Penulis: Iwet Ramadhan
Editor: Cevilia Hidayat
ISBN: 9786028740326
Cetakan: Pertama-2013
Rating: 4.5/5
Halaman: 144
Penerbit: Literati
Aneka buku tentang batik sudah berjejer dengan manis di rak buku saya. Beberapa, isinya kurang lebih nyaris sama, perbedaan yang ada hanya hal kecil. Tetap saja, saya tak bisa melawan godaan buku dengan tema batik.
Demikian juga dengan buku ini.
Ditawarkan dengan harga promosi, siapa yang tak tergoda. Untuk urusan isi, semula saya pikir tak berbeda dengan buku-buku lainnya. Ternyata saya salah, ada sesuatu yang spesial dari buku ini.
Pertama uraian tentang ketertarikan penulis pada batik, dibagikan dengan cara yang indah. Saat membaca, seolah-olah sedang mendengarkan kerabat bercerita tentang kisah hidupnya. Ada kedekatan emosial yang terbangun.
Kedua, contoh kain yang ditempelkan membuat buku ini memiliki ciri khas tersendiri. Memang tidak besar dan banyak, tapi pembaca menjadi lebih paham tentang apa yang diuraikan penulis. Hal ini, berarti harus ada pekerja yang secara khusus menempelkan contoh batik pada tiap buku. Totalitas.
Uraian tentang aneka motif membuat saya semakin paham. Kain dengan motif Ceplok Slobok dari Surakarta ini, sering dipergunakan untuk menutup jenazah. Dengan harapan agar arwah dapat menemui Penciptanya tanpa ada halangan apa pun. Konon kain motif hanya dimiliki orang tertentu saja, sehingga sering dipinjamkan pleh pemiliknya.
Dalam proses pernikahan, motif diibaratkan sebagai doa sehingga motif yang digunakan dipilih dengan teliti. Truntum dipakai oleh orang tua mempelai sebagai simbol harapan agar cinta kasih kedua pengantin tak akan pernah pudar. Sedangkan pengantin mempergunakan motif Sido Mukti. Pagar ayu dan bagus mempergunakan motif Lereng atau Parang.
Rasanya sulit menghafalkan aneka motif batik. Penulis memberikan saran agar kita memperhatikan terlebih dahulu detail motifnya baru kombinasinya. Memang butuh waktu, tapi tak ada yang tak mungkin jika kita memang ingin belajar memahami batik.
Selain membuat pengetahuan saya tentang motif bertambah, ada juga uraian tentang batik Madura, yang jarang ada dalam koleksi buku saya.
Ternyata, batik dibuat langsung tanpa pola. Semuanya menggunakan teknis tulis, yang membedakan adalah kehalusan motif serta jenis cating yang digunakan. Menarik bukan!
Meski mengusung nama sponsor yang dicetak pada bagian akhir, tetap saja ini buku yang menarik. Saya malah mengharapkan ada lebih banyak produsen yang berkeinginan menjaga kekayaan lokal dengan cara seperti ini.
Dengan berat hati terpaksa menurunkan nilai 0,5 karena pada beberapa bagian, pilihan huruf yang dipakai justru menyulitkan membaca walau secara estetika memang menawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar