Penulis: S. Mara Gd
Penyunting: Ramayanti
Buku Kedua:
ISBN: 9786020637129
Halaman: 480
Harga: Rp 103.000
Buku Ketiga:
ISBN: 9786020637136
Halaman: 424
Harga: Rp 95.000
Cetakan: Pertama-April 2020
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Ada hari baik di mana semua keinginan kita terpenuhi. Ada hari buruk di mana semuanya tidak ada yang kena. Begitulah hidup. Ngak ada yang bisa enak terus.
~ Misteri Terakhir, Buku kedua, halaman 363 ~
Akhirnya buku pesanan saya tiba juga!
Buku kedua dan ketiga dari kisah penutup rangkaian misteri Kapten Kosasih dan Gozali. Sedih juga berpisah dengan kedua tokoh tersebut.
Membacanya cepat, membuat komentarnya yang lama, bingung musti komentar seperti apa. Rasanya seperti membaca buku perpisahan dengan Miss Marple, Sleeping Murder (Pembunuhan Terpendam). Serta membaca The Curtain (Tirai) dan mengetahui bahwa itu kisah terakhir Poirot.
Buku ini mempergunakan setting tahun 1990-an. Dugaan saya tahun 1997, karena pada satu bagian kisah menyebutkan tentang peritiwa meninggalnya Lady Diana. Bagi mereka yang lahir tahun 2000-an mungkin kurang begitu mengenal sosok ibu dari Pangeran Willian dan Pangeran Harry, tapi mereka yang mengalami masa remaja tahun 1990-an pasti mengenalnya. Lebih lanjut mengenai Lady Diana bisa dilihat di sini.
Kisahnya mengenai pembunuhan seorang yang terjadi pada sebuah kamar hotel. Pada pipinya tertinggal bekas lisptik. Kasus tersebut belum terungkap telah muncul usaha pembunuhan tokoh yang lain. Hal tersebut membuat bingung Kapten Kosasih dan Gozali. Untuk lebih jelas mengenai buku pertama, buku kedua, dan buku ketiga langsung klik saja ya.
Para tokoh yang sudah dikenalkan pada buku pertama, semakin banyak bermunculan pada buku kedua. Pembaca bisa mulai menemukan hubungan beberapa hal yang semula kabur pada buku pertama. Semuanya semakin terlibat jelas hubungannya pada buku ketiga.
Bisa dikatakan semua pertanyaan, rasa penasaran saya terjawab pada buku ketiga. Bocoran sedikit, saya menemukan jawabannya pada halaman tiga ratus tujuh puluh satu. Mungkin pembaca yang lain pada halaman yang berbeda, siapa tahu?
Tapi untuk bisa merasakan kepuasan membaca sebuah mahakarya seorang S. Mara Gd, tetaplah membaca dari buku pertama hingga ketiga. Jangan langsung membaca buku ketiga. Perasaan penasaran, sensasi membaca buku ini tidak akan kalian temukan jika langsung membaca buku terakhir. Seninya adalah membaca secara berurutan, dan tersenyum puas ketika dugaan terbukti benar, serta bahagia menemukan akhir kisah yang tak terduga.
Kembali, saya bingung bagaimana harus membuat catatan buku ini. Kita diajak menikmati bacaan yang terlihat sekali dipersiapkan dengan maksimal oleh penulis. Tiap hal dipersiapkan dengan rinci. Rasanya berbeda dengan membaca buku-buku karyanya yang lain.
Meski demikian, karena sudah lumayan akrab dengan karya beliau, saya makin bersemangat ketika beberapa petunjuk bermunculan. Misalnya ketika membaca di buku kedua halaman 255, " Aku diajak bapak itu mengelola rumah makannya." Ketika salah satu tokoh mengaku berasal dari sekolah yang sama dengan anggota keluarga Viliandra di buku kedua halaman 422. Makin jelas terlihat hubungannya pada halaman tiga puluh dan empat puluh sembilan di buku ketiga.
Demikian juga rasa penasaran pada salah satu adegan di buku pertama, yaitu ketika Viliandra yang menyamar sebagai sekretaris Adwin Saran meminta resepsionis untuk menghubungi kamar suaminya, saya memiki banyak pertanyaan dan dugaan pastinya. Namun semuanya terjawab melalui percakapan antara Kosasih dan Gozali di halaman 356 baris ketiga dan keempat buku kedua. Hore! Dugaan saya tepat!
Tokoh yang semula digambarkan kurang beruntung mulai saya rasakan berubah. Terutama ketika terjadi adegan ajakan makan malam pada halaman 281. Kemudian ketika Bambang menanyakan pekerjaan bagi adiknya di 233. Akhir kisah bahagia bagi diraih tokoh tersebut. Hidup memang penuh dengan misteri.
Selain menawarkan kisah misteri, buku ini juga memberikan kisah mengenai kehidupan keluarga Kapten Kosasih yang sederhana namun bahagia. Jauh dari urusan harta. Meski kondisi keluarga bisa dikatakan sekedar cukup, sang kapten tetap bekerja secara profesionalisme.
Hal ini tercermin dari penolakan jamuan yang akan diberikan salah satu rumah makan ketika ia melakukan penyelidikan ke sana. Menolak jamuan di 270-271 merupakan tanda profesionalisme. Ia tak mau menerima sesuai walau hal sepele, khawatir kemudian hari muncul permintaan timbal-balik karenanya.
Pada buku ketiga, saya memenukan beberapa kata yang sangat akrab terdengar. Ada mencep di halaman 39, nggelundung di halaman 43, wong di halaman 59. Ada juga kata yang belakangan baru saya sadari maknanya, seperti bontotin di halaman 153, serta mengoroki di 230.
Secara tak langsung, penulis mengenalkan tentang bahasa lokal-bahasa Surabaya-an bagi pembacanya di seluruh tanah air. Salah satu cara merawat dan melestarikan budaya lokal. Hanya saja, sebaiknya juga diberikan catatan kaki makna kata tersebut. Sehingga semua pembaca jugabisa paham maknanya.
Saya merasa lega karena akhirnya Gozali dan Dessy menemukan kebahagiaannya. Sempat ada rasa khawatir juga mengingat beberapa tokoh mengalami kegagalan dalam urusan cinta. Belum lagi komentar miring yang dilontarkan mengenai perilaku tokoh yang bercinta dalam kisah ini.
"Seorang ibu memang jarang bisa melihat kekurangan pada anak-anaknya sendiri, Kos. Di mata seorang ibu, semua anaknya itu pasti baik-baik seperti malaikat, " kata Gozali.
Ternyata Kapten Kosasih masih "ada" hingga akhir kisah. Pembicaraannya dengan sang istri pada buku pertama hanyalah pembicaraan sepasang suami istri sebelum tidur semata. Saya sempat khawatir, mengira kalau.... Beginilah kalau pembaca sok tahu ^_^.
Kalimat yang paling saya sukai ada di buku ketiga, halaman 170, " Mungkin tidak semua perlu dimengerti. Mungkin ada hal-hal yang hanya perlu diterima saja." Jawaban diplomasi Dessy ketika Gozali bertanya kenapa ia yang dipilih untuk menjadi pasangan hidup.
=====
Curhatan hati ^_^
Saya menemukan buku S. Mara Gd secara tak sengaja. Cetakan yang saya miliki dengan ciri khas latar hitam dan ilustrasi, sekilas mirip dengan buku Agatha Christie. Penasaran saya kenapa ada buku serupa namun pengarangnya berbeda.
Godaan memiliki makin besar terutama ketika itu sedang ada obralan buku terbitan G. Dengan bermodal uang simpanan, saya beli beberapa buku tersebut. Belakangan malah jadi keterusan berburu.
Ternyata, S. Mara Gd dahulu adalah penerjemah kisah Agatha Christie. Tentunya hal ini mmbentuk cara berpikir hingga mampu menciptakan novel misteri versinya sendiri. Strategi marketing yang cerdik dengan mencetaknya mirip buku AC.
Semoga ada cetak ulang buku-bulu karyanya yang lain kelak.
Penyunting: Ramayanti
Buku Kedua:
ISBN: 9786020637129
Halaman: 480
Harga: Rp 103.000
Buku Ketiga:
ISBN: 9786020637136
Halaman: 424
Harga: Rp 95.000
Cetakan: Pertama-April 2020
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Ada hari baik di mana semua keinginan kita terpenuhi. Ada hari buruk di mana semuanya tidak ada yang kena. Begitulah hidup. Ngak ada yang bisa enak terus.
~ Misteri Terakhir, Buku kedua, halaman 363 ~
Akhirnya buku pesanan saya tiba juga!
Buku kedua dan ketiga dari kisah penutup rangkaian misteri Kapten Kosasih dan Gozali. Sedih juga berpisah dengan kedua tokoh tersebut.
Membacanya cepat, membuat komentarnya yang lama, bingung musti komentar seperti apa. Rasanya seperti membaca buku perpisahan dengan Miss Marple, Sleeping Murder (Pembunuhan Terpendam). Serta membaca The Curtain (Tirai) dan mengetahui bahwa itu kisah terakhir Poirot.
Buku ini mempergunakan setting tahun 1990-an. Dugaan saya tahun 1997, karena pada satu bagian kisah menyebutkan tentang peritiwa meninggalnya Lady Diana. Bagi mereka yang lahir tahun 2000-an mungkin kurang begitu mengenal sosok ibu dari Pangeran Willian dan Pangeran Harry, tapi mereka yang mengalami masa remaja tahun 1990-an pasti mengenalnya. Lebih lanjut mengenai Lady Diana bisa dilihat di sini.
Kisahnya mengenai pembunuhan seorang yang terjadi pada sebuah kamar hotel. Pada pipinya tertinggal bekas lisptik. Kasus tersebut belum terungkap telah muncul usaha pembunuhan tokoh yang lain. Hal tersebut membuat bingung Kapten Kosasih dan Gozali. Untuk lebih jelas mengenai buku pertama, buku kedua, dan buku ketiga langsung klik saja ya.
Para tokoh yang sudah dikenalkan pada buku pertama, semakin banyak bermunculan pada buku kedua. Pembaca bisa mulai menemukan hubungan beberapa hal yang semula kabur pada buku pertama. Semuanya semakin terlibat jelas hubungannya pada buku ketiga.
Bisa dikatakan semua pertanyaan, rasa penasaran saya terjawab pada buku ketiga. Bocoran sedikit, saya menemukan jawabannya pada halaman tiga ratus tujuh puluh satu. Mungkin pembaca yang lain pada halaman yang berbeda, siapa tahu?
Tapi untuk bisa merasakan kepuasan membaca sebuah mahakarya seorang S. Mara Gd, tetaplah membaca dari buku pertama hingga ketiga. Jangan langsung membaca buku ketiga. Perasaan penasaran, sensasi membaca buku ini tidak akan kalian temukan jika langsung membaca buku terakhir. Seninya adalah membaca secara berurutan, dan tersenyum puas ketika dugaan terbukti benar, serta bahagia menemukan akhir kisah yang tak terduga.
Kembali, saya bingung bagaimana harus membuat catatan buku ini. Kita diajak menikmati bacaan yang terlihat sekali dipersiapkan dengan maksimal oleh penulis. Tiap hal dipersiapkan dengan rinci. Rasanya berbeda dengan membaca buku-buku karyanya yang lain.
Meski demikian, karena sudah lumayan akrab dengan karya beliau, saya makin bersemangat ketika beberapa petunjuk bermunculan. Misalnya ketika membaca di buku kedua halaman 255, " Aku diajak bapak itu mengelola rumah makannya." Ketika salah satu tokoh mengaku berasal dari sekolah yang sama dengan anggota keluarga Viliandra di buku kedua halaman 422. Makin jelas terlihat hubungannya pada halaman tiga puluh dan empat puluh sembilan di buku ketiga.
Demikian juga rasa penasaran pada salah satu adegan di buku pertama, yaitu ketika Viliandra yang menyamar sebagai sekretaris Adwin Saran meminta resepsionis untuk menghubungi kamar suaminya, saya memiki banyak pertanyaan dan dugaan pastinya. Namun semuanya terjawab melalui percakapan antara Kosasih dan Gozali di halaman 356 baris ketiga dan keempat buku kedua. Hore! Dugaan saya tepat!
Tokoh yang semula digambarkan kurang beruntung mulai saya rasakan berubah. Terutama ketika terjadi adegan ajakan makan malam pada halaman 281. Kemudian ketika Bambang menanyakan pekerjaan bagi adiknya di 233. Akhir kisah bahagia bagi diraih tokoh tersebut. Hidup memang penuh dengan misteri.
https://www.goodreads.com/ |
Hal ini tercermin dari penolakan jamuan yang akan diberikan salah satu rumah makan ketika ia melakukan penyelidikan ke sana. Menolak jamuan di 270-271 merupakan tanda profesionalisme. Ia tak mau menerima sesuai walau hal sepele, khawatir kemudian hari muncul permintaan timbal-balik karenanya.
Secara tak langsung, penulis mengenalkan tentang bahasa lokal-bahasa Surabaya-an bagi pembacanya di seluruh tanah air. Salah satu cara merawat dan melestarikan budaya lokal. Hanya saja, sebaiknya juga diberikan catatan kaki makna kata tersebut. Sehingga semua pembaca jugabisa paham maknanya.
Saya merasa lega karena akhirnya Gozali dan Dessy menemukan kebahagiaannya. Sempat ada rasa khawatir juga mengingat beberapa tokoh mengalami kegagalan dalam urusan cinta. Belum lagi komentar miring yang dilontarkan mengenai perilaku tokoh yang bercinta dalam kisah ini.
"Seorang ibu memang jarang bisa melihat kekurangan pada anak-anaknya sendiri, Kos. Di mata seorang ibu, semua anaknya itu pasti baik-baik seperti malaikat, " kata Gozali.
Ternyata Kapten Kosasih masih "ada" hingga akhir kisah. Pembicaraannya dengan sang istri pada buku pertama hanyalah pembicaraan sepasang suami istri sebelum tidur semata. Saya sempat khawatir, mengira kalau.... Beginilah kalau pembaca sok tahu ^_^.
Kalimat yang paling saya sukai ada di buku ketiga, halaman 170, " Mungkin tidak semua perlu dimengerti. Mungkin ada hal-hal yang hanya perlu diterima saja." Jawaban diplomasi Dessy ketika Gozali bertanya kenapa ia yang dipilih untuk menjadi pasangan hidup.
Bagian Epilog diawali dengan paragraf yang menyentuh. Sungguh penutup kisah yang manis dan dipersiapkan dengan maksimal. Saya jadi melo membaca salam perpisahannya.
Semoga, dengan selesainya kisah ini tidak membuat penulis berhenti berkarya. Siapa tahu muncul tokoh baru dalam bentuk cerpen.
Curhatan hati ^_^
Saya menemukan buku S. Mara Gd secara tak sengaja. Cetakan yang saya miliki dengan ciri khas latar hitam dan ilustrasi, sekilas mirip dengan buku Agatha Christie. Penasaran saya kenapa ada buku serupa namun pengarangnya berbeda.
Godaan memiliki makin besar terutama ketika itu sedang ada obralan buku terbitan G. Dengan bermodal uang simpanan, saya beli beberapa buku tersebut. Belakangan malah jadi keterusan berburu.
Ternyata, S. Mara Gd dahulu adalah penerjemah kisah Agatha Christie. Tentunya hal ini mmbentuk cara berpikir hingga mampu menciptakan novel misteri versinya sendiri. Strategi marketing yang cerdik dengan mencetaknya mirip buku AC.
Semoga ada cetak ulang buku-bulu karyanya yang lain kelak.
AJO_QQ poker
BalasHapuskami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
-bandar 66
-perang baccarat (new game )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
PROMO MENARIK
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) |
Whatshapp : +855969190856