Penulis: Yudhi Herwibowo
Penyunting: Gita Romadhona
Ilustrasi: Fahrul Kesampulan
ISBN: 9786238371235
Halaman: 271
Cetakan: Pertama-Juni 2024
Penerbit: BACA
Harga: Rp 90.000
Rating: 4/5
Aku membayangkan seseorang yang menggantung diri di sebuah perpustakaan adalah kematian yang paling sepi.
-hal 215-
Sebuah toko buku-Toko Buku Abadi namanya, berdiri di depan halaman rumah kosong yang baru saja selesai direnovasi. Alasan Ganda Soedjara pindah dan membuka toko buku di sana adalah istrinya. Ternyata sang istri yang mulai sakit-sakitan, masih memiliki rumah warisan orang tuanya di sana. Kesehatannya yang kian menurun membuat istri Ganda Soedjara ingin berada di rumah masa kecilnya.
Toko buku tersebut bisa dikatakan unik. Bukan karena dijaga oleh orang yang tak suka buku-Gheo, menolak kehadiran duo penulis yang membawa banyak penggemarnya untuk berbelanja di setiap toko buku yang mereka kunjungi, atau lokasi yang tak lazim, bahkan juga bukan pintu yang tidak pernah terkunci. Keunikannya adalah cara pemilik toko mengelola usahanya serta kisah yang berada dibalik lokasi toko berada.
Selanjutnya, pembaca akan bertemu dengan aneka tokoh unik yang terhubung dengan Toko Buku Abadi. Ada Darmon si pencuri yang tak sengaja menemukan seorang gadis bunuh diri di sana, Tohpati yang menjadikan pemilik toko sebagai pelanggan nomor satu karena membeli buku dengan harga luar biasa dan tak pernah menawar. Abdullah Gan pemilik penerbit dengan genre yang tak umum, yang mendapat order seluruh buku dalam katalognya sebanyak masing-masing 5 eksemplar, dan banyak lagi.
Tokoh Ibu Tutut-pustakawan lulusan sarjana ekonomi yang bekerja di sebuah perpustakaan sekolah ( halaman 26) seakan menjadi gambaran bahwa tak sedikit orang yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Sayang rasanya waktu yang terbuang untuk mempelajari suatu ilmu, tapi tidak bisa dimanfatkan dan kembangkan. Tapi mau bagaimana, urusan perut berkuasa penuh pada pilihan kehidupan.
Banyak orang yang secara tak sengaja menemukan buku incarannya di sana. Sosok Amardi Duka pada kisah Laku Amardi Duka, sebagai contoh. Ia mendapatkan sejumlah buku anak-anak gratis dari pemilik toko buku ketika mampir ke sana.
Amardi Duka memiliki hobi membagikan buku-buku pada anak-anak sepanjang perjalanannya. Sebuah kebiasaan yang layak ditiru. Bisa saja beberapa anak yang menerima buku akan membuangnya dan menganggap hadiah tak berguna. Mungkin beranggapan lebih bermanfaat uang membeli buku yang diberikan dibandingkan buku, tapi setidaknya pengenalan literasi sudah mulai dilakukan.
Ada juga Ananting yang semula hanya berniat berteduh di teras toko yang sempit, malah ketiban rezeki mendapatkan buku idaman yang tak mampu dibelinya. Polahnya selama dua jam memegang buku itu dan mengenang saat-saat pertama membaca buku itu ketika kecil dulu, membuat pemilik toko menghadiahkan buku itu.
Aneka kisah yang ada, seakan untaian sutra laba-laba yang bersatu menjadi jaring laba-laba. Menjerat pembaca untuk terus membaca. Hingga, tanpa sadar sampai di halaman akhir kisah. Untaian sutra laba-laba dalam jaring kisah ini adalah Toko Buku Abadi, yang mengalirkan 33 kisah tak abadi ditambah 1 catatan penulis, sementara laba-laba penghasil sutra adalah Mas Yud selaku penulis.
Sebagai penikmat karya Mas Yud garis keras (ehem), tentunya saya sudah membaca 90% karya beliau. Maka tak heran rasanya jika saya seakan dejavu ketika membaca Kisah Pohon Buku di halaman 163.
Ungkapan tentang pencuri tak suka buku dan penyuka buku tidak suka mencuri, yang umum ditempel pada lapak-lapak buku, sepertinya sudah mulai dipertimbangkan ulang. Mengingat, tak sedikit penggila buku yang tak sungkan mencuri demi mendapatkan buku idamannya.
Bahkan dalam buku The Man Who Loved Books Too Much karya Allison Hoover Bartlett, dikisahkan tentang si pencuri buku yang tak pernah bertobat, mencuri buku-buku langka dari seluruh penjuru negeri demi kecintaannya pada buku.
Terdapat 2 hal yang menjadikan buku ini kian berwarna. Pertama, keisengan Mas Yud dengan mengusung aneka merek dagang yang bertebaran dalam buku ini. Mulai dari Lock**ock, permen M*n*t*s, topi dan celana Ei*er, sepatu sandal Con*i*na, ransel A*ei. Saya yakin, ini bukan sponsor, tapi Mas Yud mempergunakan untuk menguatkan karakter tokoh dalam sebuah kisah.
Selanjutnya, perihal Komunitas Penimbun Buku Nasional yang disebutkan padahal hal 264, membuat saya tertawa. Ada waktunya ketika saya dan beberapa sahabat sesama penggila buku begitu bersemangat mendapatkan bahan bacaan. Entah dari hadiah penerbit dan penulis-buntelan, bertukar dengan sesama, atau membeli sendiri.
Hukum Kekalan Timbunan, muncul dari kisah dimana kami ternyata memiliki banyak buku yang "tertimbun" belum dibaca, mengingat kecepatan membaca berbanding lurus dengan kecepatan mendapatkan bahan bacaan kala itu.
Sebenarnya, masih ada 1 hal lagi. Begitu membuka halaman awal buku, saya menemukan bagian yang membuat tanda tangan dan peruntukan buku. Biasanya, Mas Yud mempergunakan tinta merah sebagai ciri khas, kali ini tidak. Mungkin kehabisan tinta atau terburu-buru he he he. Begitulah, kalau sudah fans garis keras, kebiasan penulis juga menjadi perhatian.
Dalam buku ini, disebutkan juga berbagai istilah terkait buku. Misalnya yang sering disebut, Bibliophile. Pada bagian Catatan halaman 267-269, dicantumkan aneka istilah dan artinya.
Hem..., seperti saya adalah Bibliophile, Bibliotaph, Book Sniffer, Librocubicularist, dan Tsundoku. Sempat jadi Bibliognost dan Book-bosomed. Baca dan temukan, Anda termasuk yang mana^_^.
Kalimat yang tertera di halaman 259,
"Toko buku ini pun mungkin akan tutup. Tak ada dari kita yang abadi. Tapi, cerita-cerita di buku-buku bagus yang kita jual ini, akan terus abadi...."
menjadi semacam pengingat, bahkan cerita bagus akan selalu diingat dan disampaikan dari generasi kegenerasi selanjutnya. Kisah klasik seperti Little Women, misalnya. Bukan hal yang mustahil jika kelak serial Harry Potter juga dianggap kisah klasik yang akan selalu dikenang dan dibaca orang.
Buku yang menarik! Layak berada dalam koleksi para penggila buku. Cocok untuk diberikan kepada siapa saja yang Anda ketahui menggilai buku, Tapi, jangan lupa ada peringatan di bagian belakang, bahwa buku ini ditujukan bagi pembaca usia dewasa. Tanpa disebutkan berapa usia dewasa, batasannya agak rancu juga jika begini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar