Penulis: Hardi Soenanto
Penyunting: Triwanto
Pemeriksa aksara: Tika
Penata letak: M.S Lubis
Desain sampul: Gunawan
ISBN: 9789796109944
Halaman: 193
Penerbit:Pustaka Widyatama
Harga: Rp 40.000
Saya tidak bisa menggambar.
Pelajaran yang paling saya tidak
suka saat sekolah dulu adalah menggambar dan bernyayi. Berbagai upaya saya
lakukan agar bisa lolos dari kewajiban membuat gambar. Dari rayuan traktir
kantin hingga membeli cat air atau crayon yang besar supaya mereka yang
bisa menggambar tapi tidak punya alat mewarnai bersedia menggambarkan untuk
saya dengan imbalan menggunakan car air atau crayon saya dengan bebas.
Itu sebabnya setiap kali
menghadapi psikotes saat mencari kerja dahulu saya paling senewen pada bagian
diminta menggambar. Pernah saya mengikuti test dimana ada bagian
menggambar, jelas saya gagal total, lalu ada bagian diminta menulis tentang apa
yang akan saya lakukan jika diterima bekerja di perusahaan itu. Untuk bagian
yang ini saya sukses membuat peserta lain gemetar karena bolak-balik
meminat kertas tambahan untuk menulis.
Buku ini dibuat guna menjawab pertanyaan yang sering muncul dalam benak peserta tes, apa kriteria dari sebuah gambar? Bagaimana sebenarnya kriteria penilaian tersebut, bagaimana gambar yang sebenarnya diharapkan? Untuk posisi bagian keuangan, tentunya diharapkan sosok yang teliti. Untuk itu gambaran yang dibuat oleh peserta psikotes harus mencerminkan sosok yang teliti.
Biasanya saat mengikuti psikotes
peserta akan diberikan selembar kertas lalu diminta menggambar orang, pohon
atau rumah. Untuk orang sudah diberikan pesan jangan menggambar stickman.
Gambarlah orang yang sedang beraktivitas.
Untuk urusan gambar, yang
diminta sebenarnya bukan bagusnya gambar tapi hal lain seperti ukuran, posisi,
tebal-tipisnya garis. Jika menggambar pohon bagaimanakah bentuk daun,
bentuk akar, apakah pohon condong atau tegak lurus. Posisi gambar
pohon kecil di bagian bawah kertas interpretasinya subyek didominasi sifat
rendah diri, tertutup, ragu-ragu dalam bertindak, percaya diri kurang, ada
perasaan tertekan dalam bathinnya (halaman 141). Gambar akar pohon
tertutup interpretasinya subyek memiliki kepercayaan diri kuat, independen,
daya juang tinggi, sedikit tertutup, memegang prinsip kuat (halaman 148).
Sementara jika menggambar rumah
bagaimanakah bentuk rumah tersebut, rumah mewah atau rumah sederhana, bagaimana
posisi pintu, dan lainnya. Gambar rumah dengan pintu terbuka interpretasinya
subyek merasa peranannya sebagai anak mendapat tempat sebagaimana mestinya.
Kehadiran ibu dianggap cukup memenuhi harapan, tercipta rasa aman dan tenteram
(halaman 166)
Kriteria penilaian interprestasi
kepribadian atas diri subyek antara lain rambut, alis, mata, hidung, wajah,
leher, bahu, gigi, dagu, mulut, tangan, paha serta kaki. Interprestasi
gambar orang dengan rambut gondrong adalah subyek cenderung
berkrepribadian tidak jelas. Ada konflik batin yang sulit dijelaskan.
Pergaulannya menjadi tidak nyaman, karena arah pribadi dan keinginannya yang
tidak jelas (halaman 33).
Gambar orang dengan pergelangan
tangan dan kaki kecil interprestasinya jika subyek adalah laki-laki,
perilakunya cenderung seperti wanita, lemah gemulai, dingin, halus (halaman
100). Gambar orang bersandar di pohon interprestasinya subyek adalah
pribadi yang sangat mengidolakan sang ayah. Hubungan personal lebih dekat
dengan figure ayah daripada ibu, Baginya ayah dapat memberikan rasa aman , dan
tenteram (halaman 133).
Kita akan mendapat bonus
Wawasan Seputar Wawancara Kerja pada bagian belakang. Pada bagian Yang
Perlu Anda Ketahui tentang Wawancara Kerja kita akan mendapat
tambahan pengetahuan apa itu wawancara kerja, mana yang lebih penting
antara wawancara atau psikotes, apakah harus menjawab pertanyaan dengan panjang
lebar atau cukup singkat saja, adakah keterampilan khusus dalam menjawab
pertanyaan dalam wawancara dan masih banyak hal lainnya.
Bagian
Persiapan Sebelum Wawancara memberikan infomasi mengenai persiapan apa
saja yang harus dilakukan sebelum wawancara kerja seperti menyoapkan
dokumen, survey lokasi dan lainya. Termasuk mitos apakah potongan
rambut bisa menggagalkan interview, perlu tidak menggunakan dasi bagi pelamar
laki-laki dan lain sebagainya.
Sikap Saat Wawancara merupakan
bonus yang tak kalah penting. Saat melakukan wawancara banyak pelamar yang
duduk dengan posisi nyaman bagi dirinya tapi tidak nyaman dilihat oleh
pewawancara. Ucapan terima kasih juga perlu diucapkan saat dipersilahkan
duduk.
Bahkan posisi duduk tegak memandang lurus ke depan dengan tangan
dipangkuan merupakan sikap yang harus dilakukan oleh pelamar. Sering kali mata
tidak fokus pada pewancara namun malah memandang kesekeliling ruangan. Hal-hal
kecil namun berarti besar harus diperhatikan dengan seksama.
Pertanyaan Umum dalam Wawancara
serta Pertanyaan Standar Calon Karyawan kepada Pewawancara merupakan tambahan
wawasan mengenai apa saja yang ditanyakan dalam wawancara serta apa yang
sebaiknya kita tanyakan saat wawancara. Dengan demikian kita bisa melatih diri
guna mempersiapkan jawaban yang tepat saat diwawancarai guna menimbulkan
kesan baik. Biasanya pertanyaan seputar nama, tempat tinggal, pendidikan,
alasan ingin pindah kerja, dan sebagainya.
Saat wawancara, ada baiknya kita
juga bertanya hal umum seperti perusahaan jika belum diberitahukan sebelum
wawancara seperti kapan perusahaan berdiri, berapa banyak karyawan. Sementara
pertanyaan spesifik sesuai dengan posisi melamar, contohnya untuk melamar HRD
Manajer bertanya mengenai funsi HRD selama ini, apalah karyawan sudah terdaftar
BPJS, skala prioritas HRD dimasa depan. Hal ini menunjukan profesionalisme dan
keinginan untuk bergabung pada perusahaan tersebut.
Bagi saya pribadi, buku ini menjadi
semacam penuntun guna saya menilai kepribadian diri saya sendiri. Selama ini
setiap kali mengikuti test saya selalu menggambar pohon di bagian tengah dengan
ukuran yang lumayan besar. Akarnya bercabang dan tertutup. Sementara bentuk
daun mengikuti suasana hati saat mengikuti tes. Ukuran besar lebih karena saya
ingin membuat kertas penuh sehingga tak usah menggambar lagi guna mengisi
kekosongan. Demikian juga urusan akar, hanya agar kelihatan itu bagian akar
maka dibuat bercabang. Semakin banyak cabang buat saya sama artinya dengan
tidak perlu menggambar yang lain. Sementara bagi psikolog yang memelaah test
tentunya akan mengartikan lain.
Sebuah pertanyaan muncul dalam
benak saya. Bagaimana jika orang tidak bisa menggambar? Diri saya sebagai
contoh. Test kemampuan bakat saya membuktikan bahwa saya tipe orang dengan
kecerdasan kata-kata. Dengan kata lain maka akan tidak mudah bagi saya untuk
menghitung atau menggambar. Saya tipe orang yang tidak mampu memvisualisasikan
sesuatu hal dengan gambar, untuk itu saya tidak direkomendasikan mengambil
jurusan tekhnik.
Setelah membaca buku ini , maka
saat mengikuti psikotes saya menggambar sosok orang yang diharapkan untuk
posisi yang saya lamar. Tentunya berpedoman pada isi buku ini saya sudah
berlatih menggambar. Selanjutnya apakah hasil penilaian tidak mengalami
perubahan? Apakah psikolog yang membaca hasil psikotes tahu bahwa
gambaran yang saya buat adalah hasil latihan, bukan apa adanya diri saya yang
tidak bisa menggambar? Lalu apakah benar tidak ada pengaruhnya keindahan gambar
yang dihasilkan?
Sayangnya buku ini tidak memuat
secara rinci mengenai interpretasi. Bagaimana jika seseorang menggambar wajah
dengan leher seperti jerapah, wajah lebar, mulut tertutup, rambut botak dan
mata lebar. Apakah interpretasinya merupakan gambungan dari interpretasi setiap
bagian atau ada cara membaca yang lain?
Dari gambar yang dihasilkan
psikolog akan menginterprestasikan apakah individu yang mengikuti test
merupakan sosok yang pemurung atau ceria, rajin atau malas, cerdas atau biasa
saja, ambisius atau pasrah, kekanak-kanakan atau dewasa dan sebagainya. Dalam
Pendahuluan disebutkan bahwa test kepribadian dengan metode menggambar ini,
sekalipun pelaiannya bersifat interprestasi (tafsiran), tapi tingkat
keabsahannya (kebenarannya) cukup tinggi dan terbukti bahwa sudah puluhan tahun
metode test sudah dijalankan di berbagai negara, dan sampai sekarang pun test
kepribadian menggambar masih dianggap relevan. Jadi adakah pakem mengenai hal
tersebut, jika ada berdasarkan apakah hal tersebut. Penasaran, musti cari
referensi lagi nih.
Terlepas dari kekurangan yang ada, buku ini cocok dibaca
bagi mereka yang akan memasuki dunia kerja dan bersiap menghadapi psikotes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar