Judul asli: Pesona Padu Padan Wastra Indonesia
Penyusun:
Perkumpulan Wastra Indonesia
ISBN:
9786020635873
Halaman:160
Cetakan:
Pertama-2019
Penerbit:
PT Gramedia Pustaka Utama
Harga:
Rp 150.000
Rating:
4/5
Malu!
Perasaan
itu yang saya rasakan ketika menghadiri peluncuran buku ini. Betapa tidak,
dibandingkan beliau-beliau, warisan batik tulis dan kain yang saya terima tak adalah artinya. Apalagi untuk urusan ilmu, seperti jarak antara bintang dan bumi, jauh sekali.
Tak
hanya itu, setiap individu yang hadir sepertinya sangat paham dengan kain yang mereka pakai. Misalnya
memakai kain dari daerah Z, pemakai akan tahu makna simbol dari motif
kain yang dipakai, apa filosofi yang terkandung. Lalu pewarnaan apa yang digunakan, siapa saja yang bisa mempergunakannya, dan banyak hal lainnya.
Walau berkesan sepela, kita perlu tahu kain apa yang kita kenakan. Minimal tahu apakah peruntukannya tepat. Kain tersebut untuk laki-laki atau perempuan misalnya. Jangan sampai salah kostum, kain untuk acara kematian malah dipakai pesta!
Walau berkesan sepela, kita perlu tahu kain apa yang kita kenakan. Minimal tahu apakah peruntukannya tepat. Kain tersebut untuk laki-laki atau perempuan misalnya. Jangan sampai salah kostum, kain untuk acara kematian malah dipakai pesta!
Saya? Saya hanya tahu memakai, serta paham seujung kuku cara
merawat, tak lebih. Namun kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk belajar sambil bersenang-senang. Bagaimana tidak, pengetahuan dibagikan dengan cara yang menyenangkan. Para pembicara juga tak pelit ilmu. Setiap perta
Buku
ini membuka mata saya lebih lebar mengenai filosofi kain-disebut juga
wastra, yang ada di tanah air. Masih banyak wastra indah selain kain batik.
Secara garis besar, buku ini mengupas tuntas mengenai wastra tanah air. Mulai dari perihal mengenal aneka kain nusantara seperti kain Gerising, Tapis Lampung, dan Tenun Ikat Iban. Lalu ada cara merawat kain, hingga gaya menggunakan kain.
Secara garis besar, buku ini mengupas tuntas mengenai wastra tanah air. Mulai dari perihal mengenal aneka kain nusantara seperti kain Gerising, Tapis Lampung, dan Tenun Ikat Iban. Lalu ada cara merawat kain, hingga gaya menggunakan kain.
Kain Tapis Lampung sebagai contoh, selama ini saya hanya sering melihat satu jenis saja. Ternyata masih banyak jenis lainnya yang saya tidak tahu. Ada Tapis Jung Sarat yang dipergunakan wanita pada saat menghadiri upacara adat serta untuk mempelai wanita. Bentuknya berupa tapis yang diberi hiasan emas penuh dengan motif tajuk bersarung, iluk keris, dan sasab mata kibau.
Sementara Tapis Inuh merupakan tapis yang dibuat oleh masyarakat Lampung pesisir dengan ciri khas hiasa sulaman benang sutra putih. Masih ada lagi Tapis LimarSekebar, Tapis Balak, serta Tapis Raja Medal.
Pembaca juga akan tahu bagaimana cara merawat kain yang benar melalui buku ini . Tiap kain memiliki keunikannya masing-masing, sehingga cara merawatnya tidak bisa sama persis.
Selama ini saya selalu menyimpan songket dengan cara menggulung, kemudian saya masukkan dalam kantong kain disertai semacam serap lembab (itu yang biasa ditemukan saat beli sepatu), baru diletakkan dalam lemari dengan posisi tidur.
Ternyata cara itu belum 100 % benar. Saya harus meletakkan bagian yang bagus ke dalam saat digulung. Panjang pipa paralon/ karton untuk gulungan, harus lebih panjang dibandingkan dengan kain. Lalu juga ada kertas bebas asam untuk melapisi.
Ketika membaca bagian perihal wiron, secara
pribadi, saya jadi ingat kenangan saat kecil. Saya sering melihat almarhumah eyang putri dan bude saya membuat wiron di kain yang baru dicuc. Saya agak bingung saat
itu, kenapa ada kain yang dibuatkan wiru (kami biasa menyebutnya begitu, maaf
jika salah) sisi dalam dan sisi luar.
Pernah saya bertanya, jawabannya beliau hanya senyum dan berkata, "Nanti kalau gede juga tahu kenapa." Sekian lama menjadi "gede" belum juga tahu maknanya. Baru saat peluncuran buku ini saya paham kenapa demikian.
Pernah saya bertanya, jawabannya beliau hanya senyum dan berkata, "Nanti kalau gede juga tahu kenapa." Sekian lama menjadi "gede" belum juga tahu maknanya. Baru saat peluncuran buku ini saya paham kenapa demikian.
Dimanjakan dengan banyak gambar kain, saya sempat agak bingung ketika ada beberapa gambar yang tak ada informasinya. Misalnya gambar kain di halaman 9, 25, 66, serta 152. Hanya dipasang gambar kain saja. Semula saya mengira bakalan ada semacam daftar foto, ternyata tidak ada. Tinggal saya yang menebak-nembak dari mana asal motif tersebut.
Para remaja tentunya akan menyukai penggunaan kain dengan cara yang lebih beragam sesuai dengan kepribadian mereka. Tak ada alasan lagi untuk tidak mempergunakan kain. Hal ini akan membuat keberadaan kain nusantara semakin eksis.
Eh, baru sadar. Kebaya
yang dipakai model pada halaman 57 motif dan bahan (sepertinya) sangat mirip dengan kebaya eyang. Sayangnya karena faktor ukuran, kebaya-kebaya cantik itu tak bisa saya simpan. Tapi saya tahu, banyak sahabat pencinta kain dan kebaya yang bakalan bersedia menampung ^-^.
Sumber gambar:
1. Pesona Padu Padan Wastra Indonesia
2. Koleksi pribadi
Sumber gambar:
1. Pesona Padu Padan Wastra Indonesia
2. Koleksi pribadi
Saya hanya tahu memakai, serta paham seujung kuku cara merawat, tak lebih. Namun kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk belajar sambil bersenang-senang. Bagaimana tidak, pengetahuan dibagikan dengan cara yang menyenangkan. Para pembicara juga tak pelit ilmu.
BalasHapusLukQQ
Situs Ceme Online
Agen DominoQQ Terbaik
Bandar Poker Indonesia
manapokerbet.com merupakan Judi Poker Online Indonesia dan Website Bandar Ceme Terpercaya di Indonesia yang menyedia beberapa jenis permainan terpopuler seperi Texas Poker Online , Dominoqq, Capsa Susun, Omaha, Super10, Aduq.- http://manapokerbet.com/
BalasHapusSalam kunjungan dan salam kenal dari Malaysia :)
BalasHapus