Judul asli: The Cursed Hand
Penulis:
Penyunting:
Jenni Anggita
ISBN:
9786024832872
Halaman:
155
Cetakan:
Pertama-2019
Penerbit:
Bhuana Ilmu Populer
Rating:3/5
Hanya karena berbuat baik, bukan berarti kita sempurna di mata orang. Bisa saja kebaikan kita tidak berpengaruh apa-apa. Terkadang memang tidak adil, tapi imilah kehidupan.
~THe Cursed Hand, hal 13~
Jenis
kertas yang tak biasa (agak beda maksudnya), ilustrasi yang berkesan
misterius plus harga jual yang murah (nah kan) membuat saya penasaran dengan
buku ini. Kata hand menambah rasa penasaran makin tergelitik, satu tangan
maksudnya? Menilik ilustrasi berupa gambar tangan, artinya kutukan
tersebu berupa wujud tangan yang menakutkan. Menarik juga idenya.
Kisahnya
tentang seorang anak yang memiliki tangan dengan wujud berbeda dengan yang
lainnya (sesuai dengan judul kan). Warna dan bentuknya menakutkan sehingga ia
sering diejek sebagai anak iblis. Tak ada sekolah yang mau menerimanya, juga anak yang menjadi sahabatnya. Kedua orang tuanya sering mendapat
pertanyaan tidak menyenangkan terkait kondisi tangan anak tersebut-Asley
namanya.
Kasih
sayang kedua orang tuanya membuat mereka memutuskan untuk pindah rumah agar
bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi Asley, tempat yang dianggap
sesuai adalah Giethoorn. Perlahan, Asley memulai kehidupannya. Di sana ia
bahkan memiliki seorang sahabat yang tak peduli dengan kondisi tangannya.
Bagaimana
ia menghadapinya serta bagaimana asal mula tangannya menjadi begitu menjadi
hal yang menarik untuk disimak. Kisah makin menarik dengan munculnya sepasang
kakak-adik di daerah tempat tinggal Asley, Chrystal dan Christine. Apalagi
wajah Christine sangat mirip dengan Asley, perbedaannya hanya pada bentuk rambut.
Ide
kisahnya lumayan berbeda dengan kisah pada umumnya. Pesan moral untuk tidak melakukan perundungan sangat cocok dengan kondisi saat ini. Dimana acap kali orang yang berbeda sering merasa tertekan karena perlakuan tidak ramah lingkungan sekitar.
Bagian tentang bagaimana seseorang harus berusaha untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, bukan dengan bersekutu dengan iblis memang topik yang bisa dikembangkan dengan luas. Namun jika diolah dengan bentuk cerita seperti ini, seperti terlalu berat untuk anak usia 15 tahun keatas. Padahal membaca tulisan yang tertera di bagian belakang buku, kisah ini ditujukan untuk pembaca remaja usia 15 tahun keatas.
Bagian tentang bagaimana seseorang harus berusaha untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, bukan dengan bersekutu dengan iblis memang topik yang bisa dikembangkan dengan luas. Namun jika diolah dengan bentuk cerita seperti ini, seperti terlalu berat untuk anak usia 15 tahun keatas. Padahal membaca tulisan yang tertera di bagian belakang buku, kisah ini ditujukan untuk pembaca remaja usia 15 tahun keatas.
Uraian perihal ritual yang dilakukan secara menakutkan juga tidak tepat untuk
anak usia remaja yang umumnya masih labil. Terutama sekali karena ada unsur kekerasan di sana. Tentunya kita tidak
ingin ada hal-hal menakutkan yang timbul akibat membaca kisah ini bukan?
Sebaiknya penulis kelak lebih bijaksana dalam menampilkan adegan yang
mengandung unsur kekerasan.
Ada
beberapa hal yang membuat saya penasaran. Misalnya mengenai sarung tangan merah
yang dipakai Ashley. Mengapa tidak sejak dahulu kedua orang tuanya memasangkan
sarung tangan? Dengan demikian tak ada orang yang bisa menyebutnya sebagai anak
iblis. Kenapa harus memunggu sekian lama?
Jika
sarung tangan dimanfaatkan untuk menutupi tangan Ashley, sepertinya masih
banyak cara yang bisa dilakukan, maksud saya selain urusan sarung tangan.
Jika penulis menganggap di Giethoorn cuacana dingin sehingga wajar
jika ada seseorang yang selalu memakai sarung tangan, sementara di Lindenhurst
sarung tangan dianggap aneh, penulis bisa menyiasati dengan mempergunakan baju
hangat, manset, dan lainnya. Harus ada penjelasan yang spesifik kenapa
baru dipasangkan sarung tangan setelah sekian lama.
Oh ya, penulis mungkin bisa lebih memberikan petunjuk di mana sebenarnya lokasi kedua kota yang sering disebut dalam kisah. Pada suatu bagian, penulis hanya menyinggung tentang kemampuan berbahasa Belanda. Maka saya asumsikan bahwa setting kisah ini adalah ota di Belanda. Tentunya akan lebih berguna bagi pembaca jika informasi tersebut ditambahkan langsung.
Seperti
umumnya kisah dengan unsur horor dan mistis, ada peran tokoh agama yang menyelesaikan
seluruh permasalahan. Dalam kisah ini seorang Pastor diberikan peran
sebagai perantara. Bagian ini berkesan asal saja sebagai pelengkap kisah.
Padahal bagaimana upaya Pastor tersebut mengembalikan dua tokoh
yang dianggap terperangkap di alam lain bisa diolah menjadi bagian yang lebih
menarik lagi. Penulis sepertinya terlalu asyik merancang konflik rumit,
namun akhirnya berkesan tanggung
Kemudian pada akhir kisah, saya tak menemukan bagian yang menyebutkan tentang perubahan kondisi tangan Asley. Maka saya asumsikan tetap seperti semula. Artinya kutukan tetap tak bisa hilang. Hal ini menjadi kontras, karena pada awal kisah pembaca seakan digiring untuk mengira bahwa seharusnya semua berakhir dengan indah. Atau saya yang kurang teliti membaca, meski sudah mengulang beberapa bagian belakang hingga tiga kali, entahlah.
Kecintaan
penulis pada buku, tergambar pada adegan yang ada di halaman 26, "Pandangan
Asley menyapa ruangan berdinding buku-tepatnya dinding-dinding yang nyaris
tertutup lemari buku. Segala buku ada di sini.... Tidak diketahui berapa
jumlahnya. Namun diperkirakan sekitar setengah juta lebih buku berjajar di atas."
Hem, bagaimana bisa tahu jumlahnya sekitar setengah juta lebih buku? Kata "sekitar" memang bisa bermakna banyak. Tapi bisa menyebutkan setengah juta tentunya harus ada dasar yang jelas. Jika tujuannya sekedar untuk memberikan kesan banyak, tentunya kurang tepat/ malah berkesan berlebihan. Sebaiknay dipakai kata yang lain.
Sebenarnya secara garis besar, kekurangan pada buku ini hanyalah hal-hal kecil yang bisa dilengkapi. Jika penulis lebih teliti, tentunya hal-hal tersebut tidak harus terjadi. Belum lagi ada beberapa kesalahan teknis seperti salah ketik yang harusnya tak ada. Peran editor sangat diperlu ditingkatkan jika buku ini cetak ulang kelak.
Lumayan menghibur.
Lumayan menghibur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar