Penulis: Jong-Kwan Lee
Penerjemah: Lusiani Saputra
ISBN: 9786230410604
Halaman: 312
Cetakan: Pertama-Desember 2023
Cetakan: Pertama-Desember 2023
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
Harga: Rp 125.000
Rating: 3,5/5
Tidak bersalah bukan berarti tidak melakukan kejahatan, tetapi hanya tidak ada cukup bukti untuk membuktikan kejahatan itu.
- Peniru & Pembunuhan Tanpa Jasad, hal 228-
Judul buku ini, serta ilustrasi bagian seorang pria duduk dan seolah ada seseorang di belakangnya, adalah alasan utama membeli buku ini. Padahal, saya tahu sekali, bakalan kesulitan menghafal nama tokoh yang umumnya terdiri dari 3 kata.
Entah bagaimana, kata "pembunuhan tanpa jasad," membuat saya teringat aneka kisah Agatha Christie dan Conan. Sementara ilustrasi pria duduk dengan siluet seseorang di belakangnya, seakan menawarkan kisah seru dan menegangkan. Perasaan saya mengatakan ini buku yang menarik. Baiklah mari kita coba nikmati karya penulis satu ini.
Gambaran tentang kondisi seorang pasien lupa ingatan yang dirawat, menjadi pembuka kisah ini. Tak hanya lupa ingatan, ia juga tak bisa melihat. Untuk memudahkan, pasien itu dipanggil Inspektur Lee Soo-in.
Inspektur mengalami luka pada upaya memecahkan kasus pembakaran dan percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh penjahat yang dijuluki Peniru. Ia mengalami beberapa cedera, tapi tidak ingat apakah ada pertarungan fisik antara keduanya. Pihak kepolisan merahasiakan kondisinya, hanya orang tertentu saja yang tahu.
Selain itu, Polisi juga terus berupaya membantu mengembalikan ingatannya, karena hanya ia yang tahu siapakah sebenarnya penjahat yang disebut Peniru itu. Sejauh ini, caranya mengenali orang adalah dengan mengandalkan ingatan berapa langkah yang mereka lakukan untuk sampai ke ranjangnya.
Sebelum peristiwa yang dialami oleh Inspektur Lee Soo-in, sudah ada tiga kasus yang terjadi. Metode yang dilakukan oleh Peniru adalah meniru cara/metode pembunuhan dari tersangka yang sebelumnya lolos dari jerat hukum. Jadi pahamkan kenapa penjahat tersebut dijuluki Peniru.
Asisten Inspektur Han Ji-soon diutus untuk menjadi pendamping Lee Soo-in dalam upaya memulihkan ingatannya. Dengan demikian, pihak kepolisian bisa segera menyelesaikan kasus dan menangkap Peniru. Tugas yang sedikit aneh, mengingat selama ini Inspektur Han dicurigai sebagai kaki tangan Peniru.
Sebuah peristiwa pembunuhan terjadi lagi! Kali ini, polisi harus bertindak cepat agar tidak ada korban yang berjatuhkan. Walau belum bisa melihat sempurna dan ingatannya kembali, Inspektur Lee Soo-in bersedia pergi ke TKP untuk melakukan penyelidikan. Entah bagaimana caranya, semoga ada yang memicu ingatannya kembali dengan berada di TKP.
Tujuan menyembunyikan jasad adalah untuk menunda penemuan kejahatan. Untuk membuat alibi atau mengulur waktu untuk melarikan diri
Kejutan! Han Ji-soon digambarkan berhasil membongkar siapakah sesungguhnya Peniru itu. Hanya saja, kenapa terlalu gampang dipecahkan misteri siapa Peniru itu. Kisahnya jadi kurang seru. Hem..., mencurigakan sekali ini.
Menurut Peniru, kemarahan terhadap sistem peradilan yang lesu, serta membalaskan dendam kematian putrinya, adalah alasan bagus untuk melakukan 4 pembunuhan. Pengakuan yang tak diterima begitu saja oleh pihak polisi.
Kan, ternyata kasusnya tak "sereceh itu". Apalagi ketika penulis mengungkap fakta di halaman 236. Persoalannya jauh lebih kompleks dari sekedar ayah yang membalas dendam untuk putrinya, atau Peniru yang merasa ia harus menegakkan keadilan.
Kisah yang menarik. Semula penulis seolah mengecoh opini pembaca tentang siapakah sebenarnya si Peniru tersebut. Pada sepertiga buku, kisahnya masih dibilang datar. Seakan semua hal sudah sewajarnya terjadi seperti itu. Makin kebelakang, baru keseruan muncul.
Ternyata sosok Peniru bukanlah orang yang yang saya duga. Bagaimana penulis mengalihkan perhatian kita, hingga Peniru yang asli terungkap identitasnya luar biasa unik. Harusnya saya menyadari ketika membaca kalimat di halaman 236.
Tapi, bagian ini menimbulkan pertanyaan. Lalu foto siapa yang ada di rumah tersebut? Polisi mengambil foto seorang gadis remaja di rumah orang yang diduga adalah peniru. Dan ia tak pernah melepaskan foto itu. Duh, susah menceritakan bagian ini tanpa spoiler he he he. Baca komen di GRI aja yak. Sekedar petunjuk, ada hubungannya antara uraian di halaman 101 dengan 239.
Agak aneh rasanya, ketika membaca uraian penulis tentang kepala divisi yang tak bisa masuk karena sidik jari ditolak untuk membuka pintu kaca keamanan divisinya. Maka selama sebulan ini ia mempergunakan kartu akses, yang sering tertinggal di meja. Buntutnya ia harus menghubungi bagian yang berwenang untuk membukakan pintu kaca baginya.
Ternyata ada hal khusus terkait kasus Peniru, sehingga penulis perlu memberikan semacam petunjuk. Begitulah jika membaca kisah detektif, harus cermat karena banyak twist yang bertaburan tanpa kita sadari.
Pembaca juga mendapat informasi tentang cara kerja polisi. Seperti yang tertera di halaman 106. Petugas polisi yang bertugas tidak memahami bahwa menemukan senjata tajam yang ditemukan jauh dari lokasi pembunuhan harus dikumpulkan kepada pihak ketiga, dan harus ada potret serta kehadiran pihak ketiga. Jika tidak, maka nilai barang buktinya akan hilang.
Baru tahukan? Saya jadi paham sekarang, kenapa dalam beberapa film serial detektif, tersangka bisa bebas dari tuduhan karena hal sepele yang dilakukan polisi (menurut saya). Ternyata hal yang saya anggap sepele, bisa membuat barang bukti tesebut menjadi tidak ada nilainya, tidak dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan.
Kecuali urusan foto yang diuraikan di atas, secara keseluruhan kisah ini memukau, cocok untuk dibaca oleh para penyuka kisah misteri. Aneka twist bertebaran, berbagai prasangka bermunculan, dan akhir kisah yang tak terduga.
Sempat penasaran dengan kover versi asli buku ini di Goodreads, kok tidak ada. Namun ada buku dengan judul de Séoul copycat dalam bahasa Perancis. Jika membaca informasi buku (memanfaatkan aplikasi terjemahan daring), sepertinya itu buku yang sama dengan buku ini. Penulisnya juga sama. Tapi entahlah, mungkin saja saya salah.
Para penyuka kisah misteri, apalagi penikmat kisah terjemahan Korea, direkomendasikan untuk membaca kisah ini. Membaca buku ini, seakan menonton kisah detektif ala drama Korea. Para penyuka DraKor bisa menjadikan buku ini sebagai alternatif bacaan selain menonton.
Mereka yang bekerja dalam bidang penyelidikan, atau tertarik dengan segala hal berbau penyelidikan juga disarankan untuk membaca buku ini sebagai bagian dari buku pengayaan.
Eh, komentar buku ke-14 yang membahas tentang pembunuhan tanpa jasad, sama artinya tentang kematian. Jadi cocoklogi wkwkwkw.
Mendadak jadi ingat kalimat pamungkas serial jadul-Dark Justice, "Justice is sometimes blind, but it can also see in the darkness….” Pada akhirnya kejahatan akan terungkap juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar