Judul asli: Dunia Anna
Penulis: Jostein Gaarder
Penerjemah: Irwan Syahrir
Penyunting: Esti A. Budihabsari
Proofreader: Ine Ufiyatiputri
Desainer Sampul: Andreas Kusumahadi
ISBN: 978-979-433-842-1
Halaman: 245
Penerbit: Mizan
Harga: Rp 45.000
Saya khawatir akan perubahan iklim yang diakibatkan oleh ulah manusia.Saya takut kalau kita yang hidup ini mempertaruhkan iklim dan lingkungan bumi ini tanpa memerdulikan generasi selanjutnya.
(Dunia Anna hal 21)
Pernah ke Kebun Binatang? Atau malah memiliki binatang peliharaan di rumah? Bersyukurlah jika demikian. Terbayangkan menyedihkannya jika suatu saat ketika kita mengunjungi kebun Binatang, yang kita temui bukanlah binatang seperti yang sekarang kita lihat.
Di The International Zoological Park semua binatang yang ada adalah hologram versi paling mutakhir, dengan demikian tidak ada darah dan daging. Yang ada hanyalah virtual. Memelihara binatang juga menjadi hal yang nyaris tak mungkin mengingat jumlahnya kian menipis. Bahkan tokoh kita Nova sudah menggunakan aplikasi Lost Species yang menampilkan kabar terkini mengenai punahnya spesies flora dan fauna.
Menyeramkan? Mungkin tapi begitulah situasi yang bisa saja terjadi kelak, Bayangkan bagaimana perasaan kita jika Lost Species berdering memberitahu tentang punahnya suatu fauna, lalu tak lama kembali memberitahu kepunahan fauna di bagian bumi yang lain. Bukan khabar yang saya ingin dengar.
Sebagai pemerhati lingkungan hidup, sekali lagi Jostein Gaarder dengan caranya yang unik mengajak kita ikut berpartisipasi dalam melindungi dan merawat Bumi agar kelak tetap layak dihuni dan bermanfaat bagi keturunan kita. Bahkan orang utan berambut merah dari Kalimantan dan Sumatra juga mendapat perhatian khusus dalam buku ini
Buku ini mengisahkan tentang seorang anak perempuan bernama Nova yang menemukan surat yang ditulis oleh nenek moyangnya, Anna pada 11.12.12, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-16. Saat itu adalah 11.12.82, nyaris 70 tahun yang lalu. Kebetulan sekali Nova juga akan merayakan ulang tahun ke-16 pada 12.12.82.
Surat tersebut menjawab berbagai keresahan yang dialaminya tekait dengan kondisi Bumi saat itu. Laut Arkatik terlihat biru berkilauan terkena sinar matahari, tak ada sedikit pun es di kutub. Sementara di kawasan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia sebagian besar pulau karangnya telah tenggelam, seluruh negara di atasnya telah hanyut. Kawasan hutan Amazon menjadi padang rumput terbesar di dunia.
Ternyata nenek buyut Nova juga sudah menunjukkan rasa khawatirnya akan kondisi Bumi. Berdua mereka ingin mengubah keadaan menjadi lebih baik. Anna ingin membuat Bumi menjadi tempat tinggal yang layak bagi keturunannya, sementara Nova ingin terus menjaga apa yang diwariskan oleh sang nenek buyut dan terus mengibarkan semangat mencintai Bumi. Salah satu caranya adalah memberikan kesempatan kedua bagi umat manusia agar lebih bisa menghargai Bumi. Melalui cincin rubi merah warisan keluarga, diharapkan apa yang mereka impikan menjadi kenyataan. Apalagi konon cincin tersebut bukanlah cincin biasa.
Membaca buku ini membuat saya was-was. Bayangkan bagaimana jika suatu saat kelak keturunan saya bertanya seperti apakah bentuk hewan yang bernama Jerapah, bagaimana rasanya memelihara Hamster. Atau bagaimana caranya mencampur tanah, kompos dan pupuk untuk memanam tanaman dalam pot. Jostein Gaarder membuat saya merasa akan mendapat pertanyaan seperti itu kelak.
Selain urusan kelestarian lingkungan yang pasti membuat siapa pun yang membaca bakalan merinding melalui kisah keresahan Anna dan Nova, tapi kita juga akan mendapat banyak pengetahuan yang diberikan dengan uraian kata yang mudah dipahami. Pelajaran filsafat semesta diberikan dengan lugas. Contohnya mengenai prinsip resiprositas.
Prinsip resiprositas memerlakukan orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan. Namun aturan ini tidak hanya menyangkut dimensi horizontal, yaitu kita dan orang lain. Tapi juga dimensi vertikal: Perlakukan generasi selanjutnya sebagaimana engkau telah diperlakukan oleh generasi sebelumnya.
Penulis juga menggambarkan tentang aneka kemajuan teknologi dalam buku ini. Hal ini menunjukkan bahwa bukan kemajuan teknologi yang harus dimusuhi namun bagaimana kita menggunakan dan memanfaatkan teknologi tersebut. Hal-hal yang dirasa penting dicetak dengan huruf yang berbeda sehingga pembaca bisa menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh penulis dengan cepat.
Seperti halnya sebuah kisah, urusan percintaan juga ada dalam buku ini. Porsinya ada hanya sebagai pelengkap saja. Meski begitu percintaan tokoh digambarkan santun. Pada halaman 46 misalnya, "Saat Jones terakhir menginap di situ, mereka terbangun di tengah malam oleh raungan sirene dari sejumlah mobil darurat...."
Bukan! Bukan seperti itu yang terjadi. Penulis sangat santun soal percintaan apalagi mengingat usia keduanya baru menginjak ABG. Simak kalimat selanjutnya sebagai bukti, "Anna dan Jonas tidak perlu saling membangunkan. Mereka malah hampir bertubrukan di lorong sebelum sama-sama turun tangga dan melongok ke luar."
Tapi hal tersebut justru agak aneh jika dibandingkan dengan kisah yang ada dibagian belakang. Disebutkan bahwa Nova bersahabat dengan salah satu anak dari bangsa Arab yang pernah ditolong keluarganya, bahkan mereka cenderung sudah menjadi sepasang kekasih. Namun jika membaca kalimat berikut di halaman 196, alis saya terangkat.
"Dia menggandeng tangan anak lelaki Arab yang sekarang sudah menjadi pria dewasa saat berjalan menyusuri kota. Mereka kini telah menjadi semacam kekasih atau mungkin sedang berpura-pura saja demikian." Urusan pemanasan global memang membuat khawatir dan bisa membuat kehidupan menjadi tidak tenang jika mengingat dampak kerusakannya. Tapi bukan berarti norma-norma yang berlaku bisa bergeser begitu saja. Dari info yang saya peroleh dari para sahabat, kehidupan bangsa Arab sangat santun. Mereka tidak akan begitu mudah menggandeng atau digandeng oleh lawan jenis. Hal ini berlaku dimana pun mereka tinggal. Mungkin penulis memiliki pandangan berbeda.
Pemanasan gobal atau gobal worming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, daratan laut Bumi. Selama 100 tahun terakhir suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Jostein Gaarder adalah penulis novel filsafat Sophie’s World, Dunia Sophie yang diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1996. Buku tersebut merupakan buku fiksi terlaris di dunia pada 1995. Sophie’s World telah diterjemahkan dalam 50 bahasa dunia.Pada tahun 1997, dia mendirikan Sophie Prize bersama istrinya, Siri Danneviq. Penghargaan internasional ini diberikan kepada perjuangan untuk pembangunan masyarakat dan pelestarian lingkungan, sebesar US$ 100,000, yang diberikan setiap tahun. Penghargaan ini dinamai sesuai dengan novelnya Dunia Sophie.
Menilik kover yang senada dengan buku fenomenal Dunia Sophie, mungkin penerbit mengharapkan buku ini akan menyusul kesuksesan "kakak-nya" Pembaca yang sudah mengenal Dunia Sophie akan langsung tertarik jika melihat buku ini diantara buku yang lain di toko buku. Apakah penerbit juga akan mengundang penulis bertandang kembali ke tanah air? Semoga.
Ada kalimat yang layak dijadikan renungan pada halaman 77. Mulai sekarang sebaiknya kita mulai melakukan hal kecil tapi bermanfaat guna menjaga agar Bumi tetap layak untuk diwariskan.
Sumber gambar:
http://sainskyu.blogspot.com/p/blog-page_9319.html
Penulis: Jostein Gaarder
Penerjemah: Irwan Syahrir
Penyunting: Esti A. Budihabsari
Proofreader: Ine Ufiyatiputri
Desainer Sampul: Andreas Kusumahadi
ISBN: 978-979-433-842-1
Halaman: 245
Penerbit: Mizan
Harga: Rp 45.000
Saya khawatir akan perubahan iklim yang diakibatkan oleh ulah manusia.Saya takut kalau kita yang hidup ini mempertaruhkan iklim dan lingkungan bumi ini tanpa memerdulikan generasi selanjutnya.
(Dunia Anna hal 21)
Pernah ke Kebun Binatang? Atau malah memiliki binatang peliharaan di rumah? Bersyukurlah jika demikian. Terbayangkan menyedihkannya jika suatu saat ketika kita mengunjungi kebun Binatang, yang kita temui bukanlah binatang seperti yang sekarang kita lihat.
Di The International Zoological Park semua binatang yang ada adalah hologram versi paling mutakhir, dengan demikian tidak ada darah dan daging. Yang ada hanyalah virtual. Memelihara binatang juga menjadi hal yang nyaris tak mungkin mengingat jumlahnya kian menipis. Bahkan tokoh kita Nova sudah menggunakan aplikasi Lost Species yang menampilkan kabar terkini mengenai punahnya spesies flora dan fauna.
Menyeramkan? Mungkin tapi begitulah situasi yang bisa saja terjadi kelak, Bayangkan bagaimana perasaan kita jika Lost Species berdering memberitahu tentang punahnya suatu fauna, lalu tak lama kembali memberitahu kepunahan fauna di bagian bumi yang lain. Bukan khabar yang saya ingin dengar.
Sebagai pemerhati lingkungan hidup, sekali lagi Jostein Gaarder dengan caranya yang unik mengajak kita ikut berpartisipasi dalam melindungi dan merawat Bumi agar kelak tetap layak dihuni dan bermanfaat bagi keturunan kita. Bahkan orang utan berambut merah dari Kalimantan dan Sumatra juga mendapat perhatian khusus dalam buku ini
Buku ini mengisahkan tentang seorang anak perempuan bernama Nova yang menemukan surat yang ditulis oleh nenek moyangnya, Anna pada 11.12.12, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-16. Saat itu adalah 11.12.82, nyaris 70 tahun yang lalu. Kebetulan sekali Nova juga akan merayakan ulang tahun ke-16 pada 12.12.82.
Surat tersebut menjawab berbagai keresahan yang dialaminya tekait dengan kondisi Bumi saat itu. Laut Arkatik terlihat biru berkilauan terkena sinar matahari, tak ada sedikit pun es di kutub. Sementara di kawasan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia sebagian besar pulau karangnya telah tenggelam, seluruh negara di atasnya telah hanyut. Kawasan hutan Amazon menjadi padang rumput terbesar di dunia.
Ternyata nenek buyut Nova juga sudah menunjukkan rasa khawatirnya akan kondisi Bumi. Berdua mereka ingin mengubah keadaan menjadi lebih baik. Anna ingin membuat Bumi menjadi tempat tinggal yang layak bagi keturunannya, sementara Nova ingin terus menjaga apa yang diwariskan oleh sang nenek buyut dan terus mengibarkan semangat mencintai Bumi. Salah satu caranya adalah memberikan kesempatan kedua bagi umat manusia agar lebih bisa menghargai Bumi. Melalui cincin rubi merah warisan keluarga, diharapkan apa yang mereka impikan menjadi kenyataan. Apalagi konon cincin tersebut bukanlah cincin biasa.
Membaca buku ini membuat saya was-was. Bayangkan bagaimana jika suatu saat kelak keturunan saya bertanya seperti apakah bentuk hewan yang bernama Jerapah, bagaimana rasanya memelihara Hamster. Atau bagaimana caranya mencampur tanah, kompos dan pupuk untuk memanam tanaman dalam pot. Jostein Gaarder membuat saya merasa akan mendapat pertanyaan seperti itu kelak.
Selain urusan kelestarian lingkungan yang pasti membuat siapa pun yang membaca bakalan merinding melalui kisah keresahan Anna dan Nova, tapi kita juga akan mendapat banyak pengetahuan yang diberikan dengan uraian kata yang mudah dipahami. Pelajaran filsafat semesta diberikan dengan lugas. Contohnya mengenai prinsip resiprositas.
Prinsip resiprositas memerlakukan orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan. Namun aturan ini tidak hanya menyangkut dimensi horizontal, yaitu kita dan orang lain. Tapi juga dimensi vertikal: Perlakukan generasi selanjutnya sebagaimana engkau telah diperlakukan oleh generasi sebelumnya.
Penulis juga menggambarkan tentang aneka kemajuan teknologi dalam buku ini. Hal ini menunjukkan bahwa bukan kemajuan teknologi yang harus dimusuhi namun bagaimana kita menggunakan dan memanfaatkan teknologi tersebut. Hal-hal yang dirasa penting dicetak dengan huruf yang berbeda sehingga pembaca bisa menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh penulis dengan cepat.
Seperti halnya sebuah kisah, urusan percintaan juga ada dalam buku ini. Porsinya ada hanya sebagai pelengkap saja. Meski begitu percintaan tokoh digambarkan santun. Pada halaman 46 misalnya, "Saat Jones terakhir menginap di situ, mereka terbangun di tengah malam oleh raungan sirene dari sejumlah mobil darurat...."
Bukan! Bukan seperti itu yang terjadi. Penulis sangat santun soal percintaan apalagi mengingat usia keduanya baru menginjak ABG. Simak kalimat selanjutnya sebagai bukti, "Anna dan Jonas tidak perlu saling membangunkan. Mereka malah hampir bertubrukan di lorong sebelum sama-sama turun tangga dan melongok ke luar."
Tapi hal tersebut justru agak aneh jika dibandingkan dengan kisah yang ada dibagian belakang. Disebutkan bahwa Nova bersahabat dengan salah satu anak dari bangsa Arab yang pernah ditolong keluarganya, bahkan mereka cenderung sudah menjadi sepasang kekasih. Namun jika membaca kalimat berikut di halaman 196, alis saya terangkat.
"Dia menggandeng tangan anak lelaki Arab yang sekarang sudah menjadi pria dewasa saat berjalan menyusuri kota. Mereka kini telah menjadi semacam kekasih atau mungkin sedang berpura-pura saja demikian." Urusan pemanasan global memang membuat khawatir dan bisa membuat kehidupan menjadi tidak tenang jika mengingat dampak kerusakannya. Tapi bukan berarti norma-norma yang berlaku bisa bergeser begitu saja. Dari info yang saya peroleh dari para sahabat, kehidupan bangsa Arab sangat santun. Mereka tidak akan begitu mudah menggandeng atau digandeng oleh lawan jenis. Hal ini berlaku dimana pun mereka tinggal. Mungkin penulis memiliki pandangan berbeda.
Pemanasan gobal atau gobal worming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, daratan laut Bumi. Selama 100 tahun terakhir suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Jostein Gaarder adalah penulis novel filsafat Sophie’s World, Dunia Sophie yang diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1996. Buku tersebut merupakan buku fiksi terlaris di dunia pada 1995. Sophie’s World telah diterjemahkan dalam 50 bahasa dunia.Pada tahun 1997, dia mendirikan Sophie Prize bersama istrinya, Siri Danneviq. Penghargaan internasional ini diberikan kepada perjuangan untuk pembangunan masyarakat dan pelestarian lingkungan, sebesar US$ 100,000, yang diberikan setiap tahun. Penghargaan ini dinamai sesuai dengan novelnya Dunia Sophie.
Menilik kover yang senada dengan buku fenomenal Dunia Sophie, mungkin penerbit mengharapkan buku ini akan menyusul kesuksesan "kakak-nya" Pembaca yang sudah mengenal Dunia Sophie akan langsung tertarik jika melihat buku ini diantara buku yang lain di toko buku. Apakah penerbit juga akan mengundang penulis bertandang kembali ke tanah air? Semoga.
Ada kalimat yang layak dijadikan renungan pada halaman 77. Mulai sekarang sebaiknya kita mulai melakukan hal kecil tapi bermanfaat guna menjaga agar Bumi tetap layak untuk diwariskan.
" Minyak bumi telah menjadi bencana buat negaraku. Kami menjadi kaya dengan cepat, tapi sekarang kami malah menjadi miskin. Bagaimana bisa tetap kaya kalau kami tidak punya negara yang dapat ditinggali."
Sumber gambar:
http://sainskyu.blogspot.com/p/blog-page_9319.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar