Judul asli: Rumah Ilalang
Penulis:
Stebby Julionatan
ISBN: 9786237290230
Halaman:
136
Cetakan:
September 2019
Penerbit:
basabasi
Harga:
Rp 55.000
Rating
3.25/5
Semuanya seperti rumah yang dibangun dari ilalang.
Rapuh.
Mudah terbakar dan diterbangkan angin.
Cinta.
Lagi-lagi
sebuah kisah tentang cinta disuguhkan kepadaku. Hem...., lalu kenapa
aku harus melalap kisah ini? Tentunya bukan karena kenal dengan
penulisnya. Tolonglah! Nepotisme sudah tidak ada tempatnya zaman sekarang.
Bukan juga karena kover yang agak berbeda.
Mari
kita coba membaca blurd. Ketemu! Para tokoh dalam kisah ini yang
membuat kisah cinta ini menjadi spesial, layak dibaca dan diberikan
ulasan. Sebenarnya dari blurd, membaca tipe aman
(pembaca yang hanya membaca kisah standar), bakalan mundur seribu
langkah. Bagi saya yang membaca apa saja asal bukan kisah menye-menye,
justru kisah ini menantang untuk dinikmati. Seakan tergoda rayuan Dion untuk
menikmati oseng-oseng mercon, walau setelah itu tahu bakalan diare.
Ketika
membawakan hadiah bagi seseorang yang dicintai, Tabita tokoh utama kita,
mengalami kecelakaan yang membuat nyawanya melayang. Bagi mereka yang mengenal
Tabita, berita duka tersebut akan disambut dengan wajah sedih dan rasa ikut
prihatin. Beberapa mungkin akan menambahkan sumpah serapah bagi si penabrak.
Tapi tidak demikian bagi penghuni LSM Srikandi Utama, ada hal yang
lebih rumit untuk dipikirkan dibandingkan sekedar rasa duka kehilangan.
Bukan
hal aneh sebenarnya jika seseorang memberikan hadiah bagi orang yang ia cintai.
Saya, Anda, juga banyak orang tentunya pernah memberikan kejutan dengan
membawakan hadiah bagi orang terkasih. Masalahnya Tabita adalah waria. Ia
mengalami kecelakaan ketika membawa kue ulang tahun bagi Vino-pria seminarian
yang dicintai. Sebuah kisah cinta yang rumit. Ternyata itu barulah
masalah awal, ibarat gunung es, masih banyak masalah yang muncul terkait
kematian Tabita.
Tabita
tercatat sebagai seorang muslim pada KTP. Walau ia rajin mengikuti misa Minggu,
lebih karena ingin melihat dan berada dekat dengan Vino. Ia juga tak
terdaftar sebagai jemaah di mana pun. Maka bisa kita katakan bahwa ia tetap
seorang muslim.
Tapi ketika menghadap Sang Pencipta, ia ingin dikubur secara
Katolik, karena itulah yang diyakini Vino. Tabita memilih upacara
kematian yang ia senangi. Bagaimana bisa seorang waria beragama Islam ingin
dimakamkan sebagai seorang Kristen! Kerumitan yang sesungguhnya
baru saja dimulai!
Stebby
meracik kerumitan proses pemakaman Tabita dengan banyak bumbu campuran. Dari
bagaimana sahabatnya menyampaikan kabar pada orang tua Tabita, pada Mami Nancy
selaku pengelola LSM dan orang dianggap pelindung mereka, hingga mencari
siapa yang bisa memimpin Pelayanan Kematian baginya.
Mendadak
saya teringat kisah salah seorang bintang video klip tanah air, Avi alias Joko
Wiryanto Suwito. Selama ini ia dikenal sebagai waria dengan banyak
prestasi, sejak menjadi bintang videoklip Naif, kariernya melonjak. Namun
saat sakit, ia sudah berpesan jika kelak meninggal agar dikuburkan dengan
mempergunakan pakaian pria laki-laki.
Saya
jadi merenung perihal Tabita. Kenapa hal itu tidak muncul dalam
kisah ini ya? Maksudnya tak pernah Tabita menyebutkan tentang urusan
pemakaman, padahal ini bisa menjadi konflik yang bisa digali lebih
dalam. Tak ada yang meributkan apakah keinginan terakhir Tabita,
akan dikuburkan sebagai pria atau wanita?
Hal
tersebut sepertinya tak pernah menjadi pembicaraan antara Tabita dan
rekan-rekannya. Pada halaman 98, memang dikisahkan mengenai diskusi para
sahabat tentang bagaimana Tabita akan dimakamkan, itu lebih karena
para sahabat merasa Tabita ingin dikuburkan dengan cantik, bukan karena
keinginan Tabita yang disampaikan pada para sahabat.
Segala
kerumitan tak begitu saja selesai seiring dengan selesainya upacara penguburan.
Tabita memang dikuburkan sesuai dengan yang ia harapkan, mengikuti keyakinan
Vino, namun bagaimana sikap rakyat sekitar ketika mengetahui proses penguburan
Tabita, menjadi sebuah kerumitan baru yang dimunculkan. Duh Tabita, hidup dan
meninggalmu terjadi menjadi sebuah kerunitan panjang bagi mereka yang
mencintaimu.
Secara tak langsung, Stebby
seakan mengajak kita sejenak merenung, bagaimana perlakuan kita terhadap
Tabita-Tabila lainnya? Apakah kita sekedar menganggap mengganggu mereka adalah
sebuah hiburan? Memandang rendah dan memusuhi mereka? Atau mencoba memahami
mengapa mereka memilih hidup seperti itu tak berkesan menghakimi? Padahal mereka juga manusia dengan segala kekurangan dan kelebihan sama seperti saya dan Anda. Tak sedikit dari mereka yang memiliki prestasi yang membanggakan.
Hal-hal
seperti itu juga akan Anda temui dalam buku ini. Mungkin ada bagian yang
mewakili bagaimana pandangan Anda terhadap Tabita dan teman-temannya, seperti
juga ada yang mewakili pandangan saya. Bisa jadi pendapat Anda tak
terwakili, setidaknya anggaplah ini sebagai wacana bagi kehidupan
bermasyarakat Anda.
Ada
beberapa hal kecil, yang sebenarnya mengganggu eh, nganu membuat
saya ingin meminta penjelasan pada penulis kita ini. Misalnya, pada
halaman 66 disebutkan bahwa, "Tak seperti waria lainnya, Tabita tak
menyukai voli." Bagaimana Stebby bisa mengetahui bahwa waria umumnya
menyukai Voli? Mungkin sahabat Tabita di LSM Srikandi memang sebagian besar
menyukai permainan voli, tapi belum tentu waria yang lain. Mungkin bisa diubah
menjadi, "Tak seperti waria yang ada di LSM Srikandi, Tabita tak menyukai
voli."
Di halaman 123, pembaca akan menemukan tulisan tentang bedanya Pendeta dan Penatua, namun secara jelas Saya tak menemukan uraian apa yang dimaksud dengan perbedaan tersebut. Mohon maafkan jika saya salah, tapi saya menangkap bahwa Pendeta adalah sebutan bagi pemuka agama, orang yang paham agama, namun bukan Pendeta. Tak ada salahnya jika hal ini dibuat catatan, supaya menjadi tambahan pengetahuan bagi pembaca.
Judul
yang dipergunakan untuk tiap bab atau bagian juga lumayan panjang, kadang
terlalu panjang sehingga saya merasa tak perlu membaca keseluruhan kisah,
cukup membaca judul saja akan mendapatkan inti dari bab tersebut. Padahal judul
harusnya menjadi daya tarik. Stebby sepertinya terlalu asyik
bermian kata-kata sendiri. Kadang sederhana justru menjadi sesuatu yang
menawan.
Oh
ya, saya sempat menyinggung soal kover di atas. Saya sama sekali tak bermasalah
dengan simbol yang tertera di peti mati, saya asumsikan itu peti mati Tabita.
Hanya, bagi beberapa orang mereka bisa saja mengurungkan niat membaca buku ini
karena lambang tersebut.
Sepertinya
juga seorang sahabat yang menolak membaca buku The Book With No Name,
karena ada gambar yamg baginya merupakan lambang hal buruk. Pikirin yang aneh
memang, tapi kita kan tidak bisa mengatur pikiran dan pendapat orang lain ^_^.
Biar saja mereka yang rugi tidak membaca kisah ini.
Agak khawatir juga jika hal tersebut bisa berdampak pada urusan penjualan, jangan-jangan nanti bakalan ada yang mengurungkan niat membeli karena kover. Padahal dengan hanya gambar peti mati pun sudah bisa mewakili konflik yang muncul. Atau bagian pembuat kover bisa mencoba menonjolkan perbedaan keinginan Tabita untuk dikubur dengan keyakinan yang ia anut dengan cara yang lain. Mungkin penerbit memiliki alasan tertentu sehingga menerbitkan kisah ini dengan kover seperti itu.
Agak khawatir juga jika hal tersebut bisa berdampak pada urusan penjualan, jangan-jangan nanti bakalan ada yang mengurungkan niat membeli karena kover. Padahal dengan hanya gambar peti mati pun sudah bisa mewakili konflik yang muncul. Atau bagian pembuat kover bisa mencoba menonjolkan perbedaan keinginan Tabita untuk dikubur dengan keyakinan yang ia anut dengan cara yang lain. Mungkin penerbit memiliki alasan tertentu sehingga menerbitkan kisah ini dengan kover seperti itu.
Duh kok kisahnya sudah selesai?
Padahal saya sedang seru-serunya mengikuti polah sahabat Tabita. Membaca kisah ini, seakan menikmati semangkuk bakso panas-pedas saat sedang flue, di sore ketika hujan, namun kurang sedikit rasa asin. Lezat memang, tapi kesannya nanggung.
Untuk
"anak pertama" bisa dibilang Stebby sudah mampu mengeluarkan
potensinya pada jalur yang tepat. Kekurangan adalah cambuk agar ia mau belajar
menghasilkan karya yang lebih baik. Menilik kecenderungannya dalam memilih buku
bacaan, sepertinya kita akan disodori lagi kisah yang tak kalah unik dalam
waktu dekat.
Jadi ingin melihat ini lagi.
Ah, kenapa syair lagunya jadi memiliki makna yang berbeda sekarang, semprul awakmu Stebby!
Ah, kenapa syair lagunya jadi memiliki makna yang berbeda sekarang, semprul awakmu Stebby!
Sumber foto: FB Stebby Julionatan
Sumber Video: Youtube
Tidak ada komentar:
Posting Komentar