Sudut bumi, 202x
Cintaku,
Belahan jiwaku,
Tak terasa, sekian purnama kita lalui tanpa saling bertatap muka. Kondisi yang membuat kita harus berjauhan, bisa diatasi dengan mudah dengan aneka aplikasi. Rasanya, kita hanya sedang lembur di kantor masing-masing, bukan berada di tempat yang sangat berjauhan.
Malam ini, rintik hujan memanjakan telingaku. Walau jendela sedikit terbuka, petrikor yang menyelinap masuk membuatku semakin ingin meringkuk di tempat tidur, berbalut selimut hangat. Tentunya ditemani sebuah buku dan secangkir teh hangat.
Sebuah buku dengan kover bernuansa merah-hitam seakan memanggil untuk kubaca. Ah! Ternyata sebuah kumpulan cerpen karya Mas Yudhi Herwibowo, dengan editor Aditta. Buku dengan ISBN 9786238023004 ini terdiri dari 162 halaman, diterbitkan oleh bukuKatta pada Juli 2022. Ku lampirkan kover yang diambil dari situs resmi penerbit.
Sepertinya Mas Yud begitu terburu-buru mengirimkan buku ini, karena tidak ada tanda tangan di halaman awal. Hal yang biasa dilakukannya ketika memberikan hadiah karyanya. Bagiku, sebuah buku yang ada tanda tangan pengarangnya memiliki nilai khusus. Baiklah, jika ada kesempatan ke Solo, akan kuminta Mas Yud untuk menandatangani buku ini.
Karena ini adalah kumpulan cerpen, maka kuputuskan untuk membaca secara acak. Dimulai dari judul yang paling menarik bagiku, Buku-buku Peninggalan Papa. Sudah bisa ditebak bukan? Sebagai penggila buku, tentunya kisah dengan tema buku yang akan menarik perhatian terlebih dahulu.
Dalam buku ini, ada dua kisah yang mengusung kata "buku", tapi paduan kata "buku" dan "ayah" lebih menarik perhatianku dibandingkan kisah yang lain. Hem..., sepertinya kisah itu akan kubaca setelah kisah Buku-buku Peninggalan Papa.
Tahukah belahan jiwaku?
Membaca kisah tersebut membuatku teringat pada awal berkenalan dengan huruf, melalui cergam Tintin hadiah dari almarhum Papa. Tertarik ingin mengetahui apa yang tertulis, membuatku semakin semangat belajar membaca.
Namun kisah dalam buku ini, sangat jauh dengan kenanganku yang muncul. Ini tentang bagaimana seorang penulis membutuhkan suatu hal sebagai pemicu ide kreatifnya. Tanpa itu, ia tak mungkin bisa menghasilkan karya-karya menawan.
Aku misalnya, mengandalkan segelas teh manis hangat, mungkin ada juga yang membutuhkan hal lain seperti penulis dalam cerita. Sayangnya pemicu itu menyebabkan istrinya terluka sehingga ia harus berpisah dengan istri dan anak semata wayangnya. Sekuat tenaga ia berusaha, sungguh. Namun ia tak kuasa, ia terikat dengan pemicu ide kreatifnya.
Sang gadis yang sekarang sudah beranjak dewasa, kembali mengunjungi rumah sang penulis, dan mendapati sebuah buku tentang kisah abadi dengan tulisan di bagian depan, "Kepada Isabel, maafkan aku, andai aku bukan seorang pengecut, sudah kukebiri diriku untuk kembali menggapaimu...." Ironi sekali.
Belahan jiwaku,
Air mataku menitik deras membaca kisah Kelambu yang ada d halaman 78. Kejam! Sungguh sepasang orang tua yang sangat kejam! Mereka begitu tega menyakiti putri mungilnya sendiri. Yang satu berbuat jahat dengan melakukan hal-hal tidak baik, sementara yang lain, berbuat jahat dengan hanya diam saja melihat kejahatan berlangsung! Walau salah, sangat bisa kupahami kebencian sang putri pada kedua orang tuanya.
Belum usai tangisku, kisah Seorang Anak yang Menangis dan Kami yang Terbaring di Sini, kembali menguras air mataku. Gila! Apakah atas nama ilmu pengetahuan, seseorang bisa berbuat seenaknya pada manusia lain? Ilmu pengetahuan harusnya bermanfaat untuk membantu manusia, bukan untuk mencelakainya. Sungguh dokter laknat!
Puncaknya, persediaan air mataku terkuras untuk Umbira dan Keajaiban-keajaiban di Kotak Ajaibnya. Ingin rasanya kupeluk tubuh mungilmu, Umbira, lalu kita masuk ke dalam kotak ajaib bersama dan bermain dengan gembira. Tak ada rasa sedih dan sakit, semuanya terasa indah dan menyenangkan.
Tahukah Umbira, jika bisa, ingin kucacah keempat belas ABG laknat itu, hingga mereka juga mengeluarkan cairan merah sepertimu, di tempat yang serupa! Hingga tak ada lagi Umbira-umbira lain yang terluka.
Dari 15 kisah yang ada dalam buku ini, hanya kisah di halaman lima yang membuatku merasakan takut. Tepatnya karena untuk diriku, kisah tersebut bernuansa semi horor. Kau tentu sangat tahu bagaimana diriku. Setelah membaca kisah tersebut, segera kupasang televisi sekedar agar ada suara mengurangi rasa takut, masa bodoh dengan acaranya.
Sisanya cintaku, sebagian besar kisah dalam buku ini menyulut emosiku. Menangis, marah, dan mengutuk tokoh jahat berulang kali kulakukan. Mungkin karena aku begitu terbawa emosi akibat kisah yang dirangkai seakan-akan menarikku dalam kisah.
Andai bisa, ingin kutanyakan pada Mas Yud selaku penulis, kenapa ia begitu tega membuat anak-anak perempuan menjadi tokoh yang menderita? Tak sekedar umpatan, bahkan perlakuan tidak senonoh juga mereka terima. Apa karena mereka hanya seorang anak perempuan kecil yang sering dianggap tak mampu membela diri?
Dan kenapa setiap wanita, eh beberapa dalam kisah ini, digambarkan hanya bisa diam dan menangis melihat berbagai hal buruk terjadi di depan matanya. Tak adakah rasa sayang untuk anak perempuannya? Hah! Jangan bilang tak ada ibu yang tak sayang anak. Kalau sayang, alih-alih membela anaknya, kenapa mereka tidak berbuat sesuatu.
Kau tentu akan tertawa dan menyarankan agar jangan membaca kisah-kisah dalam buku itu jika berujung rasa sedih. Ah, seperti tak tahu Mas Yud saja. Kisah karyanya sering kali dibuat seakan-akan kisah biasa. Baru pada akhir kisah pembaca bisa mengetahui apakah ia akan tertawa, atau menangis.
Dasar diriku!
Kadang mengabaikan kover dan blurd. Ternyata dalam kover sudah dicantumkan kalimat "dan kisah-kisah luka lainnya". Maka pantasnya jika isi buku ini menorehkan luka dan air mata bagi tokoh, dan ternyata juga bagi pembaca seperti diriku.
Kadang mengabaikan kover dan blurd. Ternyata dalam kover sudah dicantumkan kalimat "dan kisah-kisah luka lainnya". Maka pantasnya jika isi buku ini menorehkan luka dan air mata bagi tokoh, dan ternyata juga bagi pembaca seperti diriku.
Tahukah cintaku?
Kelima belas kisah yang ada dalam buku ini merupakan karya Mas Yud yang pernah muncul di media antara tahun 2011 hingga tahun 2020. Contohnya kisah Cermin Retak di Koran Sindo tahun 2013. Lalu ada Toko Buku Tua, Buku Raksasa, dan Sebuah Pencarian Panjang, di Majalah Majas edisi #4 Agustus 2019. Dan tentunya Umbira dan Keajaiban-keajaiban di Kotak Ajaibnya di Tribun Jabar 15 Oktober 2017.
Sebagai penikmat karyanya, semua kisah yang ada sudah pernah kubaca. Walau tak mengurangi kenikmatan membaca ulang, rasanya wajar jika ku berharap ada kisah baru sebagai bonus dalam buku ini. Harapanku tak terkabul rupanya. Kadang, kita memang tak bisa mendapatkan semua keinginan kita bukan?
Secara keseluruhan, kisah-kisah dalam buku ini memilki kelasnya sendiri. Dengan keunikan ide dan cara bercerita yang unik. Menurutku, kisah yang bagus adalah kisah yang mampu mengaduk-aduk emosi pembacanya. Demikianlah seluruh kisah dalam buku ini. Bagi para penikmat cerpen, rasanya buku ini sangat layak untuk dibeli dan dibaca.
Baru kusadari cintaku,
Buku yang kupegang tak mencantumkan batasan usia untuk membaca. Ingin rasanya mengusulkan usia 17+ untuk membaca buku ini. Agar mereka yang membacanya bisa mengambil hikmah dari kisah yang ada, bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan akan membawa dampak bagi diri sendiri dan orang lain. Pembaca bisa lebih mawas diri, bukan malah mendapatkan ide untuk berbuat hal-hal tidak baik.
Kuberikan sebuah pengakuan,
Ternyata mengeluarkan air mata karena membaca kisah dalam buku ini membuat perasaanku lebih lega. Mungkin tanpa sadar, beban pekerjaan membuatku menjadi tertekan. Menangis menjadi salah cara melepaskan diri dari tekanan.
Mungkin kau juga bisa merekomendasikan buku ini pada rekan sekantormu yang terlihat tertekan? Siapa tahu, menangis juga bisa membuat mereka merasa lega dan bersemangat bekerja lagi.
Ha ha ha!
Bisa kubayangkan kedua alismu yang bertemu membaca usulku. Hayolah, aku hanya bercanda. Bukannya bercanda juga mampu mengurangi ketegangan dan rasa stres. Lama tak bertemu juga bisa membuat kita stres lho ^_^.
Bisa kubayangkan kedua alismu yang bertemu membaca usulku. Hayolah, aku hanya bercanda. Bukannya bercanda juga mampu mengurangi ketegangan dan rasa stres. Lama tak bertemu juga bisa membuat kita stres lho ^_^.
Tapi aku memang ingin merekomendasikan buku ini pada siapa saja yang gemar mengisi waktu luang dengan membaca. Kuberi bintang 4.5 untuk isinya yang mampu meluluhlantakkan hati ini. Info lengkap terkait buku, siapa tahu mau merekomendasikan ^_^ bisa dilihat di situs resmi penerbit, http://www.bukukatta.com.
Oh ya, informasi dari Mas Yud langsung, buku ini mendapat Penghargaan Kebahasaan dan Kesastraan Prasidatama dalam kategori Antologi Cerpen Terbaik, yang diserahkan pada 22 November 2022 di UIN Purwokerto, Jateng. Kusertakan beberapa foto yang diambil dari IG Mas Yud. Ternyata aku tak salah memilih buku bacaan malam ini.
Cintaku,
Belahan jiwaku,
Kusudahi dahulu coretan kali ini. Sebentar lagi fajar, rasanya tubuh ini menuntut mendapatkan hak untuk beristirahat.
You will be in my heart, always
Bayanganmu
TR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar