Sudah lama rasanya saya tak mengalami sensasi membaca seperti ini. Begitu terpukau dengan buku pertama hingga langsung menyabar buku kedua. Hanya memberikan jeda waktu beberapa menit setiap sekian jam, sekedar untuk memberikan mata istirahat.
Padahal, awalnya saya agak ragu membaca buku-buku ini, lihat saja ketebalannya. Buku tipe buku yang bisa dibaca sambil lalu, maksudnya dibaca sebentar lalu diletakkan dan baca lagi kapan-kapan. Ternyata saya salah! Buku yang membius pembacanya!
Bisa dikatakan ini merupakan retelling dari Kisah 1001 Malam. Dalam kisah karangan Renee Ahdieh ini, terdapat 2 buku dengan kover berbeda. Buku pertama berjudul The Wrath & The Dawn dan buku kedua berjudul The Rose and The Dagger. Karena tebal, komen dibagi menjadi 2 bagian ya,
penerjemah: Mustika
Penyunting Katrine Amadis Mawa
ISBN: 9786026208743
Halaman: 447
Cetakan: Pertama- April 2016
Penerbit: POP
Rating: 4/5
Ada perbedaan besar antara bermaksud melakukan sesuatu dan benar-benar melakukannya.
-The Wrath & The Dawn, hal 262-
Pada buku pertama-The Wrath & The Dawn, bisa dikatakan baru memperkenalkan para tokoh. Ada Raja Khalid, Shahrzad, Tariq, Rahim, dan lainnya. Anggap saja buku ini merupakan pintu masuk menuju kisah yang sesungguhnya.
Shahrzad, bisa kita sebut sebagai tokoh utama perempuan, begitu marah bercampur sedih ketika mengetahui sahabatnya, Shiva, telah menjadi salah satu pengantin Khalid Ibnu al-Rashid, Khalif Khorasan.
Umumnya wanita akan berbahagia dan merasa bangga jika dipilih menjadi pengantin dari penguasa. Keluarga sang pengantin wanita akan melepas dengan tangis bahagia. Tapi tidak jika pengantin prianya adalah Khalid. Para wanita justru berdoa agar tidak terpilih, sementara jika sampai terpilih maka keluarga akan melepas dengan berderai air mata kesedihan.
Hal tersebut, bukannya tanpa sebab. Setiap pagi, pengantin wanita meninggal dengan lilitan tali sutra di lehernya. Tak ada yang tahu alasan kenapa Khalid melakukan hal tersebut. Dengan niat untuk membalas dendam, Shahrzad mengajukan diri untuk menjadi pengantinnya.
Begitu mengetahui hal tersebut, ayahnya-Jahandar, dan saudara perempuannya melarikan diri ke rumah Tariq, kekasih masa kecil Shahrzad guna mencari perlindungan. Tapi Tariq sudah pergi bersama temannya Rahim untuk melihat apakah dia bisa menghentikan kematian Shahrzad.
Seperti kisah 1001 malam, pada malam pernikahan, Khalid mendatangi Shahrzad menjelang fajar, dan dia mulai menceritakan kisah menarik kepadanya. Ketika fajar tiba, dia berhenti dan menolak untuk menyelesaikannya sampai malam berikutnya. Dia mendapat tambahan 1 hari untuk meneruskan kisahnya.
Perlahan, Shahrzad menemukan ada sesuatu yang tersembunyi dari Khalif Khorasan itu. Tidak ada monster yang berada dalam tubuh pria berusia 18 tahun, hanya seseorang yang begitu kesepian dan menderita.
Tanpa disadari mulai tumbuh cinta dalam hati Shahrzad, apalagi mata emas Khalid selalu menatapnya dengan hangat. Hubungan mereka semakin membaik, akhirnya terungkap alasan kenapa Khalid membunuh begitu banyak wanita.
Meski belum banyak memberikan informasi mengenai bagaimanakah kisah ini akan berlanjut, sepertinya rating 4/5 layak diberikan. Sebagai pembuka, buku ini sudah mampu membius saya selaku pembaca. Tidak ada detail yang bertele-tele, semua hal ada kaitannya.
Kalimat favorit saya dalam buku ini ada di halaman 237, "Kita cukup kuat untuk menggenggam dunia dengan tangan kosong, tapi kita membiarkan laki-laki bodoh membuat kita gila." Begitulah cinta memang mampu membuat seseorang berubah menjadi orang lain.
Saya beramsumsi, warna merah sebagai kover dipilih karena dalam buku ini dikisahkan bahwa awalnya Shahrzad begitu marah dan menaruh dendam pada Khalid. Merah adalah perwakilan rasa amarah Shahrzad, juga amarah Khalid pada nasib yang harus ia jalani saat itu.
Kenapa Khalid merasa marah pada nasibnya? Silakan cari tahu dengan membaca buku ini he he he.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar