Penulis: Zaky Yamani
ISBN: 9786020664637
Halaman: 320
Cetakan: Pertama-September 2022
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 92.000
Rating: 5/5
Semua sudah digariskan takdir. Senang dan bahagia tidak bisa dihindari atau hampiri. Semua ada waktu yang tepat. Tidak terlalu cepat dan tidak pernah terlambat.
-Kereta Semar Lembu, halaman 138-
Meski sudah berulang kali mendengar, bahkan mengucapkan saran agar jangan menilai sesuai hanya dari "sampulnya", tetaplah membeli buku ini karena sampul. Pertama karena covernya berwarna biru cerah, tahu dong betapa lemahnya saya terhadap warna biru. Kemudian stempel Pemenang Sayembara Novel DKJ 2021, makin membuat hati tergerak untuk membeli.
Membaca buku ini tidak membutuhkan banyak waktu, walau dibaca putus-sambung disela-sela tugas kantor. Ketika menyelesaikan halaman terakhir, saya sangat sepakat dengan para juri bahwa ini adalah buku yang sangat layak meraih juara pertama. Sejauh ini, buku ini adalah fiksi sejarah terbaik yang pernah saya baca.
Kisah dalam buku ini dimulai dengan sosok Lembu yang sedang menikmati "tidur" di bawah rel kereta. Sang kekasih, Kunti berusaha membangunkan dan mengingatkan bahwa upacara perpisahannya akan diadakan malam nanti.
Mereka yang meninggal namun tidak dikuburkan dengan baik jenazahnya, dalam buku ini digambarkan akan bergentanyangan hingga ada yang menemukan dan menguburkan dengan layak.
Temukan tubuhku! Beri nama pada nisanku
Lembu memiliki sepasang paku di kedua dahinya, ulah salah satu pengeroyoknya. Selama 50 tahun menjadi arwah, berulang kali Lembu berusaha melepas paku itu, selalu gagal. Hingga suatu hari mendadak kedua paku itu lenyap begitu saja dari dahinya.
Terkejut dan senang menjadi satu. Copotnya paku pertanda tubuhnya telah ditemukan dan dikuburkan dengan layak. Maka, tak lama lagi ia akan dijemput kereta kencana menuju alam lain yang tak seorang jua tahu.
Tapi Lembu juga merasa sedih, karena harus berpisah dengan Kunti serta arwah-arwah lain yang selama ini menemaninya. Sesuai tradisi, Lembu akan mengadakan perpisahan, dimana ia akan mengisahkan tentang perjalanan hidupnya, sejak lahir hingga ia menjadi arwah gentayangan.
Buku ini, bercerita seputar sejarah kehidupan Lembu selaku tokoh utama selama 100 tahun, dari lahir hingga ia meninggal. Serta 50 tahun kehidupannya di dunia arwah. Jika dicermati, sebenarnya pembaca bukan menikmati kisah perjalanan hidup Lembu, namun membaca kisah fiksi sejarah, dimana Lembu menjadi bagian, ralat tokoh utama dari kisah itu.
Aneka peristiwa sejarah dikisahkan penulis terjadi dalam kehidupan Lembu. Mulai dari pembuatan rel kereta api pertama, kedatangan Jepang, tumbuhnya pergerakan perjuangan kemerdekaan, hingga masa awal republik berdiri.
Tak hanya seputar sejarah, namun ditambah dengan bumbu-bumbu budaya Jawa yang dikembangkan sesuai dengan imajinasi penulis. Suatu hal yang membuat saya sebagai pembaca yang memilik darah Jawa menjadi merasa ada kedekatan emosi dengan Lembu. Dan tentunya sedikit politik sebagai bumbu cerita.
Dari seluruh kisah, saya paling menikmati ketika ada adengan para punakawan muncul. Kemampuan Lembu melihat Mbah Semar, membuat ia dipanggil Semar Lembu. Kemunculan para punakawan seakan menjadi tanda babak baru dalam kisah ini. Dari suatu keseruan menuju keseruan yang lain.
Bagian awal yang mengisahkan 50 tahun kehidupan Lembu sebagai arwah menjadi pembuka kisah yang menarik. Pembaca diajak mengenal dunia lain, dunia dimana orang meninggal berada. Tidak ada kesan menyeramkan yang disajikan, namun keunikan. Contohnya arwah perempuan dan laki-laki yang menjad pasangan di alam sana, sesungguhnya adalah sepasang musuh di dunia fana.
Beberapa hal yang sempat mengusik penasaran saya, menguap begitu saja begitu selesai membaca buku. Sebagai pembaca, saya seakan menerima begitu saja apa yang dituliskan oleh pengarang. Padahal saya penasaran bagaimana bisa Lembu memegang kerincingan kecil dari perak ketika lahir. Bagaimana kerincingan itu bisa berada di tangan seorang bayi yang baru lahir?
Lalu, seberapa jauh kaki jarak yang bisa dilalui Lembu dengan rel kereta? Apakah 100 meter, 300 meter, atau berapa? Disebutkankan Lembu memiliki banyak anak yang tersebar, apakah anak-anak Lembu memiliki firasat saling mengenali? Mungkin seperti Mbok Min yang memiliki firasat jika seorang anak Lembu lahir.
Meski tak terhubung langsung dengan kisah, hal ini perlu disebut guna menghindari terjadi pernikahan antar saudara, juga menambah keunikan Lembu. Seperti yang sudah disebutkan, muncul perasaan, beberapa hal dalam kisah ini memang sebaiknya diterima begitu saja.
Membuat komentar buku ini tak semudah menikmati bukunya. Pertama, dari sudut pandang saya sebagai pembaca, semuanya sudah memuaskan. Alur kisah, cara bercerita, aneka"bumbu" bahkan urusan mistik yang diusung semuanya pas.
Kedua, mencoba mengangkat satu bagian, misalnya tentang perkenalan dengan Kusno, seorang pemuda yang selalu berbicara tentang kemerdekaan dengan semangat (pembaca pasti tahu siapa sosok yang dimaksud), mustahil rasanya tanpa menyinggung bagian lain. Hal ini bisa menimbulkan spoiler, suatu hal yang tak akan menyenangkan bagi calon pembaca buku ini.
Seperti yang sudah disebutkan oleh Dewan juri sayembara yang diwakilkan oleh Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie di sebuah laman, novel ini memiliki gagasan unik yang berhasil dikembangkan menjadi cerita yang padu. Ceritanya dinilai menarik karena menghimpun berbagai kejadian dari alam gaib dan nyata, mitos dan sejarah, hal rasional dan irasional, latar waktu yang berbeda-beda, serta tokoh yang beragam.
Selanjutnya disebutkan juga bahwa novel ini menunjukkan paradoks, ambivalensi, dan kontradiksi yang ada dalam dunia penghayatan masyarakat Indonesia. Maka dengan segala keunikan tersebut, novel ini berhasil mengungguli 324 naskah novel lainnya.
Bagi para penikmat kisah sejarah, sangat direkomendasikan untuk membaca dan memiliki buku ini. Demikian juga dengan para mahasiswa Program Studi Sejarah dan Sastra Jawa, buku ini bisa menjadi buku pengayaan.
Dari menikmati fisik sejarah, siapa tahu pembaca akan mulai tertarik menikmati genre sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar