Penulis : Louisa May Alcott
Penerjemah : Nadiah Abidin
Penyunting : Azzura Dayana
Disain sampul : Windu Tampan
ISBN : 978-602-8851-008
Halaman : 424
Penerbit : Orange
Louisa May Alcott bisa-bisa nangis bombay jika membaca buku ini.!
Semua hal-hal indah yang diuraikan dalam buku ini seakan hancur gara-gara bahasa yang menurut saya sangat tidak nyaman untuk dibaca. Buku klasik memang membutuhkan penyesuaian bahasa agar bisa diterima, namun bukan berarti penyesuaian bisa sebebasnya. Penggunaan bahasa yang kacau membuat cerita klasik ini terasa aneh alih-alih menarik
Setelah sekian lama bergaul dengan beberapa teman dari penerbit termasuk membantu membuat marketing plan hingga menganalisa pasar,saya jadi merasa aneh dengan kebijakan dalam menerbitkan buku ini. Seandainya bisa, mungkin saya akan menemani Louisa May Alcott nangis bombay
Sebenarnya istilah nangis bombay sering kita gunakan untuk menggambarkan seseorang yang menangis dengan begitu sedihnya layaknya lakon yang teramat sangat menderita dalam sebuah film India. Masalahnya jika istilah itu dimasukkan sebagai terjemahan resmi dalam sebuah buku klasik kok jadi aneh ya.. Walau cocok saja jika digunakan untuk menggambarkan betapa sedihnya saya membaca buah karya penulis favorit saya, yang kebetulan merupakan karya klasik, menjadi seperti ini
Alasan penerbit memilih menggunakan bahasa teramat sangat gaul kian membuat saya penasaran. Jika untuk menarik pangsa pasar dari golongan yang lebih muda sepertinya bukan dengan menggunakan bahasa seperti itu sehingga membuat buku ini berkesan aneh. Bisa dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar namun tidak berkesan kaku. Kalimat yang ada dalam buku ini mengandung campiran kata gaul dan kata yang baku sehingga kalimat terasa aneh. Saya jadi penasaran, kenapa tidak sekalian menggunakan bahasa alay? Bahasa yang belakangan sering dipakai remaja jika tujuannya agar buku ini bisa diterima oleh kaum muda. Jika ingin membuat sesuatu, jangan tanggung-tanggung.
Saat Della Firayama memuat ulasannya mengenai buku ini, mulanya saya masih beranggapan positif. Mengingat kata yang diberikan hanya sepotong, mungkin kata tersebut memang harus dipilih agar sesuai dengan kalimat yang ada. Tapi setelah saya membaca seluruh isi buku ini sepertinya saya salah, Della terlalu sabar membaca buku yang jelas-jelas memuat kepala saya sakit! Sebagai fans berat Louisa jelas saya kecewa!
Selain nangis bombay dan grusuk(!) beberapa kalimat aneh yang sempat saya beri tanda antara lain:
Apa kau tidak bisa bayar balik sendiri
Tempatmu bagus banget
Bisa-bisa aku jadi keriput gara-gara maksain diri pergi
Menurutku sih tindakanmu nguping dan ngumpet kayak tadi enggak banget
Cara menggunakan gaun berkain cita(apa yah arti cita?)
Kalian ngarep enggak nih dapat juga?
Jangan lewat kuno, Say
Masa kau belum ngeh
…. yang jadi ngebet dikenal sebagai patron
Gadis-gadis mengobrol ngalor-ngidul
Untuknya setelah bab yang memuat cerita enam tahun kemudian kalimatnya sudah lebih halus dan enak dibaca. Keindahan isi buku ini juga jadi kembali terasa setelah sebelumnya terkubur dalam bahasa yang kacau balau.
Penyebutan nama Fany juga tidak konsisten. Kadang disebut Fanny dilain waktu disebut dengan Fan. Belum lagi kisah tentang adiknya yang kadang digambarkan cadal, dilain waktu digambarkan bisa berbicara dengan lancar dan menggunakan kalimat yang biasa digunakan oleh orang dewasa.
Cerita dalam buku ini memang sederhana, mengenai seorang gadis sederhana bernama Polly Milton. Atas kebaikan hati seorang sahabatnya ia diundang untuk tinggal beberapa saat di rumah sahabatnya itu. Kehadiran Polly membawa angin segar bagi seluruh keluarga Fanny Swan sahabatnya. Ia membuat keluarga itu kian harmonis dan mensyukuri apa yang mereka miliki.
Polly adalah gadis yang rendah hati, tahu tahu berterima kasih dan dimana posisinya berada. Ia menolak campur tangan keluarga Shaw dalam mencari murid saat ia membuka kelas musik. Ia juga merupakan gadis yang memiliki pendirian yang kuat Ia tak ingin mengubah dirinya menjadi seseorang hanya agar bisa diterima dalam pergaulan.Ia juga tak ingin menikah dengan seseorang yang memang tak dicintainya, terutama jika ia mencintai orang lain.
Selama saya belajar membuat repiu, para suhu selalu mengingatkan agar saya selalu menilai dengan obyektif. Berikan penilaian sejujur-jujurnya, jangan berat sebelah. Jangan memuji sebuah buku karena kita kenal dengan penulisnya, jangan juga mencaci karena sebal dengan penulis atau penerjemahnya. Lalu bagaimana saya harus menilai buku ini….? Mengingat kapasitas penulisnya, tak diragukan lagi pasti buku yang syarat dengan makna kehidupan. Membaca terjemahannya membuat saya nangis bombay. Supaya aman saya berhenti saja disini…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar