Judul asli: Petang Panjang Di Central Park
Penulis: Bondan Winarno
Penyunting: Teguh Afandi
ISBN: 9786023851874
Halaman: 360
cetakan: Pertama-Desember 2016
Penerbit: Noura Books
Harga: Rp 59.000
Rating: 3.5/5
Selain kata yang sering beliau ucapkan, maknyos, saya tidak bisa menemukan ungkapan yang pas untuk buku ini.
Semula, dua puluh lima cerpen pilihan dalam buku ini diterbitkan dengan judul Pada Sebuah Beranda secara swadaya. Buku yang dibuat untuk dibagikan sebagai hadiah saat ulang tahun ke-55 (biasanya yang ulang tahun yang diberi kado), juga untuk memberitahu kepada khalayak luas bahwa seorang Bondan Winarno sebenarnya adalah seorang penulis. Betul juga, selama ini saya justru tahunya bahwa seorang Bondan Winarno adalah seorang pakar kuliner.
Campur tangan seorang Teguh Afandi yang membuat buku ini bisa berada dalam rak buku saya. Selera penikmat kata ini memang tak perlu diragukan lagi. Pasti ada sesuatu yang istimewa sehingga ia mau merekomendasikan buku ini untuk diterbitkan secara umum. Kalau ada pembaca yang tidak bisa menikmatinya, mungkin hanya karena selera yang berbeda saja, belum jodoh dengan buku ini.
Jika diperhatikan dengan seksama, penulis membuat suatu hal sederhana atau peristiwa biasa menjadi sesuatu yang berbeda. Mungkin, maknanya sama jika dikatakan bahwa setiap kok bisa membuat nasi goreng, tapi di tangan Bondan rasa nasi goreng menjadi berbeda.
Plus, penulis sering mempergunakan aneka kata unik dalam karyanya. Ketika membaca sebuah kisah, saya selalu penasaran apakah saya akan menemukan kata nyeleneh lagi dalam kisah ini. Misalnya kalimat yang ada di halaman 55, "Aku menjemba peti uangku." Halaman 190, "...selapik seketiduran dengan Kim Hong." Lalu, "Dijembanya cangkir kopi itu dan menghirupnya panas-panas." Jangan ketinggalan kalimat berikut yang ada di halaman 211, "Bibirnya menjap-menjap, membuatku makin gemas." Kata-kata tersebut membuat kalimat menjadi lebih terasa gregetnya.
Kisah Lenso Mera dan Lenso Putih membuat saya merasa sesak. Perbedaan haruskah menjadi sebuah alasan untuk permusuhan? Bukankah perbedaan justru membuat kehidupan berwarna. Kisah ini sepertinya belum pernah dipublikasikan. Padahal kisahnya sangat cocok dengan kondisi belakangan ini. Semoga yang membacanya merasa tersentuh dan menjadikan perbedaan sebagai bumbu dalam kehidupan.
Pada cerita Ulang Tahun Nyonya Besar, pembaca akan diajak menikmati sebuah kisah tentang seorang ibu yang menunggu kehadiran anak-cucu pada ulang tahunnya. Kisah ini mengajak pembaca untuk lebih berhati-hati bersikap. karena tanpa sengaja bisa saja peruatan kita membaw dampak buruk pada anak. Setia pada pasangan juga merupakan hal yang diusung pada kisah ini.
Zaman mungkin berubah, tapi yang namanya rasa serakah akan tetap ada tanpa kenal saudara. Demikianlah hal yang menjadi topik kisah Sebuah Rumah Berdinding Batu Di Kalipasar. Bahkan saudara bisa menjadi musuh terbesar jika terkait harta, demikianlah nasib Kolenal Purnawirawan Omar Sadikin. Niatnya membantu sang adik dengan meminjamkan rumah yang tak ditinggali selama ia bertugas justru membuatnya kehilangan rumah tersebut. Rumah di jalan Kalipasir justru diserobot adik tak tahu diri dan membuatnya menjadi tertakwa. Pemilik yang dituduh mencuri!
Favorit saya justru pada kisah Rudy Dan Kami. Tokoh utama kisah ini adalah Aku seorang manajer giliran malam, Jennifer staf coffee shop, dan Rudy tukang masak giliran pagi. Rutinitas saling menyapa setiap pagi berubah ketika salah satu dari mereka terkena PHK. Satu terkena, selanjutnya dua menyusul seiring dengan kondisi keuangan hotel tempat mereka bekerja yang mulai menurun. Mereka sepakat untuk berusaha bersama demi menyambung hidup. Sebuah persahabatan yang unik. Kadang, sahabat justru orang yang tak pernah kita kira.
Melalui buku ini, saya diajak berjalan-jalan ke berbagai tempat yang tak pernah saya bayangkan. Bertemu dengan aneka macam orang dan menyaksikan berbagai peristiwa. Ikut merasa bahagia, sedih, marah, jatuh cinta, putus asa, takut dan lainnya. Paket komplit!
Pada kover belakang, saya seakan dejavu melihat semacam ikon berbentuk aneka siluet bangunan di kover belakang bagian atas. Bukankah ikon itu yang sering ada di buku-buku metropop? Sepertinya bukan, hanya mirip saja he he he
Central Park yang menjadi bagian dalam judul buku ini adalah sebuah taman umum di Manhattan, New York City. Dengan luas sebesar 3,41 km², taman ini menjadi taman paling banyak didatangi orang di Amerika Serikat serta salah satu taman terkenal di dunia. Perancang taman ini adalah duet Frederick Law Olmsted dan Calvert Vaux.
Mari dimaem dibaca dan dinikmati.
Sumber gambar:
http://www.pirasi.com/
Penulis: Bondan Winarno
Penyunting: Teguh Afandi
ISBN: 9786023851874
Halaman: 360
cetakan: Pertama-Desember 2016
Penerbit: Noura Books
Harga: Rp 59.000
Rating: 3.5/5
Selain kata yang sering beliau ucapkan, maknyos, saya tidak bisa menemukan ungkapan yang pas untuk buku ini.
Semula, dua puluh lima cerpen pilihan dalam buku ini diterbitkan dengan judul Pada Sebuah Beranda secara swadaya. Buku yang dibuat untuk dibagikan sebagai hadiah saat ulang tahun ke-55 (biasanya yang ulang tahun yang diberi kado), juga untuk memberitahu kepada khalayak luas bahwa seorang Bondan Winarno sebenarnya adalah seorang penulis. Betul juga, selama ini saya justru tahunya bahwa seorang Bondan Winarno adalah seorang pakar kuliner.
Campur tangan seorang Teguh Afandi yang membuat buku ini bisa berada dalam rak buku saya. Selera penikmat kata ini memang tak perlu diragukan lagi. Pasti ada sesuatu yang istimewa sehingga ia mau merekomendasikan buku ini untuk diterbitkan secara umum. Kalau ada pembaca yang tidak bisa menikmatinya, mungkin hanya karena selera yang berbeda saja, belum jodoh dengan buku ini.
Jika diperhatikan dengan seksama, penulis membuat suatu hal sederhana atau peristiwa biasa menjadi sesuatu yang berbeda. Mungkin, maknanya sama jika dikatakan bahwa setiap kok bisa membuat nasi goreng, tapi di tangan Bondan rasa nasi goreng menjadi berbeda.
Plus, penulis sering mempergunakan aneka kata unik dalam karyanya. Ketika membaca sebuah kisah, saya selalu penasaran apakah saya akan menemukan kata nyeleneh lagi dalam kisah ini. Misalnya kalimat yang ada di halaman 55, "Aku menjemba peti uangku." Halaman 190, "...selapik seketiduran dengan Kim Hong." Lalu, "Dijembanya cangkir kopi itu dan menghirupnya panas-panas." Jangan ketinggalan kalimat berikut yang ada di halaman 211, "Bibirnya menjap-menjap, membuatku makin gemas." Kata-kata tersebut membuat kalimat menjadi lebih terasa gregetnya.
Kisah Lenso Mera dan Lenso Putih membuat saya merasa sesak. Perbedaan haruskah menjadi sebuah alasan untuk permusuhan? Bukankah perbedaan justru membuat kehidupan berwarna. Kisah ini sepertinya belum pernah dipublikasikan. Padahal kisahnya sangat cocok dengan kondisi belakangan ini. Semoga yang membacanya merasa tersentuh dan menjadikan perbedaan sebagai bumbu dalam kehidupan.
Pada cerita Ulang Tahun Nyonya Besar, pembaca akan diajak menikmati sebuah kisah tentang seorang ibu yang menunggu kehadiran anak-cucu pada ulang tahunnya. Kisah ini mengajak pembaca untuk lebih berhati-hati bersikap. karena tanpa sengaja bisa saja peruatan kita membaw dampak buruk pada anak. Setia pada pasangan juga merupakan hal yang diusung pada kisah ini.
http://www.pirasi.com/ |
Zaman mungkin berubah, tapi yang namanya rasa serakah akan tetap ada tanpa kenal saudara. Demikianlah hal yang menjadi topik kisah Sebuah Rumah Berdinding Batu Di Kalipasar. Bahkan saudara bisa menjadi musuh terbesar jika terkait harta, demikianlah nasib Kolenal Purnawirawan Omar Sadikin. Niatnya membantu sang adik dengan meminjamkan rumah yang tak ditinggali selama ia bertugas justru membuatnya kehilangan rumah tersebut. Rumah di jalan Kalipasir justru diserobot adik tak tahu diri dan membuatnya menjadi tertakwa. Pemilik yang dituduh mencuri!
Favorit saya justru pada kisah Rudy Dan Kami. Tokoh utama kisah ini adalah Aku seorang manajer giliran malam, Jennifer staf coffee shop, dan Rudy tukang masak giliran pagi. Rutinitas saling menyapa setiap pagi berubah ketika salah satu dari mereka terkena PHK. Satu terkena, selanjutnya dua menyusul seiring dengan kondisi keuangan hotel tempat mereka bekerja yang mulai menurun. Mereka sepakat untuk berusaha bersama demi menyambung hidup. Sebuah persahabatan yang unik. Kadang, sahabat justru orang yang tak pernah kita kira.
Melalui buku ini, saya diajak berjalan-jalan ke berbagai tempat yang tak pernah saya bayangkan. Bertemu dengan aneka macam orang dan menyaksikan berbagai peristiwa. Ikut merasa bahagia, sedih, marah, jatuh cinta, putus asa, takut dan lainnya. Paket komplit!
Pada kover belakang, saya seakan dejavu melihat semacam ikon berbentuk aneka siluet bangunan di kover belakang bagian atas. Bukankah ikon itu yang sering ada di buku-buku metropop? Sepertinya bukan, hanya mirip saja he he he
Central Park yang menjadi bagian dalam judul buku ini adalah sebuah taman umum di Manhattan, New York City. Dengan luas sebesar 3,41 km², taman ini menjadi taman paling banyak didatangi orang di Amerika Serikat serta salah satu taman terkenal di dunia. Perancang taman ini adalah duet Frederick Law Olmsted dan Calvert Vaux.
Sumber gambar:
http://www.pirasi.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar