Buku ini "merepotkan
saya"
Saya dan banyak pihak
tepatnya, plus si penulis. Bayangkan buku ini kembali ke penulis yang mengirim
dengan catatan nama tidak dikenal! Weh....! Yang benar saja! Selama ini
paket-paket untuk saya selalu sampai dengan baik dan benar bahkan yang dari
luar negeri. Penulis terpaksa harus mengirim ulang diantara kesibukan pelatihannya.
Juga menunggu redanya hujan siang hari-hari ^_^. Akhirnya Rabu, 20 Januari 2015
buku ini berhasil mendarat di meja saya. Letihkah bolak-balik
Pontianak-Depok?
Selanjutnya, saat membaca
hingga halaman 20 saya kembali "repot" dengan buku ini. Ada hal yang
sangat mengganggu saya. Celakanya, hal seperti itu bisa merusak seluruh
penilaian saya terhadap isi buku. Saat saya cerita ke yayang, jawabannya
bisa ditebak. Namanya juga fiksi, boleh berbeda. Ih..., fiksi memang bisa
dibuat apa saja, tapi ya harus tetap sesuai dengan nalar apalagi jika terkait
sebuah profesi. Agar tidak salah, saya mencoba konsultasi dengan banyak pihak
terkait. Duh, maafkan saya yang jadi super kepo mas penulis. Tapi ini
demi dunia perbukuan kita *uhui*
Untuk yang belum tahu,
buku ini sudah ada di GRI dan sudah mendapat bintang yang lumayan tinggi.
Silahkan dibaca jika ingin tahu sinopsisnya. Link
GRI di sini. Situs penjualan buku ol dunia juga sudah menjual buku ini
seharga $ 8.00.
Saya mungkin berbeda
dengan mereka. Apa yang saya tulis adalah apa yang saya rasakan. Sederhana
saja. Dan secara personal saya tidak punya masalah dengan si penulis. Hubungan
pertemanan kami cukup baik, makanya saya termasuk yang pertama memesan buku
ini.
Dan karena pertemanan itu
juga, saya tidak akan sungkan mengatakan bahwa buku ini jauh dari harapan saya.
Semula saya mengharapkan membaca sebuah kisah detektif yang seru, dengan logika
dan penjabaran yang ok.
Kisah ini dibuka dengan
memberikan latar belakang kehidupan tokoh utama, Elang sang pelukis.
Tokoh Elang yang
digambarkan memiliki kekasih gelap, menawarkan nuansa yang lain. Biasanya tokoh
dalam sebuah kisah digambarkan sebagai sosok yang sempurna oleh penulisnya.
Elang, justru berbeda. Ia digambarkan sebagai manusia utuh dengan kelebihan
minus kekurangan. Saya langsung bersemangat melewati bagian ini, merasa kisah
ini akan berbeda dengan kisah lainnya.
Selanjutnya, saya
dimanjakan dengan pandainya penulis mengisahkan tentang Elang dan kekasih
gelapnya, kepandaian Elang mengamati banyak hal serta larisnya karya Elang.
Membaca tentang Elang dan Irin membuat saya teringat sebuah lagu lawas.
Namun menginjak eh membaca
halaman 20 saya langsung terkena serangan tidak nyaman yang luar biasa ketika
membaca kalimat, "Matanya terhenti pada sebuah kiriman tautan dari
temannya bernama Effendi Radaya, tentang peristiwa bunuh diri itu. Effendi
menuliskan di atas tautan itu: Sayang sekali, kasus ini masih menjadi
misteri. Saya masih belum percaya, pengarang ini gantung diri tanpa sebab
eksternal. Ia merenung sejenak...." Sudah bisa mengira-ngira kenapa
saya terkena serangan?
Belum juga? Selanjutnya di
halaman yang sama tertulis, " .... Oh ya, saya tertarik dengan berita
bunuh diri yang baru Bapak bagikan. Apakah kita bisa mengobrolkannya? Kebetulan
saya sedang berada di Singkawang."
Baiklah kalau tidak merasa
ada yang janggal. Buat saya seorang polisi yang membuat status di sosmed bukan
hal yang salah atau aneh. Tapi menjadi aneh karena ia membagikan sebuah kasus
dan menyebutkan keraguan tentang kasus yang sedang diselidiki. Bukankah ini
bisa menggiring opini publik pada sebuah kasus? Juga membuat penyelidikan bisa
jadi terhambat karena si pelaku (jika memang ada tindak kejahatan) bisa
melakukan banyak hal guna mengamankan dirinya agar tidak tertangkap.
Jadi makin aneh karena
baik Elang maupun Effendi Radaya sebenarnya sudah berteman di FB selama
setahun tapi tidak pernah saling sapa. Mendadak Elang mengirim pesan mengajak
"mengobrolkan" kasus itu. Obrolan memang tidak ada yang melarang tapi
bukankan ada kode etik yang melarang polisi membicarakan kasus?
Saya bertanya pada
beberapa orang yang sangat kompeten perihal pekerjaan polisi. Menurut mereka,
kasus yang masih dalam penyelidikan tidak boleh diungkap ke publik. Termasuk
informasi yang dikecualikan untuk dipublikasikan. Karena apabila dipublikasikan
bisa mengganggu atau menghambat penyelidikan. Kasus hanya boleh diungkap dengan
wawancara resmi dengan wartawan atau konferensi pers. Bukan polisi penyidik
secara individual nyetatus di FB. Sebelum diungkap ke publik juga ada
proses yang namanya uji konsekuensi . Salah seorang rekan malah mengirim
pasal-pasal terkait pertanyaan saya. Waduh....! Maaf merepotkan kalian ya.
Baiklah, mungkin ada yang
menganggap saya terlalu mengada-ngada hanya karena hal itu. Toh mereka hanya
ngobrol sekedar, biasakan polisi bikin status, masyarakat bisa kok bantu
polisi. Tapi bagaimana yang tercantum di halaman 37? Sebenarnya dimulai dari
halaman 26 saya kembali terkena serangan.
Pada halaman 26 disebutkan
bahwa Effendi bertemu dengan Inspektur Agung Prasetyo penyelidik kasus kematian
Gagak Hitam yang diminati Elang. Si Inspektur tertarik untuk berkenalan. Maka
Effendi menjemput Elang untuk diajak ke kantor polisi.
Tidak ada yang salah jika
mereka berkenalan. Siapa saja boleh berkenalan dengan polisi khan. Tapi jadi
makin ngawur ketika Agung menyodorkan foto-foto dari TKP kepada Elang. Mereka
bahkan mendiskusi foto tersebut layaknya sepasang polisi mendiskusikan sebuah
kasus.
Makin terkena serangan
saya ketika Inspektur Agung mengatakan, "Yuk, kita ke rumah kos itu."
Artinya ia mengajak Elang ke TKP. Lalu
di halaman 43 tertulis, "tadi kau sudah dapat identitas baru: kalau ditanyai,
namamu Brigadir Yono" Pingsan dengan cantik saya.
Kesimpulan yang saya
peroleh sejauh ini adalah Elang membaca
tautan seorang polisi-teman FB yang selama setahun tidak pernah saling
menyapa. Ia merasa tertarik lalu
mengajak bertemu untuk mendiskusikan kasus itu. Selanjutnya Elang malah
dikenalkan pada polisi yang bertugas untuk menyelidik kasus tersebut, Agung.
Inspektur Agung mendiskusi kasus yang ia selidiki dengan Elang-seorang warga
sipil biasa, termasuk memperlihatkan
foto-foto TKP. Merasa perlu mendapat informasi lebih lanjut Agung
mengajak Elang ke TKP dengan menyebutkan sebagai Brigadir Yono. Elang berubah
menjadi polisi guna membantu penyelidikan Agung.
Dan saya menghentikan
membaca pada halaman 53.
Ini memang kisah fiksi
dewasa, tapi tetap saya merasa tidak sreg. Mungkinkan begitu di kehidupan
nyata? Mungkinkah cara kerja polisi seperti itu? narasumber saya jelas
menyangkalnya.
Mendadak saya jadi
teringat pada sosok Hercule Poirot dan Kapten Arthur
Hastings. Mereka bekerja sama guna memecahkan sebuah masalah.
Kadang, justru Inspektur Japp yang membeberkan sebuah kasus pada Poirot guna
mendapat saran-saran. Seringnya Poirot justru melakukan penyelidikan sendiri
dengan gaya uniknya lalu menyampaikan hasil penyelidikannya pada si
Inspektur.Mungkinkah penulis ingin seperti itu? Seorang warga sipil biasa
membantu kerja polisi.
Dalam buku S.Mara Gd kita
akan menikmati kisah pasangan polisi Kapten Kosasih dan Gozali dalam
menyelesaikan sebuah kasus. Gozali mantan pencuri dengan prinsip tidak boleh
melukai korban. Dikisahkan juga butuh waktu sehingga Gozali bisa dijadikan
semacam bantuan bagi pihak kepolisian.
Atau kisah Pulung yang
memiliki paman polisi hingga ia bisa mendapat banyak kemudahan saat melakukan
penyelidikan. Tapi jangan lupa, Pulung juga sering dimarahi oleh pamannya
karena dianggap mengganggu penyelidikan.
Elang dan Agung baru
bertemu. Bagaimana bisa Agung begitu percaya pada Elang? Kenapa ia bisa
membeberkan kasus yang masih dalam penyelidikan? Bahkan menugaskan Elang untuk
melakukan pekerjaan polisi dengan mengakuinya sebagai polisi. Sebegitu putus
asakah Agung dalam bertugas? Sebegitu lebai-kah Effendi sehingga membuat status
seperti itu? Elang menjadi pahlawan sementara kedua polisi menjadi pelengkap
penderita dengan banyak hal yang tidak masuk akal.
Saya berhenti saja.
Sebelum makin banyak
serangan yang datang bertubi-tubi. Padahal sepertinya kisahnya mulai seru.
Ada yang menyarankan saya untuk menikmati saja kisahnya tanpa mempertimbangkan banyak hal. Ternyata susah sekali.
Buku ini, mungkin bukan untuk saya.
"Saya sudah melepas buku itu ke pembaca, saya merasa tidak perlu menyanggah atau "membela" karya saya, biar pembaca yang sepenuhnya menilai. Kritik saya terima dengan lapang dada. smile emoticon"
BalasHapusKomen penulis yang patut diacungi jempol!!!
Semoga kita berjodoh dibuku yang lain yaaa Sidik Nugroho
kunjungi web kami www.rajaplastikindonesia.com
BalasHapusCP 021 2287 7764 / 0838 9838 6891 (wa) / 0852 8774 4779 pin bbm 5CFD83E7