis, belum tentu akan dicetak ulang lagi. Bisa dikatakan buku ini akan langka kelak. Penerbit menjajikan hal tersebut, yang bisa dibaca pada pembatas buku. Apakah benar atau sekedar sarana promosi, kita lihat nanti.
Nama besar penulis sebagai nomine Man Booker International Prize 2016 dan
peraih Prince Claus Laureate 2018 juga menjadi hal yang membuat buku ini layak dibaca dan koleksi.
Tak ada salahnya kita mendung penulis lokal dengan potensi internasional, walau pada akhirnya selera juga yang akan mengambil peran untuk membeli dan membaca buku ini.
Selanjutnya, ilustrasi buku ini sungguh luar biasa. Semua jempol saya berikan bagi Umar Setiawan selaku desain sampul dan ilustrasi. Kesan kekeringan dan kesusahan yang melanda kampung tersebut terlihat sekali melalui perpaduan warna yang bernuansa gelap.
Gambar favorit saya adalah adegan ketika Toyib dan Siti bertemu dan saling pandang di sumur. Tak perlu banyak kata, gambar yang ada sudah bercerita tentang banyak hal yang terjadi antara kedua. Pembaca seakan diajak berimajinasi memahami bagaimana kehidupan dan percintaan kedua tokoh kita itu.
Meski demikian, saya agak terganggu dengan penempatan tulisan "BUKU INI MILIK" yang terletak pada bagian belakang amplop. Kenapa harus ada tulisan itu? Seakan membawa saya melihat buku anak-anak, dimana para orang tua akan menuliskan nama anak mereka. Atau anak yang mulai belajar menulis, bersemangat menuliskan namanya.
Menurut KBBI daring, sumur/su·mur/ n 1 sumber air buatan, dengan cara menggali
tanah; perigi: -- bor; 2 lubang yang sengaja dibuat menembus lapisan tanah
untuk memperoleh air, minyak, atau gas; 3 lubang hasil pengeboran, baik dalam
tahap eksplorasi maupun eksploitasi; 4 Geo bangunan hidraulis berupa lubang
yang digali ke dalam bumi yang memungkinkan penyadapan air secara ekonomis dari
akuifer. Lengkapnya bisa dilihat di sini.
Kisah ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris dengan judul The Well. Pembaca bisa menemukannya di antologi Tales of Two Planets yang diterbitkan oleh Penguin Books pada 2020.
Bintang 4,75 dengan 1 bintang khusus untuk ilustrasi.
Sebuah buku yang layak dibaca dan dikoleksi, minimal untuk saya ^_^.
----
Membuat komentar untuk buku yang hanya terdiri dari 60 halaman, tanpa membocorkan kisah, merupakan tantangan tersendiri. Semoga sesuai dengan harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar