Judul asli: The Bliss
Bakery #4: Magic by the mouthful
Penulis: Kathryn
Littlewood
Penerjemah: Yuke Ratna
Permatasari
Penyunting: Yuli Pritania
ISBN: 9786023852819
Halaman: 344
Cetakan: Pertama-2018
Penerbit: Noura Books
Harga; Rp 79.000
Rating: 3.5/5
Setiap kali orang tahu
mengenai apa yang bisa dilakukan oleh keluarga Bliss, mereka mencoba untuk
memutarbalikkan sihir dan menggunakannya untuk mendapatkan kekuasaan.
Magic by the mouthful ~ hal
131
Akhirnya!
Begitu melihat ada pemesanan awal untuk buku ini, langsung semangat melakukan transaksi dan tak sabar menunggu buku datang. Setelah menunggu selama
tiga tahun, pembaca di tanah air bisa menikmati buku keempat dari serial
Bliss ini. Informasi lebih jauh mengenai buku ini bisa disimak di www.nourabooks.co.id
Meski masih ingat dengan garis besar kisah yang terdahulu,
saya tetap merasa perlu membaca ulang review ketiga buku sebelumnya agar lebih
mendapatkan benang merah kisah. Oh ya sekedar berbagi,
review buku pertama masih menggunakan fasilitas catatan di FB, bisa dilihat di sini. sementara buku kedua sudah ada di blog. Untuk buku ketiga, silahkan meluncur ke sini.
Hidup keluarga Bliss
sepertinya tak pernah bisa setenang dahulu, apalagi Bibi Lily masih bebas
berkeliaran. Setiap saat mereka harus waspada. Entah hal buruk apa lagi yang ia
dan Asosiasi Internasional Penggilas Adonan rencanakan.
Meski sudah waspada, mereka
ternyata masih kecolongan juga. Sebuah bahan spesial telah hilang dari tempat
penyimpanan keluarga Bliss. Tak ada yang tahu apa yang sudah dimakan Leigh hingga ia begitu
saja menuruti instruksi untuk mengirim Larutan Venus kepada orang tak dikenal. Tersangka utama sudah jelas siapa!
Sungguh situasi yang
berbahaya! Setetes larutan saja mampu membuat seseorang mengikuti instruksi
yang diberikan dengan sukarela, menjadi seolah-olah budaknya. Bayangkan
bencana menakutkan seperti apa yang bisa timbul akibat hilangnya setoples
larutan!
Penyelidikan singkat
membuktikan bahwa memang benar Bibi Lily dan Count Caruso dari Asosiasi
Internasional Penggilas Adonan, adalah dalang dari hilangnya bahan tersebut. Keduanya ingin memperbudak para pemimpin negara peserta konvensi Dewan
Kerja Sama Kuliner Internasional dengan cara memberikan Kue Alaska yang
sudah ditetesi
Sesuai dengan namanya,
Dewan Kerja Sama Kuliner Internasional berupaya menyatukan para pemimpin dari
seluruh dunia untuk membahas cara-cara untuk memerangi masalah kesehatan
melalui pertukaran budaya dan rahasia kuliner. Slogan pertemuannya saja
"DKSKI: Memecahkan Permasalahan Dunia Dengan Menyantapnya". Pahamkan
pentingnya pertemuan itu.
Misi mengambil bahan dan
menggagalkan upaya tersebut menjadi misi yang semakin berbahaya. Alih-alih
membawa bahan kembali, kedua orang tua keluarga Bliss malah tertangkap.
Anak-anak keluarga Bliss harus segera bertindak demi keamanan dunia.
Situasi makin pelik terkait
Devin-cowok yang ditaksir Rose. Seorang Rose Bliss memang Master
Pembuat Kue, tapi ia juga seorang gadis remaja berusia 13 tahun yang sedang
puber. Ia harus memutar otak agar bisa menjaga rahasia keluarga Bliss,
dilain sisi ia juga membutuhkan bantuan Devin untuk misi kali ini.
Tidak bermaksud merendahkan
kemampuan Ty, Rose, Devin Sage, dan Leigh, tetap saja rasanya tidak adil
membuat mereka harua menanggung nasib dunia. Ditambah dengan musuh yang umumnya
adalah orang dewasa yang kejam, seakan sedang terjadi perundungan terhadap anak-anak tersebut.
Meski bertema makanan, buku
ini juga mengajarkan banyak pesan moral bagi pembacanya. Salah satunya perihal
ketenaran.Ternyata menjadi terkenal bukanlah sesuatu yang selalu membahagiakan,
setidaknya itu yang terjadi terhadap salah seorang anggota kelurga Bliss.
Seperti yang tertera pada
halaman 181, "Karena aku ingin menjadi terkenal. Tapi, ketika aku mendapat
ketenaran, aku masih merasa hampa. Dan, aku menyadari, bahwa semua yang
kuinginkan, adalah merasakan seseorang-siapa pun-memedulikanku".
Bagian yang mengisahkan tentang keluarga Bliss
menyusun bahan spesialnya dengan mempergunakan klasifikasi, membuat saya membayangkan susunan buku di perpustakaan, meski mekanismenya berbeda. Menurut keluarga Bliss, bahan-bahan yang didapatkan dari mitos dan legenda kuno diletakkan pada nomor 350-400. Sementara untuk jenis buku ini, menurut pustakawan teman saya, ada pada kelas 200.
Urusan kekinian juga ada
dalam buku ini. Sebagai contoh, pada halaman 113 disebutkan bahwa Ty merupakan
satu-satunya yang diperbolehkan memiliki ponsel. Rupanya walau hidup di zaman
moderen, kedua orang tua mereka tetap merasa ponsel bukanlah kebutuhan utama
bagi anak-anak. Selanjutnya unsur kekinian ada di halaman 297, disebutkan mengenai Twitter serta tagar.
Sering kali saya sampaikan, dan untuk kesekian kalinya setelah membaca buku ini saya akan mengatakan LAGI, "Keluarga Bliss membuat memasak seolah-olah sebuah kegiatan yang sangat mudah dan menyenangkan. Bahkan bagi saya yang tak bisa memasak, membuat kue menjadi suatu kegiatan yang sederhana dan mudah namun berefek besar."
Oh ya, untuk alih bahasa dalam buku ini sepertinya berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Meski demikian, saya tidak menemukan gaya yang lumayan berbeda. Seakan proses alih bahasa dilakukan oleh orang yang sama. Kisah ini berhasil diterjemahkan secara konsisten.
Secara keseluruhan kisah dalam buku ini cukup bisa dinikmati. Baik dari sisi kisah yang mengandung unsur hiburan dan pendidikan, maupun dari cara bercerita. Penulis sepertinya cukup konstan menggambarkan karakter para tokoh. Kalau pun ada perkembangan, itu pun karena faktor usia tokoh yang juga dibuat bertambah seiring waktu. Sebuah perubahan yang wajar.
Secara keseluruhan kisah dalam buku ini cukup bisa dinikmati. Baik dari sisi kisah yang mengandung unsur hiburan dan pendidikan, maupun dari cara bercerita. Penulis sepertinya cukup konstan menggambarkan karakter para tokoh. Kalau pun ada perkembangan, itu pun karena faktor usia tokoh yang juga dibuat bertambah seiring waktu. Sebuah perubahan yang wajar.
Dalam kisah kali ini, sosok Rose tidak ditampilkan menjadi seorang yang superior dan mendominasi kisah. Minimal tak seperti buku ketiga. Tokoh yang lain juga mendapatkan "Panggung" dengan porsi yang nyaris berimbang. Rose bahkan cenderung bertindak sebagai penyelaras peran antar para tokoh.
Makin penasaran dengan kisah pamungkas. Apalagi bagian akhir buku ini ditutup dengan
adengan yang mengingatkan saya akan film Bird dari Alfred Hitchcock. Buat yang penasaran, silakan menikmati di tautan berikut.
https://www.goodreads.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar