Penyunting: Pax Benedanto
ISBN: 9786024815615
Halaman: 330
Cetakan: Keenam-Desember 2022
Penerbit: KPG
Rating: 4,75/5
"Saya pikir cuma pe***ur yang punya angka. Bedanya kalau kamu angka tahun masuk kuliah, kalau saya angka-angka harga saya di mata orang-orang yang mau ti**r dengan saya. Tiga lima nol nol nol. Tiga ratus lima puluh ribu sekali diti**ri,"lirih Re:.
- Re: dan peRempuan, halaman 260-
Urusan bisnis esek-esek sudah ada sejak zaman dahulu, demikian juga di tanah air. Ketika Kramat Tunggak yang merupakan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara ditutup tahun 1999, banyak pro dan kontra bermunculan. Demikian juga dengan kawasan Kalijodo yang sekarang difungsikan sebagai Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Tak hanya Jakarta, ada Gang Dolly di Surabaya yang juga merupakan lokalisasi urusan esek-esek. Dalam sebuah artikel ilmiah di sini disebutkan bahwa setiap malam sekitar 9.000 orang lebih yang merupakan pekerja seks komersial (PSK), germo, ahli pijat berada di Gang Dolly. Di tempat itu juga ada lebih dari 800 wisma, kafe dangdut, dan panti pijat plus.
Tokoh utama dalam kisah ini, Re:, merupakan salah satu Pekerja S**s Komersial yang khusus melayani pelanggan wanita alias p3l4cur l3sbi4n. Kisah ini ditulis dari sudut pandang seorang wartawan lepas sekaligus mahasiswa jurusan kriminologi yang sedang mempersiapkan skripsi bernama Herman.
Kesulitan keuangan sering disebut sebagai sebab munculnya pelacuran, apakah Re: juga memiliki alasan yang sama? Silakan Anda putuskan sendiri setelah selesai membaca kisahnya. Ketika kebingungan karena hamil dan minggat dari rumah, tawaran bantuan dari seorang wanita paruh baya sangat disyukuri Re:.
Bantuan yang ia terima ternyata adalah hutang yang harus dibayar dalam jumlah besar. Tak hanya soal tempat tinggal dan makanan, kontrol kehamilan, bahkan dari hal kecil seperti pasta gigi juga masuk daftar hutang yang harus dilunasi Re:
Tak tahu bagaimana membayar hutang, padahal ia belum lama melahirkan, wanita paruh baya yang dipanggil "Mami" memberikan solusi, Re: harus bersedia menjadi p3l4cur l3sbi4n. Kenapa p3l4cur l3sbi4n? Karena sang "Mami" menganggap p3l4cur l3sbi4n kecil kemungkinan tertular penyakit kelamin.
Semula buku ini merupakan dua buku dengan judul Re: serta peRempuan, belakangan keduanya dijadikan satu buku. Bagian dengan judul Re: mengisahkan kehidupan Re: serta dunia human trafficking. Sedangkan buku kedua, peRempuan menitikberatkan pada kehidupan Melur, anak Re:.
Re: dan Herman menjalin persahabatan unik. Butuh waktu lama bagi Herman untuk bisa mendapat simpati Re:. Bagi Re:, Herman tidak hanya sekedar supir semata, namun menjadi tempat bercerita. Ketika ia mendapat tips yang lumayan, tak segan memberikan sebagian pada Herman.
Adegan yang mengisahkan Re: menyisihkan sebagian tips untuk membelikan Herman buku guna membantu menyusun skripsinya, cukup mengharukan. Seketika dalam benak saya, muncul adegan keduanya berada di depan kasir untuk membayar buku yang dipilih Herman. Kebetulan saya tahu toko buku yang mereka maksud. Re: sungguh sahabat yang baik, ia ingin Herman mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dengan segera lulus kuliah.
Perasaan pembaca akan diaduk-aduk saat membaca buku ini. Jika kondisi Anda sedang tidak stabil, saya menyarankan untuk tidak membaca karena bisa-bisa Anda menangis tiada henti. Sekedar saran, tapi terserah Anda ^_^.
Sebagai seorang ibu, saya menangis membaca bagian yang mengungkapkan bagaimana Re: melihat dari jauh dengan perasaan pilu ketika anaknya masuk sekolah untuk pertama kali. Ia tak mau memeluk karena tak ingin tubuh anaknya yang polos dan suci terkena keringat seorang pelacur. Herman mewakili dengan memberikan pelukan dan salam dari Tante Re:.
Jika orang tua lain cukup mengajukan cuti atau dengan mudah meluangkan waktu untuk mengantar anak pertama kali masuk sekolah, Re: harus menambah jumlah hutang karena hari itu ia izin tidak bekerja. Bagi Re: jumlah hutang yang bertambah tidak berarti dibandingkan kebahagiaan melihat anaknya masuk sekolah untuk pertama kali.
Banyak orang yang berkomentar mengapa para Pekerja Seks Komersial segera tidak beralih profesi. Ada yang memberikan saran untuk bayar hutang dengan mengumpulkan tips yang mereka terima, jika perlu kabur dari "Mami". Tak semudah itu! Salah satu bagian buku mengisahkan bagaimana seorang teman Re: ditemukan meninggal setelah sebelumnya membayar hutang dan menyatakan akan keluar dari asuhan "Mami"
Lu tau ngak, Man. Dia pasti sengaja ditabrak! Dibunuh! Gua yakin itu
-hal 27-
Bagi "Mami" nyawa Re: dan teman-temannya tidaklah berarti. Mereka bisa saja melunasi hutang dan pamit. Tapi belum berarti mereka bisa lepas dari "Mami". Mereka adalah aset bagi "Mami", siapa yang mau kehilangan aset berharga? Jika ada yang berani meninggalkan "Mami" sama dengan mengantar nyawa. Hutang bisa dianggap hilang alias lunas, demikian juga dengan nyawa.
Cara "Mami" menghabisi mereka sangat kejam. Seakan "Mami" memberikan contoh pada yang lain untuk tidak coba-coba meninggalkannya. Menguburkan mereka atau membuat pihak-pihak terkait bungkam, adalah hal yang mudah bagi "Mami", tentunya tak gratis. Seperti peristiwa yang menimpa salah satu rekan Re;. Herman menjadi paham mempermudah urusan dan tidak ada yang gratis , adalah keahlian lain dari "Mami".
Selanjutnya, pada bagian peRempuan, penulis mengulas tentang Melur yang sudah menjadi beranjak dewasa dan kuliah di Jepang. Sosok Herman sudah membangun keluarga sendiri, dan tetap berhubungan dengan Melur. Ia dan istri menjadikan Melur bagian dari keluarga.
Sekian waktu Herman berada dalam kebimbangan, apakah ia harus memberitahukan tentang siapa sebenarnya Tante Re:, Apakah kesempatan ketika Melur sedang berada di Indonesia akan dijadikan kesempatan untuk bercerita. Atau Herman menutup semua kisah tentang Re: dari Melur. Pembaca tentu bisa menebak bagaimana akhirnya.
Beberapa orang yang saya kenal berpendapat bahwa kondisi dan kelakuan anak menurun dari orang tuanya. Seperti nenek Re: yang begitu membencinya karena ia adalah anak diluar nikah ibunya. Namun Melur merupakan bantahan nyata akan pandangan tersebut. Ia bisa dikatakan sosok yang memiliki kepribadian menarik dengan budi pekerti baik, dan tentunya masa depan yang menjanjikan.
Akhir buku ini memberikan beberapa pertanyaan bagi saya. Seperti, apakah sebuah kebetulan semata, Melur berteman dengan anak "Mami". Apakah Melur melampiaskan dendam padanya mengingat bagaimana Re: diperlakukan. Bagaimana Melur bisa mendapatkan informasi tentang keberadaan sahabat Re: padahal peristiwa itu sudah sangat lama. Tapi, apa yang tak mungkin dalam kehidupan ini.
Keadilan yang dilanggar, tidak boleh diadili melalui cara tidak adil
-hal 220-
Secara keseluruhan, buku yang terinspirasi dari kehidupan nyata membuat mata kita terbuka bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang kurang beruntung sehingga terjebak dalam Human Trafficking di tanah air. masih banyak Re: yang membutuhkan uluran tangan.
Karena diangkat dari kisah nyata, serta merupakan penelitian dalam kurun waktu dua tahun, buku ini memberikan informasi mengenai berbagai hal mengenai dunia tempat Re: terjebak. Termasuk berbagai istilah dan aturan yang berlaku di sana.
Maafkan saya yang hanya menyebut "Mami" walau dalam buku disebutkan namanya. Jengah rasanya menyebut dengan Mami X. Wanita seperti itu, tidak perlu dikenal namanya mengingat apa yang ia lakukan pada Re: dan teman-temannya.
Apakah ia mengalami kekejaman yang sama sehingga merasa tak ada salahnya berbuat hal serupa pada Re: dan teman-temannya? Entah. Tapi selama beberapa hari setelah menamatkan buku ini, saya selalu merinding ketika melihat cutter. Terbayang rasa ngilu sayatan cutter yang dialami salah satu teman Re:.
Mengingat isi buku yang sebaiknya dibaca oleh usia tertentu, tulisan 18+ sangat tepat diletakkan di kover depan. Selama ini banyak penerbit yang menaruhnya di kover belakang. Diharapkan para petugas kasir di toko buku juga memperhatikan usia yang membeli buku ini.
Suatu ketika, video tentang bedah buku ini melewati beranda FB saya, iseng saya menonton. Apa yang disampaikan oleh penulis, lebih menyeramkan dibandingkan dengan apa yang ia tulis. Tentunya ada pertimbangan tertentu sehingga ia tidak menceritakan semua hal dalam buku.
Guna mengurangi rasa penasaran, saya coba mencari skripsi penulis di katalog Perpustakaan UI. Ah! Ternyata ada versi digitalnya. Segera unduh, beruntungnya saya menjadi orang yang bisa membacanya.
Oh, ya, ada bagian yang mengisahkan bagaimana Herman berkunjung ke fakultasnya dulu untuk mencari skripsinya. Kemudian diarahkan untuk mencari di perpustakaan pusat. Sepertinya saya perlu meluruskan sedikit. Sejak melakukan integrasi seluruh perpustakaan fakultas pada tahun 2011-2012 maka tidak ada lagi namanya Perpustakaan Pusat UI, hanya ada UPT Perpustakaan UI.
Untuk UIANA-karya civitas UI, bisa dilihat secara digital atau cetak secara langsung di lantai 3. Beberapa karya membutuhkan akses alias masuk kategori membership untuk bisa mengunduh, seperti skripsi penulis. Tapi jika dibutuhkan bisa meminta bantuan petugas.
Sebagai penyuka warna biru, baru kali ini saya tidak menyukai buku dengan kover bernuasa biru. Gambaran suram dan kelam terpancar jelas. Penggunaan warna merah pada "Re" di kalimat perempuan seakan menunjukkan amarah yang menggelora. Entah hanya halunisasi saya, tapi saya seolah bisa melihat ada siluet cutter si "Mami" dalam kover.
Apakah ada buku selanjutnya yang berkisah tentang Melur, selain peRempuan? Entah, mari kita tunggu.