Penulis: Anton Kurnia
Editor: Dian Pranasari
ISBN: 9786026486790
Halaman: 199
Cetakan: Pertama-September 2022
Penerbit: Baca
Harga: Rp 75.000
Rating:5/5
ISBN: 9786026486790
Halaman: 199
Cetakan: Pertama-September 2022
Penerbit: Baca
Harga: Rp 75.000
Rating:5/5
Ada banyak hal di alam semesta ini yang tak terpahami oleh manusia. Akal mereka yang sederhana tak mampu menjangkau seluruh rahasia.
-Majnun, hal 139-
Hem...,
Setelah membaca buku ini, saya jadi berpikir. Apakah pada dasarnya dalam diri kita ada secuil bibit kegilaan? Seiring waktu, bibit itu tumbuh subur, atau malah layu tergantung pada banyak hal, salah satunya rasa cinta.
Setelah membaca buku ini, saya jadi berpikir. Apakah pada dasarnya dalam diri kita ada secuil bibit kegilaan? Seiring waktu, bibit itu tumbuh subur, atau malah layu tergantung pada banyak hal, salah satunya rasa cinta.
Sungguh, saya
sangat ingin merekomendasikan semua orang untuk membaca buku ini. Namun,
berdasarkan pengalaman pribadi, jika teman-teman sedang tidak dalam kondisi
baik-baik saja, atau merasa sedang drop, sangat tidak disarankan untuk membaca.
Efeknya luar biasa!
Sesuai dengan judul
buku-Majnun, yang bisa kita artikan sebagai gila (pengertian lebih lengkap bisa dilihat di sini atau berikut), sebanyak
17 kisah dalam buku ini mampu
mengusik "bibit kegilaan" dalam
diri pembaca.
Sebagai benang merah dalam
seluruh kisah, Mas Anton menciptakan
sosok seorang pria bernama Yusuf Bratalegawa, lahir 9 Agustus, putra dari Yakup Bratalegawa,
serta ibu bernama Karmila.
Yusuf sungguh
beruntung. Baik dari sisi ayah atau sisi ibu, memiliki latar belakang keluarga
yang luar biasa hebat! Maka menjadi hal yang tak biasa ketika sikap dan cara
berpikir Yusuf sangat berbeda dibandingkan dengan kedua orang tuanya.
Keberadaannya di
bumi dimulai dengan hal diluar nalar. Sang
ibu didatangi sekelompok orang yang membawa
sebilah keris berlekuk sembilan. Bum! Keris tersebut seakan masuk dalam
rahimnya. Tiga hari kemudian, Yusuf si tokoh kita hadir ke bumi. Banyak orang yang meyakini ada sebuah keris
dalam tubuhnya.
Selanjutnya, sosok
Yusuf digambarkan sering bertingkah atau berada dalam aneka situasi yang bisa
dikatakan sangat tidak wajar alias edan
alias majnun! Seperti yang disebutkan di
atas, mulai dari kelahirannya, pertemuan
dengan kekasih hati, hingga upayanya memberikan keadilan pada mantan pacar.
Oh ya, saya lupa
menyebutkan bahwa Yusuf memiliki pasangan bernama Zulaikha Prajna Paramita.
Sosoknya juga tak kalah edan dibandingkan dengan Yusuf, jika tidak begitu,
bagaimana mungkin keduanya bisa saling saling jatuh hati bukan? Begitulah,
konon meski memiliki perbedaan, setiap pasangan juga memiliki persamaan yang
membuat bersatu. Dalam kasus ini, keedanan kedua sangat klop!
Jangan tanya apa
dan bagaimana! Kalian baca sendiri sajalah supaya paham. Perempuan edan seperti
sesungguhnya Zulaikha itu. Lelah saya jika harus bercerita tentangnya jua. Tak
hanya soal bercinta liar dipinggir sungai dengan seorang lelaki yang baru saja dikenalnya, atau perihal kucing telon (aduh! ada 1 ekor di rumah saya),tapi ada hal lain.
Dengan mengambil
lokasi kisah di Bandung, Jakarta, Bali, dan Sukabumi, serta kurun tahun 1974 hingga 2019, ditambah dengan cara bertutur yang mundur-maju,
buku ini menawarkan sebuah kisah yang tak biasa. Harga jual juga terjangkau, buku ini wajib berada di rak para
penggila buku.
Dari para tokoh
yang ada dalam kisah, Mas Anton
membuat tiap tokoh memiliki masalah dengan kesehatan mentalnya masing-masing.
Bak kisah Pangeran Harry dari Inggris, seseorang yang sepertinya terlihat
bertingkah biasa, bisa jadi adalah bom waktu yang bisa meledak setiap saat.
Kecakapan Mas Anton
dalam meracik kata membuat saya merasa khawatir, terancam, hanya dengan membaca tentang mereka
saja. Kesannya terlalu melekat dalam diri. Bahkan ketikan hendak membuat foto untuk diletakkan di sini, yang muncul adalah ide buku ini diletakkan di sebelah sebuah pisau besar! Langsung diprotes teman-teman yang melihat, dianggap terlalu menyeramkan. Tapi itu saya, mungkin saja pembaca yang lain merasakan hal yang berbeda
Padahal tiap bagian kisah dalam buku ini hanya terdiri dari beberapa halaman saja, bahkan ada yang hanya dua
halaman. Semuanya ditulis dengan singkat namun mudah dimengerti. Unsur kegembiraan
atau kengerian tergambar tanpa harus mempergunakan kata bertele-tele.
Sebagai pemanis,
pada tiap pergantian bagian terdapat semacam ilustrasi. Bentuknya beragam, namun sebagian besar berupa seorang
pria (saya asumsikan Yusuf si tokoh utama) dengan memegang keris. Meski ada
juga digambarkan ia sedang merokok.
Jika ditelaah
dengan seksama, kita bisa menemukan banyak informasi yang diselipkan Mas
Anton dalam kisahnya, tak hanya seputar kegilaan para tokoh. Misalnya
tentang demonstrasi mahasiswa tahun 1978, ekspedisi mencari kepulauan
rempah-rempah yang dilakukan oleh seorang pelaut Portugis. Kemudian ada uraian tentang keris dalam
catatan kaki di halaman 7.
Saya jadi teringat
buku-buku tentang keris, misalnya Kitab
Perlbagai Pengetahuan Tentang Hal Keris oleh F.L Winter tahun 1871 yang
sudah dialih bahasa, serta Tosan Aji:
Pesona Jejak Prestasi Budaya besutan Prasida Wibawa, yang
menyebutkan tentang dapur keris luk sembilan.
Menurut buku Petunjuk Praktis Merawat Keris karya Ki
Dwidjosaputro, keris bisa diartikan sebagai senjata, juga sebagai ilmu yang
bermanfaat. Keris juga perlu dirawat secara khusus. Wah! Jangan-jangan
"keris" yang ada dalam tubuh Yusuf tidak dimanfaatkan dan dirawat
sebagaimana mestinya, sehingga ia menjadi seperti itu.
Membaca buku ini, membutuhkan seni tersendiri-setidaknya bagi saya. Pertama, saya membacanya dari halaman awal hingga belakang. Seperti layaknya membaca buku yang lain. Selang beberapa hari kemudian, saya mencari musik yang disarankan didengar saat membaca novel sambil lalu (membaca ala skip). Daftarnya ada di halaman 195-196. Bagian yang cukup unik!
Kenapa saya melakukan hal tersebut? Sekedar ingin tahu, apakah ada perbedaan persepsi tentang kisah ini dari cara membacanya. Cara membaca sambil mendengarkan musik dan tanpa mendengarkan musik. Pasti ada sesuatu yang berbeda, jika tidak, tentunya Mas Anton tidak secara spesifik menyarankan membaca sambil mendengarkan lagu.
Sekedar bocoran, ada Por Una Cabeza, lagu tango karya Carlos Gardel yang membuat saya teringat pada masa-masa liar dulu (jangan tanya apa itu). Kemudian Everybody Anyone dari Itsuroh Shimoda. Tak ketinggalan ada Magadir dari Warda.
Mari kita coba.
Baiklah, mendengarkan lagu dari The Smashing Pumpkins membuat saya terbayang adegan kejam yang dilakukan oleh Yusuf, padahal saat itu saya belum sampai di halaman 194. Mendengarkan lagu Anggun membuat saya terbayang.... Ah sudahlah!
Sungguh, sebuah buku yang bagus walau setelah membaca, saya harus mengumpulkan kembali kewarasan saya dengan berbagai cara. Karya yang hebat, memang tak akan mudah dilupakan begitu pembaca selesai membaca halaman terakhir. Pantas pada bagian belakang ditulis untuk pembaca usia 21 tahun.
Dibalik proses pembelian
Saya percaya dan
yakin bahwa kadang perjodohan antara pembaca dan buku, terjadi melalui cara
yang unik. Saya dan buku ini misalnya.
Sudah sejak lama saya termasuk golongan penikmat karya Mas Anton, termasuk ketika masih berada
di Penerbit S.
Meski sudah teramat
sangat tergoda untuk membeli buku ini, kata "Majnun" yang dijadikan
judul buku membuat urung untuk memesan.
Entah kenapa, kata "Majnun" membuat saya teringat sebuah kisah klasik
berjudul Layla and Majnun besutan Nizami Ganjavi yang sempat diterbitkan
ulang dengan judul Pengantin Surga. Bagi yang tertarik, bisa mampir ke sini.
Begitulah saya,
dengan percaya diri merasa bahwa buku ini semacam penulisan ulang dari kisah Layla and Majnun. Baru, setelah menerima wa dari Mas Anton tentang isi buku ini, saya
memberanikan diri untuk memesan. Selain itu, saya teringat salah satu pemberi
endors, Mbak dosen kenalan saya di salah satu fakultas. Jika beliau terpikat,
tentunya ada sesuatu yang spesial dalam buku ini.
Melihat kover, kenapa saya merasa wajah pria yang ada (saya menduga merupakan ilustrasi Yusuf) menyerupai Mas Anton he he he.
Sumber video:
https://www.youtube.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar