Bagi mereka yang sudah melek buku pada tahun 1980-an tentu mengenal serial Astrid. Nama sang penulis, Djokolelono mungkin bisa tidak diingat (tapi sepertinya mustahil) namun serial ini masih sering diburu para jadulers.
Astrid sebenarnya adalah nama anak perempuan si penulis. Mungkin saat itu ia sedang malas mencari nama bagi tokoh remaja perempuan ciptaannya, atau sudah buntu ide, atau bisa juga sebagai ungkapan sayang bagi sang anak.Tapi yang pasti, pilihan nama itu ternyata tidak salah mengingat laris manisnya serial ini hingga sekarang.
Saya beruntung memiliki sahabat yang sangat telaten mengoleksi serial ini. Hingga begitu ada yang kembar langsung dihibahkan. Bahkan ada yang tak mau jadi penghancur buku dengan menghibahkan untuk saya. Setelah cukup lama bersama serial ini, sepertinya sang pemilik merasa sudah saatnya mereka berpisah he he he.
Astrid yang merupakan artis remaja bisa dibilang berutung. Lahir dri keluarga lumayan, memiliki otak cemerlang, kakak yang selalu mendukung, kenalan yang luar biasa unik serta sahabat yang selalu berada untuknya.
Saat membaca kisah Astrid, kadang saya merasa membaca kisah petualangan Lima Sekawan, Sapta Saga, Pasukan Mau Tahu dan lainnya dalam versi Indonesia. Kadang petualangan Astrid mirip dengan salah satu bagian dari kisah petualangan karangan Enid Blyton. Mungkin karena sang penulis dikenal sebagai penerjemah kisah-kisah Enid Blyton hingga tanpa sadar karyanya mendapat sentuhan ala Enid Blyton.
Serial Astrid terdiri dari:
Astrid & Bandit
Astrid dan Pelarian
Astrid di Palungloro
Astrid: Duel 2 Dukun
Astrid: Penculikan Tamu Negara
Astrid: Dibajak
Astrid: Shooting di Pulau Bencana
Astrid: Jatuh Cinta
Astrid: Rumah Pohon
Mengingat halamannya tipis, bisa dilahap saat makan siang.
Gambar sampul dan ilustrasi: Rama Seetha
Halaman: 80
Cetakan: Pertama-1984
Penerbit: PT Gramedia
Astrid sudah menginjak remaja. Maka tak heran jika ia juga mengalami yang namanya masa pubersitas. Belakangan ia mulai bertingkah agak aneh. Ia sering minta diantar ke sebuah gang, lalu supirnya menurunkan sepeda Astrid. Dalam hitungan detik ia menghilang dalam gang tersebut. Selanjutnya dalam waktu sekian jam, Astrid minta dijemput di gang yang berbeda.
Sang kakak Sweta merasa ini ada kaitannya dengan Astrid yang sedang jatuh cinta dengan seorang aktor remaja yang sedang menanjak namanya. Astrid dan Donni, nama aktor itu, bertemu saat sama-sama membintangi film Senandung Hati Lembut.
Bersama dengan sahabatnya, Wiedha, Sweta mulai melakukan penyelidikan ala dirinya. Sebagai kakak ia merasa bertanggung jawab akan keselamatan adiknya. Apa lagi sang ibu sepertinya bersikap acuh.
Ternyata Astrid bukan jatuh cinta!
Ia sedang menjalankan misi rahasia terkait dirinya. Dan ia merasa malu jika apa yang dikerjakan diketahui orang banyak, apa lagi para penggemarnya.
Sebenarnya kisah sederhana ini bisa menjadi lebih seru jika penulis lebih memanjangkan adegan terkait para preman kampung. Walau begitu, saya merasa urusan perkelahian agak menakutkan. Juga ide Astrid yang melibatkan salah satu kenalannya. Agak terlalu aneh untuk ukuran remaja.
Sayangnya, saya menemukan coretan di bagian belakang kover buku ini. Bukan sembarang coretan tapi surat cinta! Duh.... saya kok malah merasa sayang buku ini dicoret-coret. Jika ingin menulis surat cinta, lakukan di tempat lain lalu selipkan dalam buku ini. Apakah si penulis tidak berpikir bagaimana perasaan si pemilik buku jika buku ini dibaca orang lain bahkan orang tuanya? Dasar ABG!
Gambar sampul dan ilustrasi dalam: Adi Permadi
Halaman: 128
Cetakan: Pertama-1982
Penerbit: PT Gramedia
Giliran Astrid yang meregek minta ikut plesiran kakak dan sahabatnya. Sebetulnya ia tak terlalu ingin ikut, tapi dari pada sendiri di rumah. Mereka akan pergi ke Palungloro, kampung halaman Wiedha.
Ternyata ada gunanya juga ia ikut. Minimal mereka tak kesulitan dalam hal keuangan karena ada Astrid yang selalu bisa diandalkan he he he.
Astrid menemukan lawan yang nyaris seimbang. Ia berulang kali berurusan dengan anak-anak nakal setempat. Bahkan ada kejadian yang membuat dirinya dalam bahaya. Bukan Astrid namanya jika tidak berhasil lolos dari bahaya.
Untuk kisah dalam buku ini, peran sahabat kakak Astrid, Wiedha lebih menonjol. Terutama sekali pada bagian terkait dengan kasus seorang anak yang baru bebas dari lembaga pemasyaratan dan pernah berseteru dengan Pak Lurah serta Wiedha.
Sungguh, kadang saya tidak bisa memahami bagaimana seseorang bisa begitu licik pada keluarga sendiri. Urusan harga memang membuat orang bisa gelap mata.
Uniknya, saya menemukan selembar kertas kecil yang berisi ralat urutan halaman. Teks pada halaman 74-77 terbalik penempatannya. Harusnya dibaca dengan urutan 73,76, 77, 74, 75, 78. Saya jadi teringat dengan beberapa buku yang mengalami hal sesama, kacau urutan halaman. Alih-alih memberikan ralat, ada yang membiarkannya, ada yang menarik buku tersebut. Beragam, tergantung kebijakan penerbit.
Gambar sampul dan ilustrasi: Rama Seetha
Halaman:96
Cetakan: Pertama-1983
Penerbit: PT Gramedia
Konon menurut para tetua, jika ada orang yang lahir padawaktu yang sama maka bakalan ada kemiripan sifat diantara mereka. Setidaknya memang ada kemiripan sifat dan kesukaan antara Astrid dan Sweta kakaknya, mengingat keduanya lahir di hari yang sama. Keduanya sama-sama menyukai lauk ikan mujair.
Bermula dari ingin menghilangkan rasa kesal karena nasi bungkus istimewanya diambil sang kakak, Astrid dan Oom Toni pemain pengganti adegan berbahaya, berkeinginan berkeliling mempergunakan perahu motor pinjaman. Ternyata mereka salah perhitungan, mendadak ada hujan badai.
Saat berusaha menyelamatkan diri, mereka terdampar di sebuah pulau. Ternyata tidak hanya mereka saja yang ada di sana. Ada sembilan orang pelarian dari Nusa Kundaya yang bersembunyi di sana. Mereka adalah penjahat kelas kakap yang sedang menunggu jemputan untuk kabur.
Tanpa sengaja, Astrid dan Wiedha terpisah dengan Oom Toni dan Sweta. Keadaan makin mencekam ketika Wiedha mengalami kecelakaan dengan kakinya hingga tak mungkin bagi Astrid meninggalkannya sendirian. Padahal ia ingin kabur mencari pertolongan.
Astrid harus memutar otak demi keselamatan mereka. Dengan bantuan Oom Toni, sepertinya tak ada yang tak mungkin. Mereka bahu-membahu menghadapi musuh bersama sambil menunggu pertolongan datang.
Dibandingkan dua kisah yang lain, menrut saya kisah ini lebih seru karena tidak saja melibatkan Oom Toni tapi juga berurusan dengan salah satu agen rahasia negara! Urusannya ternyata cukup mencekam. Pembaca seakan-akan ikut mengalami petualang bersama dengan mereka.
Meski, sekali lagi, saya agak ragu ada anak perempuan yang mampu memiliki pemikiran serupa dengan Astrid di dunia luar. Tapi untuk hiburan, sungguh menghibur.
Ah, jam makan siang sudah nyaris lewat.
Kembali kerja ^_^
Astrid sebenarnya adalah nama anak perempuan si penulis. Mungkin saat itu ia sedang malas mencari nama bagi tokoh remaja perempuan ciptaannya, atau sudah buntu ide, atau bisa juga sebagai ungkapan sayang bagi sang anak.Tapi yang pasti, pilihan nama itu ternyata tidak salah mengingat laris manisnya serial ini hingga sekarang.
Saya beruntung memiliki sahabat yang sangat telaten mengoleksi serial ini. Hingga begitu ada yang kembar langsung dihibahkan. Bahkan ada yang tak mau jadi penghancur buku dengan menghibahkan untuk saya. Setelah cukup lama bersama serial ini, sepertinya sang pemilik merasa sudah saatnya mereka berpisah he he he.
Astrid yang merupakan artis remaja bisa dibilang berutung. Lahir dri keluarga lumayan, memiliki otak cemerlang, kakak yang selalu mendukung, kenalan yang luar biasa unik serta sahabat yang selalu berada untuknya.
Saat membaca kisah Astrid, kadang saya merasa membaca kisah petualangan Lima Sekawan, Sapta Saga, Pasukan Mau Tahu dan lainnya dalam versi Indonesia. Kadang petualangan Astrid mirip dengan salah satu bagian dari kisah petualangan karangan Enid Blyton. Mungkin karena sang penulis dikenal sebagai penerjemah kisah-kisah Enid Blyton hingga tanpa sadar karyanya mendapat sentuhan ala Enid Blyton.
Serial Astrid terdiri dari:
Astrid & Bandit
Astrid dan Pelarian
Astrid di Palungloro
Astrid: Duel 2 Dukun
Astrid: Penculikan Tamu Negara
Astrid: Dibajak
Astrid: Shooting di Pulau Bencana
Astrid: Jatuh Cinta
Astrid: Rumah Pohon
Mengingat halamannya tipis, bisa dilahap saat makan siang.
Gambar sampul dan ilustrasi: Rama Seetha
Halaman: 80
Cetakan: Pertama-1984
Penerbit: PT Gramedia
Astrid sudah menginjak remaja. Maka tak heran jika ia juga mengalami yang namanya masa pubersitas. Belakangan ia mulai bertingkah agak aneh. Ia sering minta diantar ke sebuah gang, lalu supirnya menurunkan sepeda Astrid. Dalam hitungan detik ia menghilang dalam gang tersebut. Selanjutnya dalam waktu sekian jam, Astrid minta dijemput di gang yang berbeda.
Sang kakak Sweta merasa ini ada kaitannya dengan Astrid yang sedang jatuh cinta dengan seorang aktor remaja yang sedang menanjak namanya. Astrid dan Donni, nama aktor itu, bertemu saat sama-sama membintangi film Senandung Hati Lembut.
Bersama dengan sahabatnya, Wiedha, Sweta mulai melakukan penyelidikan ala dirinya. Sebagai kakak ia merasa bertanggung jawab akan keselamatan adiknya. Apa lagi sang ibu sepertinya bersikap acuh.
Ternyata Astrid bukan jatuh cinta!
Ia sedang menjalankan misi rahasia terkait dirinya. Dan ia merasa malu jika apa yang dikerjakan diketahui orang banyak, apa lagi para penggemarnya.
Sebenarnya kisah sederhana ini bisa menjadi lebih seru jika penulis lebih memanjangkan adegan terkait para preman kampung. Walau begitu, saya merasa urusan perkelahian agak menakutkan. Juga ide Astrid yang melibatkan salah satu kenalannya. Agak terlalu aneh untuk ukuran remaja.
Sayangnya, saya menemukan coretan di bagian belakang kover buku ini. Bukan sembarang coretan tapi surat cinta! Duh.... saya kok malah merasa sayang buku ini dicoret-coret. Jika ingin menulis surat cinta, lakukan di tempat lain lalu selipkan dalam buku ini. Apakah si penulis tidak berpikir bagaimana perasaan si pemilik buku jika buku ini dibaca orang lain bahkan orang tuanya? Dasar ABG!
Gambar sampul dan ilustrasi dalam: Adi Permadi
Halaman: 128
Cetakan: Pertama-1982
Penerbit: PT Gramedia
Giliran Astrid yang meregek minta ikut plesiran kakak dan sahabatnya. Sebetulnya ia tak terlalu ingin ikut, tapi dari pada sendiri di rumah. Mereka akan pergi ke Palungloro, kampung halaman Wiedha.
Ternyata ada gunanya juga ia ikut. Minimal mereka tak kesulitan dalam hal keuangan karena ada Astrid yang selalu bisa diandalkan he he he.
Astrid menemukan lawan yang nyaris seimbang. Ia berulang kali berurusan dengan anak-anak nakal setempat. Bahkan ada kejadian yang membuat dirinya dalam bahaya. Bukan Astrid namanya jika tidak berhasil lolos dari bahaya.
Untuk kisah dalam buku ini, peran sahabat kakak Astrid, Wiedha lebih menonjol. Terutama sekali pada bagian terkait dengan kasus seorang anak yang baru bebas dari lembaga pemasyaratan dan pernah berseteru dengan Pak Lurah serta Wiedha.
Sungguh, kadang saya tidak bisa memahami bagaimana seseorang bisa begitu licik pada keluarga sendiri. Urusan harga memang membuat orang bisa gelap mata.
Uniknya, saya menemukan selembar kertas kecil yang berisi ralat urutan halaman. Teks pada halaman 74-77 terbalik penempatannya. Harusnya dibaca dengan urutan 73,76, 77, 74, 75, 78. Saya jadi teringat dengan beberapa buku yang mengalami hal sesama, kacau urutan halaman. Alih-alih memberikan ralat, ada yang membiarkannya, ada yang menarik buku tersebut. Beragam, tergantung kebijakan penerbit.
Gambar sampul dan ilustrasi: Rama Seetha
Halaman:96
Cetakan: Pertama-1983
Penerbit: PT Gramedia
Konon menurut para tetua, jika ada orang yang lahir padawaktu yang sama maka bakalan ada kemiripan sifat diantara mereka. Setidaknya memang ada kemiripan sifat dan kesukaan antara Astrid dan Sweta kakaknya, mengingat keduanya lahir di hari yang sama. Keduanya sama-sama menyukai lauk ikan mujair.
Bermula dari ingin menghilangkan rasa kesal karena nasi bungkus istimewanya diambil sang kakak, Astrid dan Oom Toni pemain pengganti adegan berbahaya, berkeinginan berkeliling mempergunakan perahu motor pinjaman. Ternyata mereka salah perhitungan, mendadak ada hujan badai.
Saat berusaha menyelamatkan diri, mereka terdampar di sebuah pulau. Ternyata tidak hanya mereka saja yang ada di sana. Ada sembilan orang pelarian dari Nusa Kundaya yang bersembunyi di sana. Mereka adalah penjahat kelas kakap yang sedang menunggu jemputan untuk kabur.
Tanpa sengaja, Astrid dan Wiedha terpisah dengan Oom Toni dan Sweta. Keadaan makin mencekam ketika Wiedha mengalami kecelakaan dengan kakinya hingga tak mungkin bagi Astrid meninggalkannya sendirian. Padahal ia ingin kabur mencari pertolongan.
Astrid harus memutar otak demi keselamatan mereka. Dengan bantuan Oom Toni, sepertinya tak ada yang tak mungkin. Mereka bahu-membahu menghadapi musuh bersama sambil menunggu pertolongan datang.
Dibandingkan dua kisah yang lain, menrut saya kisah ini lebih seru karena tidak saja melibatkan Oom Toni tapi juga berurusan dengan salah satu agen rahasia negara! Urusannya ternyata cukup mencekam. Pembaca seakan-akan ikut mengalami petualang bersama dengan mereka.
Meski, sekali lagi, saya agak ragu ada anak perempuan yang mampu memiliki pemikiran serupa dengan Astrid di dunia luar. Tapi untuk hiburan, sungguh menghibur.
Ah, jam makan siang sudah nyaris lewat.
Kembali kerja ^_^
blm pernah baca Astrid ini
BalasHapuskunjungi web kami www.rajaplastikindonesia.com
BalasHapusCP 021 2287 7764 / 0838 9838 6891 (wa) / 0852 8774 4779 pin bbm 5CFD83E7